Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Hindarkan Anak dari Gangguan Hormon Penghambat Tumbuh Kembang

Eni Kartinah
23/7/2021 18:46
Hindarkan Anak dari Gangguan Hormon Penghambat Tumbuh Kembang
Kegiatan edukasi mengenai kesehatan anak Indonesia yang bekerja sama dengan Kemenkes.(Ist)

PADA tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Peringatan ini penting karena bisa menjadi momentum untuk meneguhkan kepedulian dan partisipasi bersama dalam mewujudkan kesejahteraan anak, termasuk menjaga kesehatan mereka.

Menjaga kesehatan anak merupakan tugas besar yang membutuhkan kerja sama berbagai pihak, termasuk peran swasta. Dalam hal ini, perusahaan farmasi PT Merck Tbk, turut memberikan kontribusinya.

“Kami berkomitmen untuk terus mendukung pemerintah dengan berkontribusi pada upaya melalukan edukasi mengenai kesehatan anak Indonesia, khususnya di dua area keahlian Merck, yakni untuk gangguan tiroid pada anak dan gangguan hormon pertumbuhan,” ujar Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin, dalam keterangan pers, Jumat (23/7).

Ia menjelaskan, gangguan tiroid dapat memberikan efek mendasar dalam perkembangan otak, tumbuh-kembang, serta kesehatan secara menyeluruh. Gangguan ini bisa muncul sebagai kelainan bawaan sejak lahir, yang disebut sebagai hipotiroid kongenital, atau muncul di kemudian hari.

Gangguan tiroid dapat mengakibatkan kelainan retardasi mental pada bayi baru lahir, juga menyebabkan gangguan tumbuh kembang dan gangguan perilaku.

Hipotiroid kongenital dapat dideteksi melalui pemeriksaan skrining. Pada usia 3-4 hari sejak lahir, sampel darah diambil dari tumit bayi, diteteskan ke kertas saring khusus, dan dikirim ke laboratorium. Bayi yang positif mengalami hipotiroid idealnya ditangani dengan intervensi dini berupa terapi sulih hormon levo-tiroksin.

“Jika terapi ini dimulai sebelum bayi berusia 1 bulan, anak dapat tumbuh dan berkembang normal sesuai potensinya,” terang Evie.  

Bagaimana dengan masalah gangguan hormon pertumbuhan?  Kekurangan hormon pertumbuhan (Growth Hormone Deficiency/GHD) mungkin belum banyak dikenal masyarakat. GHD muncul ketika tubuh anak tidak mampu menghasilkan hormon pertumbuhan yang cukup untuk proses pertambahan ukuran tubuh sesuai usianya.

Anak dengan GHD tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan sebayanya. Penanganan yang terlambat mengakibatkan anak sulit mengejar ketinggalan tinggi tubuh yang ideal. Tak hanya itu, kelak ketika dewasa, anak dengan GHD bisa mengalami gangguan fisik dan mental, termasuk fungsi jantung, parameter metabolik, serta tingkat energi dan libido yang rendah.

Masih Minim Pemahaman

Mengingat dampaknya yang begitu besar, gangguan tiroid perlu dideteksi dan ditangani sedini mungkin. Namun, survei yang pernah dilakukan Merck menunjukkan masih banyak pihak yang belum memahami gangguan ini.

“Merck melalui perusahaan riset pasar Opinion Health pada Februari 2016 melakukan survei internasional yang melibatkan 1.600 orang ibu di Eropa, Asia Tenggara, Amerika Tengah/Selatan, Afrika Selatan, dan Arab Saudi. Salah satu hasilnya menunjukkan, 84% responden tidak mengenali gejala gangguan tiroid pada anak,” papar Evie.

Di Indonesia sendiri, lanjutnya, 58% responden menyatakan mereka belum pernah membicarakan gangguan tiroid dengan dokter karena tidak mengetahui gejalanya.

Untuk kalangan tenaga kesehatan, khususnya dokter umum dan anak, 35% belum mengetahui bahwa skrining hipotiroid kongenital (SHK) wajib dilakukan pada bayi yang baru lahir baik dan 70% RS di Indonesia belum menjadikan SHK sebagai pemeriksaan wajib.

“Berangkat dari hasil seurvei tersebut, kami melanjutkan kerja sama melalui Public Private Partnership dengan Kementerian Kesehatan yang dilakukan sejak 2014 untuk membangun kesadaran tentang penyakit tiroid dengan berbagai inisiatif. Di antaranya, bekerja sama dengan Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan untuk kampanye SHK,” papar Evie.

Program tersebut meliputi workshop bagi para dokter dan bidan di puskesmas-puskesmas mengenai

pentingnya melakukan skrining hipotiroid kongenital, termasuk teknik pengambilan sampel darah dan penggunaan kertas saring. Sosialisasi juga dilakukan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia.

“Kami juga melakukan edukasi melalui situs www.tanyatiroid.com, chatboth Tanya Tiro, kampanye sosial media, serta seminar kesehatan bekerja sama dengan komunitas pasien Pita Tosca,” imbuh Evie.

Sejauh ini, program edukasi tersebut sudah menjangkau lebih dari 12.000 dokter umum, dokter anak, bidan, dan perawat 

Jumlah masyarakat yang teredukasi melalui seminar lebih dari 4.000 orang, adapun kampanye media sosial dan melalui search engine (keseluruhan kampanye gangguan tiroid) menjangkau lebih dari 8 juta orang.

Upaya serupa dilakukan untuk edukasi terkait defisiensi hormon pertumbuhan. Merck bekerja sama dengan IDAI meningkatkan kesadaran terkait perawakan pendek pada anak, termasuk perbedaannya dari stunting.

Edukasi kepada orangtua dilakukan melalui kerja sama dengan sejumlah komunitas, juga sekolah-sekolah. Tercatat, program ini menjangkau lebih dari 10.000 dokter umum dan anak. Kesadaran masyarakat terkait perawakan pendek dan monitoring pertumbuhan anak pun makin meninggat.

Ke depan, lanjut Evie, Merck akan terus melanjutkan upaya melakukan edukasi tentang gangguan tiroid pada anak dan defisiensi hormon pertumbuhan.  

“Kedua gangguan kesehatan ini apabila bisa dideteksi lebih awal, maka akan mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang," jelasnya.

"Kami akan melanjutkan kerja sama dengan Kementerian Kesehatan, asosiasi dokter dan para ahli dalam melakukan edukasi ini serta mengeksplorasi inovasi bentuk-bentuk edukasi baru menyesuaikan penggunaan media digital di masa pandemi seperti saat ini,” pungkas Evie. (Nik/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya