Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
HIRSCHSPRUNG adalah penyakit kongenital (bawaan) yang menjadi salah satu penyumbang signifikan angka kematian bayi baru lahir dan anak berusia di bawah lima tahun. Penyakit ini menyebabkan gangguan buang air besar (BAB) pada bayi.
Guru Besar Bidang Bedah Anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Prof Gunadi meyampaikan, hirschsprung ini paling sering ditemukan pada bayi baru lahir dengan insidensi global diperkirakan 1:5.000 kelahiran hidup dan lebih sering ditemukan pada laki-laki.
"Namun, menariknya insidensi Hirschsprung di Indonesia lebih tinggi di banding populasi lain yaitu 1:3.250 kelahiran hidup," papar Prof Gunadi saat menyampaikan pidato pengukuhannya dalam jabatan Guru Besar di Balai Senat UGM, Kamis (14/9).
Baca juga : Suhu Ekstrem Bumi Tingkatkan Risiko Kematian Mendadak pada Bayi
Salah satu gejala yang biasa ditemukan pada bayi dengan HSCR, antara lain, tidak bisa buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir. Pada balita, gejala yang muncul antara lain sembelit menahun, perut menggembung, serta terdapat gangguan pada pertumbuhan.
Gunadi memperkirakan kondisi tersebut terjadi berhubungan dengan frekuensi common variants RET rs2435357 dan rs2506030 pada populasi kontrol di Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan populasi lain.
Baca juga : Diare Penyebab Kematian Tertinggi Anak setelah Pneumonia
Dari penelitian yang dilakukannya, sebagian besar penderita HSCR di Indonesia masuk dalam klasifikasi short segment dimana segmen aganglion tidak melebihi kolon sigmoid (80%). Sementara itu, dari data di Yogyakarta, frekuensi HSCR yang disertai dengan sindrom down mencapai 12% dan hanya dijumpai satu kasus familial dari 67 kasus.
Lebih lanjut Gunadi menjelaskan, HSCR merupakan penyakit genetik. Sejumlah bukti menunjukkan hal tersebut, salah satunya angka kesintasan pasien HSCR menjadi lebih tinggi setelah ditemukan teknik pull through pada 1984 sehingga tercipta kondisi untuk menemukan adanya transmisi HSCR familial.
Bukti lain mencatat, adanya peningkatan risiko pada saudara pasien untuk menderita HSCR dibandingkan populasi umum. Lalu, adanya rasio HSCR yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan serta adanya hubungan HSCR dengan penyakit genetik lain seperti sindrom malformasi atau anomali kromosom.
Konsep kompleksitas genetik pada HSCR disebutkan pria kelahiran Banyuwangi, 19 November 1979 ini bisa dipahami dengan mempelajari kejadian molekuler dan seluler selama perkembangan enteric nervous system (ENS) saat embriogenesis.
Setidaknya hingga saat ini ada 35 gen yang berhubungan dengan patogensis HSCR. Prof Gunadi mengatakan, HSCR merupakan penyakit genetik kompleks yang bisa menimbulkan komplikasi Hirschsprung associated enterocolitis (HAEC) yang bersifat fatal
Namun, dengan data stratifikasi risiko berbasis genomik, kedokteran presisi sebagai manajemen HSCR bisa terwujud. Dengan begitu, kesadaran orang tua pasien terhadap risiko HSCR menjadi lebih baik, HSCR pun bisa didiganosis dan terapi lebih awal, serta terhindar dari komplikasi fatal. (Z-4)
Mitos seputar pemberian MPASI itu mulai dari pemberian madu untuk anak yang baru lahir, hingga larangan pemberian MPASI bertekstur hingga anak tumbuh gigi.
Studi terbaru ungkap lebih dari 17 juta bayi lahir dari fertilisasi in vitro (IVF) sejak 1978.
Susu formula harus diberikan kepada bayi yang mengalami kelainan metabolisme bawaan atau kelainan genetik yang menyebabkan dirinya tidak bisa mencerna ASI.
Penyakit Respiratory Syncytial Virus (RSV) kini menjadi perhatian utama dunia kesehatan. Walau sering dianggap sebagai flu biasa, RSV menyimpan potensi bahaya serius.
Lonjakan kasus Respiratory Syncytial Virus (RSV) memicu kekhawatiran di kalangan medis, khususnya karena virus ini menyerang kelompok paling rentan: bayi dan lansia.
Bingung puting bisa berpotensi menyebabkan masalah termasuk salah satunya menurunkan produksi ASI yang padahal masih dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang bayi usia 0-6 bulan.
PEMERIKSAAN kesehatan pranikah atau pre-marital check up menjadi langkah penting bagi pasangan yang akan menikah. Pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi penyakit menular.
PENTINGNYA deteksi dini kelainan bawaan pada anak harus terus digaungkan. Dengan begitu berbagai langkah pengobatan dan terapi bisa segera dilakukan dengan tepat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved