Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KAWASAN Indonesia Bagian Timur, dikenal memiliki sastra Paralelisme. Masyarakat di wilayah itu sangat tertib dalam menggunakan kata dan kalimat berpasangan.
Di Kabupaten Lembata sendiri, penyebutan Sastra berkaitan erat dengan etnis yang menggunakan bahasa. Meski memiliki kemiripan dalam penggunaan kalimat Paralel, Lembata mengenal dua etnis sastra dan budaya yang berbeda yakni sastra Lamaholot dan sastra Kedang.
Sastra Lamaholot memiliki tradisi kuat dengan model penceritaan yang disebut "Koda Kiring". Oreng, misalnya juga disebut ekspresi sastra Lamaholot yang mementingkan Pola Paralelisme dengan rumusan percakapan ritual yang mementingkan keindahan dan dipercaya memiliki daya magis.
Misalnya, Lera Wulan Tana Ekan, merupakan kalimat Paralel yang menggambarkan satu kesatuan, bahwa Manusia Pada akhirnya Akan menuju Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam Sastra Lamaholot pula dikenal konsep 'Wua Matan' atau 'Koda Knalan' yang kemudian dituangkan dalam tradisi lisan yang disebut 'Koda Klaken'.
Di wilayah Lamaholot pula jarang sekali di dijumpai dongeng. Lebih banyak sastra berupa "Koda Kiring" atau "Koda Knalan" dengan pemilihan dan penggunaan bahasa yang luar biasa indah.
Hal tersebut disampaikan Dosen, penyair dan Peneliti Sastra lisan dari Universitas Sanata Dharma Jogjakarta, Dr. Yosep Yapi Taum, kemarin malam (2/4), dalam Diskusi daring Tentang Sastra dan Kebudayaan Lembata, yang diinisiasi oleh Institut Kebudayaan Lembata (IKaL), Batam dan Jakarta.
Diskusi yang juga menghadirkan, Dr.Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud ristek RI, Direktorat Kepercayaan Kepada Tuhan yang Maha Esa, dan Masyarakat Adat.
Selain kedua Narasumber tersebut, tampil pula Pater Dr. Paul Budi Kleden SVD, Teolog dan kritikus Sastra yang tinggal di Roma, Italia serta Tri Utami, Penyair, seniman dan pegiat budaya. Diskusi daring inipun diminati ratusan peserta baik di Lembata hingga ke mancanegara.
Narasumber lainnya, Pater Dr. Paul Budi Kleden SVD, Teolog dan kritikus Sastra yang tinggal di Roma, Italia, memaparkan materinya tentang Sastra, Religiusitas dan agama.
"Agama hanyalah sebuah museum mati, jika masyarakatnya kehilangan religiusitas. Respon seseorang atau komunitas, pikiran dan imajinasi disebut religiusitas. Dalam Sensus Fidelium, Gereja Katolik sendiri
menegaskan, rasa keagamaan umat ditumbuhkan melalui kontak dengan hidup dan kehidupan," ungkap Pater Dr. Paul Budi Kleden.
Ia menjelaskan, Pola hubungan Sastra, Raligiusitas dan Agama melahirkan hirarki ideal berupa kenyataan. Ia dapat menjadi cermin tentang apa yang tidak benar dan apa yang tidak utuh.
Kritik Dalam Sastra Lembata
Dalam diskusi zoom meeting yang juga dihadiri Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday itu, Dr. Yapi Taum mencontoh dua kritik Sastra beda genre, yakni sastra lisan atau legenda 'Peni dan Nogo' dan Novel "Lembata",
karya Rahadi.
Dr. Yosep Yapi Taum, menyampaikan, Cinta Segitiga Peni, Nogo dan Demon dalam tradisi lisan, legenda atau mitos asal Lembata dengan judul 'Peni dan Nogo' menjadi salah satu contoh kritik sosial dalam sastra lisan
masyarakat Lebatukan dan Ile Ape, di Kabupaten Lembata. Ia berharap cerita legenda tersebut menjadi bacaan wajib bagi generasi
muda Lembata masa kini.
"Sastra lisan Peni dan Nogo asal Lembata ini sama seperti serial televisi Jepang, Oshin. Ia berjuang dari keluarga miskin hingga menjadi kaya. Sedangkan dalam legenda Peni dan Nogo yang menceritakan pergumulan sebuah keluarga setelah tenggelamnya pulau Lepan Batan, dibuang hingga diterima kembali dalam komunitasnya," ungkap Yapi Taum.
Dijelaskan, dalam legenda Peni dan Nogo, masyarakat Lembata mengetahui Penderitaan Peni yang diusir dari kampung dan hidup seorang diri atas fitnah "swanggi" oleh Nogo. Hingga akhirnya Peni diterima kembali ke dalam komunitasnya di Kampung.
Penyair dan Peneliti Sastra itu berharap legenda Peni dan Nogo menjadi grand naratif tentang kritik sosial yang melegenda di Lembata yakni tentang Fitnah, tentang Cinta Segitiga dan tentang relasi sosial. (OL-13)
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
PERTEMUAN Pastoral (Perpas) Regio Gerejawi pada gereja Katolik Nusra ke-XI kembali digelar di Keuskupan Larantuka di Kota Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
KEMENTERIAN Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN (Kemendukbangga/BKKBN) menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kecamatan Ile Ape merupakan salah satu kawasan ring satu atau kawasan terdekat dari Gunung Api Ile Ape (Lewotolok).
Keberhasilan menjadikan kedua SD tersebut sebagai tim siaga bencana melalui pembuatan denah risiko bencana, mengantongi SK Tim Siaga Bencana (TSB), miliki SOP gempa bumi, dan rencana aksi.
HARI Raya Idul Adha bagi umat muslim menjadi saat yang ditunggu-tunggu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta menabung amal.
Di Kabupaten Lembata, upaya tersebut diwujudkan dengan mendukung gerakan penanaman malapari untuk ekologi berkelanjutan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved