Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Standar Nasional Pendidikan Perlu Dievaluasi menyikapi Pandemi dan Pascapandemi 

Citra Larasati
13/12/2021 21:53
Standar Nasional Pendidikan Perlu Dievaluasi menyikapi Pandemi dan Pascapandemi 
Guru mengajar di kelas saat pembelajaran tatap muka terbatas(Antara/Asprilla Dwi Adha)

PROSES pembelajaran yang berlangsung selama pandemi dan pascapandemi covid-19 ke depan menuntut adanya penyesuaian standar nasional pendidikan di Tanah Air.  Selama pandemi, kegiatan belajar didominasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), bahkan pascapandemi pun diprediksi kegiatan belajar tidak akan sepenuhnya kembali full tatap muka. 

Pakar pendidikan dari Universitas Langlangbuana (Unla) Bandung, Dedi Mulyasana mengatakan, dunia pendidikan telah memasuki era yang tidak normal sepanjang pandemi covid-19 berlangsung di Indonesia dan dunia.  Kegiatan belajar yang biasanya digelar secara tatap muka pun harus berubah nyaris total menjadi PJJ selama hampir dua tahun belakangan. 

Saat ini, meskipun pandemi telah melandai, kegiatan belajar di sekolah pun ternyata tidak dapat sepenuhnya kembali bertatap muka atau luring. Bahkan metode belajar pascapandemi pun diperkirakan akan mengalami banyak perubahan dengan diterapkannya bauran antara tatap muka dan PJJ. 

Untuk itu, kata Dedi, pemerintah diminta mulai memikirkan untuk menyesuaikan sejumlah standar pendidikan nasional yang selama ini berorientasi pada pembelajaran tatap muka (PTM). 

"Pandemi terjadi, belajar dengan PJJ, standar pendidikan otomatis berubah," terang Dedi dalam Workshop Pendidikan "Persiapan pembelajaran atatap muka dalam rangka menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di sekolah". 

Menurut Dedi, delapan standar nasional pendidikan (SNP) pun otomatis berubah dengan model pembelajaran saat ini. Kedelapan SNP tersebut adalah standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

"Memang agak rumit memasuki dunia yang tidak biasa, kurang normal, yang di-manage kompleks. Kita dihadapkan pada kenyataan, bahwa proses pembelajaran tidak bisa normal di kelas, tapi kita masih menggunakan teori-teori lama," ujar Dedi. 

Dedi mengatakan, pembelajaran daring yang berlangsung saat ini tidak menggunakan teori yang benar. Karena semua teori pembelajaran yang digunakan selama pandemi ini dihasilkan dari hasil-hasil riset di mana dunia pendidikan dalam keadaan normal.   

Baik stimulus dan respons, kita dipaksakan. seperti disuruh berenang di lautan, tapi dibekali masker, bukan pelampung. Kemudian standar otomatis juga akan berubah. 8 SNP otomatis akan berubah dengan kondisi pembelajraan seperti ini. Termasuk di antaranya adalah sistem akreditasi juga harus dievaluasi. 

"Kalau sistem akreditasi belum dievaluasi kembali ini agak repot. Misal dulu satu orang guru rasio mengajar 40 siswa atau 1:40. Di luar itu akan tidak rasional.  Tapi sekarang satu orang pendidik bisa mengajar di puluhan titik, Satu kali mengajar bisa diterima ratusan orang. Apakah jumlah siswa di kelas itu masih berlaku?" imbuhnya. 

Pekerjaan rumah lain hasil dari pandemi ini adalah perbaikan tata kelola pembelajaran dari konvensional menuju digital. Sebab jika tidak segera dilakukan perbaikan, maka dampak learning loss semakin tidak dapat terhindarkan lagi. 

"Sebab saat ini, mutu pembelajaran tidak ditentukan lamanya pembelajaran atau jarak. Tapi mutu pembelajaran ditentukan efektif dan tidaknya pembelajaran," tegas Dedi. 

Baca juga : Kemenag Dukung Transformasi IAIN Cirebon Jadi Universitas Islam Siber

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Yayasan Matauli, Fitri Krisnawati Tandjung membagikan pengalamannya saat mengelola sekolah di masa pandemi. Ia juga mengakui jika harus sekuat tenaga untuk menghindari terjadinya learning loss akibat pembelajaran yang tidak optimal selama pandemi. 

"Kami sebagai pengelola sekolah mengakui jika learning loss pasti ada, kita terima. Namun harus dicari solusi bersama untuk mempercepat pemulihannya," kata Fitri. 

Untuk itu, Yayasan Matauli yang lokasi sekolahnya berada di wilayah terdepan Indonesia ini pun mencoba berbagai metode belajar yang menitikberatkan pada pendekatan kolaboratif dan kebersamaan antara siswa, guru, orang tua, bahkan pemerintah. 

"Solusinya finding solution, karena kita dihadapkan pada pendekatan metode belajar yang konvensional, sementara isu yang dihadapi ini benar-benar baru. Jadi mengelola pembelajaran selama pandemi ini harus ada win-win," terangnya.

Fitri pun mengatakan telah melalui berbagai proses coba-coba sebelum akhirnya menemukan formula pembelajaran yang pas di sekolahnya.  

"Ya coba-coba pakai Google Classroom, YouTube, Zoom, WhatsApp, hingga akhirnya ketemu formula yang pas untuk sekolah kami. Karena kebutuhan masing-masing sekolah berbeda, jadi formulanya pasti berbeda juga," terang Fitri.

Akhirnya, kata Fitri, Matauli menggunakan gabungan dari YouTube, Google Clasrrom, Zoom, dan grup WhatsApp. "Jadi pembelajaran dishare menggunakan YouTube, bisa ditonton berkali-kali. Kemudian tugas diberikan lewat Google Classroom, jika masih ada yang belum paham bisa tanya di grup WhatsApp, kalau masih butuh pendalaman, baru kita pakai Zoom," ujar Fitri.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian mengatakan, saat ini pemerintah menerapkan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di seluruh sekolah di Indonesia.

"Ini memang sudah tidak dapat ditawar lagi. Pasalnya, beberapa dampak negatif jika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus dilakukan sangat mengancam anak kita," ujar Hetifah.

Ia pun menyoroti fenomena learning loss yang menyebabkan kemampuan siswa kelas 1 di Indonesia tertinggal enam bulan untuk literasi dan lima bulan untuk numerasi.

Untuk itu, Hetifah mendorong seluruh sekolah yang berada dalam zona aman yang disetujui SKB 4 Menteri untuk melaksanakan PTM Terbatas.

"Saya juga mengajak seluruh warga sekolah, komite orang tua, guru, serta siswa untuk berpartisipasi dan sama-sama menjaga protokol kesehatan. Saya yakin, dengan kolaborasi yang optimal dari semua pihak, implementasi PTM terbatas dapat berjalan dengan lancar dan minim resiko penyebaran," terangnya. (Medcom.id/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya