Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Bantuan untuk Perempuan Kelompok Rentan

Fathurozak
30/9/2021 06:30
Bantuan untuk Perempuan Kelompok Rentan
Para penerima bantuan.(Dok. JAKARTA FEMINIST)

PANDEMI covid-19 yang terjadi selama hampir dua tahun terakhir ini membuat banyak pihak terdampak, termasuk kaum perempuan. Sebagian dari mereka bahkan tergolong kelompok rentan, seperti pembantu rumah tangga atau pengemudi ojek. Belum lagi, riset dari LBH APIK menyebutkan kekerasan berbasis gender juga meningkat tiga kali lipat selama pandemi.

Situasi tersebut kemudian mendorong Jakarta Feminist, organisasi nirlaba yang berfokus pada isu gender dan hubungannya dengan berbagai sektor, mengupayakan penggalangan donasi untuk disalurkan kepada perempuan kelompok rentan. Mereka di antaranya perempuan korban kekerasan, transpuan, buruh perempuan, pekerja rumah tangga, dan mitra ojek daring.

Pada tahun ini, Jakarta Feminist setidaknya telah menyalurkan bantuan antara lain kepada 50 perempuan di Komunitas Srikandi Ojol, 125 orang di Dapur Penyintas Bunda Mayora di NTT, 66 orang di Federasi Serikat Buruh Perempuan Indonesia, 55 orang di Jala PRT, 46 orang di LBH APIK Jakarta dan Semarang, 13 pendamping kekerasan, 3 komunitas transpuan, 99 individu di luar organisasi/serikat, dan 100 perempuan dan anak pencari suaka.

“Inisiatif ini dilakukan oleh Jakarta Feminist. Tapi dalam penyalurannya kami bekerja sama dengan beberapa pihak dan organisasi,” ungkap Direktur Program Jakarta Feminist Anindya Restuviani lewat konferensi video bersama Media Indonesia, Jumat (24/9).

 

Pada tahun lalu, bantuan yang diberikan di antaranya berupa kebutuhan pokok. Namun, pada 2021 karena situasi pandemi yang makin tidak memungkinkan turun ke lapangan, penyaluran bantuan berganti menjadi ke bentuk uang tunai. Bantuan tersebut tidak hanya disalurkan kepada perempuan kelompok rentan di Jakarta, tetapi juga menjangkau beberapa daerah di Indonesia.

Restuviani atau lebih sering disapa Vivi bersama teman-temannya di Jakarta Feminist, yang salah satu fokusnya ialah memberikan pendampingan korban kekerasan, mulanya merespons situasi yang dihadapi LBH APIK, yang ketika itu kesulitan mencari rumah aman dan kekurangan dana. Selain itu, mereka melihat pola kekerasan yang terjadi di rumah saat pembatasan sosial diberlakukan juga meningkat.

“Saat itu pas PSBB (pembatasan sosial berskala besar), rumah aman LBH APIK dipaksa untuk tutup. Mau tidak mau yang tinggal di sana harus dipindahkan ke lokasi lain.”

 

 

Situs layanan

Dari survei yang dilakukan Jakarta Feminist, ada 23% responden mereka yang menyatakan pertama kali mengalami kekerasan saat pandemi terjadi. Adapun hampir 80% dari responden mengalami kekerasan berbasis gender. Situasi tersebut, kata Vivi, antara lain disebabkan oleh kondisi ekonomi sebagai dampak pandemi yang bukan saja berimbas pada kesehatan fisik, tetapi juga berpengaruh pada kondisi finansial.

“Sementara kala itu, pemerintah termasuk penegak hukum belum bisa beradaptasi dengan situasi pandemi. Akhirnya banyak teman yang mengalami kekerasan sulit melaporkan yang mereka alami selama pandemi ini,” lanjut Vivi.

Hal itu terekam dalam catatan tahunan Komnas HAM, bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan menurunan hampir 50% bila dibandingkan dengan jumlah pada 2019. “Angka penurunan laporan kekerasan tersebut disebabkan bukan karena memang kasus kekerasannya yang turun, tetapi karena sulitnya korban dalam melaporkan kasus yang mereka alami,” terang Vivi.

Situasi tersebut kemudian direspons dengan mengoptimalkan situs direktori bantuan pendampingan hukum yang diluncurkan Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, carilayanan.com.

Di situs tersebut, pengakses bisa mencari informasi tentang bantuan bagi korban kekerasan berbasis gender di seluruh Indonesia. Lembaga-lembaga yang ada di direktori itu merupakan lembaga nonpemerintah ataupun lembaga pemerintah. Sebagian besar di antaranya juga menyediakan layanan gratis (tanpa biaya).

“Kami mendorong teman-teman korban kekerasan gender yang membutuhkan bantuan, bisa mengakses Carilayanan. Nantinya bisa mencari informasi sesuai lokasi dan bantuan yang dibutuhkan,” tambah Vivi.

Situasi yang dihadapi oleh kelompok rentan ini, menurut Vivi, juga menunjukkan pemerintah sejauh ini belum menjadikan mereka sebagai prioritas dan diperhatikan secara penuh. Buktinya, antara lain, terlihat dari belum rampungnya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan perombakan pada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Secara eksplisit juga terlihat dari bagaimana kebijakan vaksinasi yang mengharuskan penggunaan KTP, yang membuat para transpuan kesulitan untuk mendapat vaksin di masa pandemi ini. (M-4)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya