Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mayoritas Kekerasan Seksual Dilakukan Guru, Kasus Terbanyak di 'Boarding School'

Atalya Puspa
28/12/2021 17:01
Mayoritas Kekerasan Seksual Dilakukan Guru, Kasus Terbanyak di 'Boarding School'
Ilusrasi(Dok MI)

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia mencatat mayoritas kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan dilakukan oleh guru.

Berdasarkan data yang dihumpun KPAI sepanjang 2021, pelaku kekerasan seksual terdiri dari pendidik/guru sebanyak 10 orang (55.55%), Kepala Sekolah/ Pimpinan Pondok Pesantren sebanyak 4 orang (22,22%), pengasuh (11,11), tokoh agama (5.56%) dan Pembina Asrama (5.56%).

"Adapun, sepanjang 2021 KPAI mencatat setidaknya ada 18 kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan resmi, Selasa (28/12).

Ia membeberkan, pengumpulan data dilakukan mulai 2 Januari – 27 Desember 2021 melalui pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan diberitakan oleh media massa.

Dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22% dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan KemendikbudRistek, dan 14 atau 77,78% terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.

Sedangkan lokasi kejadian meliputi 17 Kabupaten/Kota pada sembilan provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogjakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Sedangkan kabupaten/kota meliputi Cianjur, Depok, Bandung, dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Sidoarjo. Jombang, Trengalek, Mojokerto dan Malang (Jawa Timur), Cilacap dan Sragen (Jawa Tengah), Kulonprogo (D.I Yogjakarta), Solok (Sumatera Barat); Ogan Ilir (Sumatera Selatan), Timika (Papua) dan Pinrang (Sulawesi Selatan).

Baca juga: Kemenkes: Kasus Omikron Transmisi Lokal Tidak Bergejala

Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di satuan pendidikan berasrama atau boarding school, yaitu sebanyak 12 satuan pendidikan (66,66%) dan terjadi kekerasan seksual di satuan pendidikan yang tidak berasrama hanya di 6 satuan pendidikan (33,34%).

"Kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan di bawah kemendikbudristek pun 2 diantaranya adalah sekolah berasrama, yaitu di kota Medan dan di Batu, Kota Malang," imbuh dia.

Total jumlah pelaku ada 19 orang, meskipun total kasusnya 18, karena untuk Ponpes di Ogan Ilir ada 2 pelaku, keduanya merupakan guru. Seluruh pelaku adalah laki-laki.

Namun, untuk korban ada anak laki-laki maupun anak perempuan. Adapun total jumlah anak korban adalah 207 orang, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Usia korban dari rentang 3 – 17 tahun, dengan rincian : usia PAUD/TK (4%), usia SD/MI (32%); usia SMP/MTs (36%), dan usia SMA/MA (28%).

Retno menyatakan, modus pelaku sangat beragam, diantaranya adalah mengiming-imingi korban mendapat nilai tinggi, diiming-imingi jadi Polwan, diming-imingi bermain game online di tablet pelaku, pelaku minta dipijat korban lalu korban di raba-raba bagia intimnya saat memijat, pelaku meminta korban menyapu gudang namun kemudian dicabuli di dalam gudang, mengancam memukul korban jika menolak, mengeluarkan dalil-dalil harus nurut pada guru, dan dalih terapi alat vital yang bengkok.

Baca juga: Sanksi Sosial bagi Predator Seksual

Melihat kondisi tersebut, KPAI mendorong Kementerian Agama memiliki Peraturan Menteri seperti Permendikbud No. 82/2015 tentang Pencegahan dan penanggulangan Kekerasan Di Satuan pendidikan yang memastikan adanya sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan, termasuk kekerasan seksual

Selain itu, KPAI mendorong KemendikbudRistek dan Kementerian Agama untuk membangun Sistem perlindungan terhadap peserta didik selama berada di lingkungan satuan pendidikan dengan sistem berlapis, terutama pada satuan pendidikan berasrama atau boarding school.

"Peraturan Menteri harus disertai penanganan dan penindakan kepada para pelaku kekerasan di lingkungan pendidikan," ucapnya.

Selanjutnya, KPAI mendorong KemendikbudRistek untuk mensosialisasi secara massif Permendikbud No 82 Tahun 2015 kepada Dinas-Dinas Pendidikan di seluruh Kabupaten/Kota dan provinsi serta sekolah-sekolah, karena masih cukup banyak sekolah yang belum tahu Permendikbud 82 tersebut.

Retno menyatakan, KPAI juga mendorong Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota dan Provinsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala terhadap sekolah/madrasah/ pondok pesantren.

"Selain itu, portal-portal pengaduan kekerasan di satuan pendidikan harus banyak dan mudah diakses korban dan saksi," tambah dia.

Baca juga: Korban Dugaan Pelecehan Seksual Dosen UNJ Belum Lapor Polisi

Untuk para orang tua, KPAI juga mendorong agar menyekolahkan anaknya di satuan pendidikan berasrama atau boarding school wajib memastikan keamanan lingkungan satuan pendidikan untuk anak-anaknya.

Orang tua diminta untuk memastikan rekam jejak satuan pendidikan yang dituju, lakukan survey secara mendetail di lokasi anak-anak anda akan tinggal untuk menuntut ilmu, pastikan ada SOP pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

"Pastikan ada sistem pengawasan yang baik dari instansi yang berwenang dan tersedia portal pengaduan yang tidak tunggal dan pastikan anda sebagai orangtua dapat berkomunikasi dengan anak anda secara berkala, minimal komunikasi melalui telepon seluler untuk video call dengan anak anda," pungkas dia. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya