Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Jalan Panjang Advokasi Masyarakat Sipil Pengesahan RUU TPKS yang Berpihak pada Korban

Ferdian Ananda Majni
04/4/2022 13:30
Jalan Panjang Advokasi Masyarakat Sipil Pengesahan RUU TPKS yang Berpihak pada Korban
Rapat lanjutan pembahasn DIM RUU TPKS di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/4/2022).(MI/M IRFAN)

RANCANGAN Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) saat ini berada di tahap pembahasan DIM RUU TPSK, menuju pengambilan keputusan Pembicaraan Tingkat I antara Pemerintah dan DPR RI. Situasi ini sangat penting untuk terus dikawal.

RUU TPKS telah melalui proses panjang dan berliku sejak tahun 2016. Ratusan Lembaga Pengada/Penyedia Layanan bersama korban kekerasan seksual, yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, terus gigih mengadokasi RUU ini (dulunya RUU PKS).

Oleh karena itu, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dan Forum Pengada Layanan (FPL) menilai bahwa kerja advokasi RUU ini, semata-mata agar harapan Indonesia memiliki UU TPKS yang benar-benar memihak kepada korban dan memberikan perubahan pada sistem hukum yang lebih membuka akses keadilan, sungguh-sungguh dapat terwujud.

Baca juga: BNPB Laporkan 1.175 Bencana Alam Periode 1 Januari Hingga 3 April 2022

"Sejauh ini banyak hal yang sudah dicapai meskipun turun naiknya perasaan sejak 2016 itu ada, jadi dikeluarkan kemudian banyak lagi isu-isu yang tidak sepakat karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai keyakinan tertentu dan sebagainya, tetapi atas kerjasama kita semua, kerjasama sebagai jaringan dari seluruh Indonesia yang membuat isu tentang TPKS ini tetap kuat untuk terus kita perjuangkan," kata Staf Advokasi Kebijakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta Dian Novita dalam konferensi pers bertajuk jalan panjang advokasi masyarakat sipil untuk pengesahan RUU TPKS yang berpihak pada korban, Senin (4/4)

Dia menyebut beberapa hal yang masih menjadi perdebatan yaitu tentang pemaksaan hubungan seksual yang tidak masuk dan diusulkan pemerintah untuk dibahas dalam RUU KUHP, hingga tentang eksploitasi seksual.

"Kita juga belum tahu pasti juga ya kapan RUU KUHP ini akan dibicarakan dan disahkan dan sepertinya kalau RUU TPKS tanpa pemaksaan hubungan seksual ataupun perkosaam seperti rohhya juga hilang, satu lagi pemerintah dan DPR sendiri sudah sepakat untuk terkait dengan eksploitasi seksual tetapi norma-normanya yang belum disepakati," ujarnya.

Baca juga: Peminat Satra Ramaikan Diskusi Daring soal Sastra dan Kebudayaan Lembata

Selain itu juga tentang kekerasan seksual berbasis elektronik menjadi sesuatu yang baru, meskipun kasusnya banyak sejak tahun 2018 bahkan LBH Apik Jakarta sudah mendampingi kasus kekerasan berbasis elektronik.

"Tahun 2019-2022, kita bisa melihat semakin banyak bentuk elektronik sementara dapat hukum kita berusia untuk menangani kasus-kasus berbasis gender tersebut," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRuK) Maumere Flores, Suster Ika menyampaikan bahwa regulasi RUU TPKS telah bergulir cukup lama sejak 2016. Sehingga harapannya, RUU yang berpihak pada korban ini dapat segera disahkan.

"Ini akan memberikan seberkas cahaya, harapan untuk para korban yang memang selama ini dalam berbagai aspek selalu mengalami kesulitan untuk pemenuhan hak mereka," ujarnya.

Pihaknya juga mendukung pengesahan RUU TPKS karena di tingkat daerah khususnya di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende NTT terdapat peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan dewasa.

Berdasarkan data Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRuK) tercatat sebanyak 104 kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan dewasa pada tahun 2020, dan sebayak 93 kasus tahun 2021.

"Dari jumlah yang ada itu, tidak semua bisa diproses hukum dikarenakan ada unsur-unsur yang tidak terpenuhi dan jika kasus kekerasan terjadi pada orang dewasa, polisi biasa berdalil bahwa itu mau sama mau sehingga kasus kekerasan yang menimpa pada orang dewasa itu sangat sulit dan hampir pasti tidak bisa diproses hukum," paparnya.

Oleh karena itu, perancangan undang-undang tindak kekerasan seksual ini dinilai sangat berpihak pada korban sehingga pihaknya mendukung dan mendorong agar segera disahkan.

Sedangkan Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) Aceh Leila mengatakan terdapat 100 kasus pemerkosaan yang ditangani Mahkamah Syariah pada tahun 2021.

"Ada dua kasus yang membuat kita tercengang untuk kasus perkosaan di Aceh malah itu pelakunya dibebaskan di dalam putusan banding di tingkat provinsi Aceh. Ini sungguh disayangkan karena justru korban anak-anak, dan justru pelaku dibebaskan ketika banding," lanjutnya.

Kondisi ini sebenarnya merupakan pengalaman buruk ketika ada kasus pemerkosaan yang sudah diputuskan di tingkat kabupaten kota dan dibebaskan ditingkat banding di provinsi.

"Kami berharap kasus pemerkosaan ini bisa masuk ke dalam RUU TPKS, pemerkosaan ini harus dimasukan untuk mengatur lebih detail, untuk dapat hukuman pelaku, soal pemulihan korban korban, hak-hak korban bisa terpenuhi," terangnya.

Terkait dengan eksploitasi seksual ini sangat penting juga masuk ke dalam RUU TPKS karena kasus-kasus yang terjadi saat ini sangat banyak dan meningkat di seluruh Indonesia. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya