Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DATA World Health Organization (WHO) 2021 menjelaskan, 10%-20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami kondisi permasalahan terkait kesehatan mental. Di mana 50% di antaranya mulai sejak usia 14 tahun dan 75% pada usia pertengahan 20-an.
Selain itu, satu dari empat anak saat ini tinggal bersama orangtua yang memiliki kondisi mental yang serius. Kondisi ini menunjukkan kurangnya layanan MHPSS (Mental Health and Psychosocial Support / Kesehatan Mental dan Dukungan Psikososial) bagi orangtua, dapat berdampak serius pada perlindungan, kesehatan, dan kesejahteraan anak.
Kondisi psikologis orangtua yang rentan dapat meningkatkan risiko kekerasan antar pasangan, kekerasan terhadap anak, dan kurangnya kemampuan orangtua dalam mendidik anak. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam meningkatkan layanan Kesehatan mental dan dukungan psikososial untuk orangtua guna mencegah terjadinya kasus kekerasan dan memastikan kesejahteraan anak.
Save the Children Indonesia menyoroti isu kesehatan mental orangtua dalam kasus-kasus pembunuhan yang satu minggu terakhir. Dari kasus-kasus tersebut, orangtua merupakan pelaku kejahatan di mana seharusnya orangtua menjadi orang terdekat yang melindungi anak dan yang paling dipercaya oleh anak.
Tak jarang salah satu alasan utama pembunuhan karena faktor kemiskinan, ketidaksanggupan memberikan pengasuhan, dan paling buruk adalah anggapan orangtua bahwa membunuh untuk menyelamatkan anak.
Baca juga: Lembaga Pendidikan Harus Jadi Teladan dalam Kemanusiaan dan Budi Pekerti
“Kasus pembunuhan anak yang belakangan terjadi menunjukkan betapa pentingnya semua pihak memberi perhatian pada isu kesehatan mental orangtua. Kondisi kesehatan mental pada orangtua dapat berdampak besar pada anak-anak yang diasuhnya, dan memengaruhi perilaku serta kesejahteraan mereka," ujar Troy Pantouw / Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia, Minggu (7/5).
"Save the Children Indonesia mendesak Pemerintah untuk memprioritaskan isu kesehatan mental orangtua dalam berbagai bentuk kegiatan secara nyata dan meningkatkan akses, maupun kualitas layanan kesehatan mental bagi masyarakat, khususnya orangtua.”
Beberapa Studi terkait Kekerasan pada Anak dan Kesehatan Mental membuktikan bahwa orangtua yang semasa kecilnya mengalami kekerasan dalam pengasuhan berpotensi melakukan pengulangan dalam pengasuhan itu pada anaknya. Bahkan berpotensi memiliki ganguan kesehatan mental saat ia dewasa, terutama ketika tidak pernah mendapatkan bantuan layanan professional.
Save the Children Indonesia juga meminta masyarakat untuk menghentikan stigma dan persepsi terhadap masalah kesehatan mental. Kesehatan mental bukanlah hal yang tabu dan diabaikan. Namun perlu dimintakan bantuan dan didukung agar mengalami pemulihan, sehingga bagi orangtua yang mengalaminya akan merasa lebih nyaman dan terbuka untuk mencari, serta menerima bantuan dalam mengatasi isu kesehatan mental mereka dari para ahli.
Save the Children Indonesia melalui program MHPSS / Kesehatan Mental dan Layanan Dukungan Psikososial yang diimplementasikan di Jakarta dan Jawa Barat membuktikan bahwa kondisi mental yang sehat dari orangtua, pengasuh utama dan orang-orang terdekat dengan anak akan membantu membangun hubungan yang baik, aman dan hangat. Hal ini juga membantu perkembangan mental anak dan mencapai hasil pendidikan yang lebih baik. (Z-3)
Seorang ayah melakukan kekerasan kepada anak usai viral kedapatan tengah melakukan perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan.
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved