Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kemenag Kritik Pengelolaan Dana Haji, BPKH Diminta Tidak Sembrono

M. Ilham Ramadhan Avisena
19/7/2021 16:45
Kemenag Kritik Pengelolaan Dana Haji, BPKH Diminta Tidak Sembrono
Jemaah haji asal indonesia di Mekkah saat melaksanakan ibadah haji pada tahun 2017.( MI/Siswantini Suryandari)

SEKRETARIS Jenderal Kementerian Agama Nizar mengungkapkan, dana haji merupakan isu yang selalu mengemuka di publik lantaran jumlahnya yang besar dan keterikatannya dengan masyarakat Indonesia. Kemenag, kata dia, memiliki beberapa catatan atas pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

"Kekhasannya adalah tenor panjang, yakni sepanjang masa tunggu jamaah haji. Ada jamaah haji yang melakukan setoran awal tahun ini, tapi dana hajinya baru digunakan nanti puluhan tahun mendatang saat berangkat atau ketika membatalkan hajinya," kata Nizar dalam webinar bertajuk Pengelolaan Dana Haji IAEI-BPKH, Senin (19/7).

Dia bilang, masa tunggu haji yang paling lama di Indonesia mencapai 46 tahun. Sedangkan rerata masa tunggu haji di tingkat nasional mencapai 26 tahun. Karenanya dia meminta BPKH mengelola dana secara hati-hati, menjaga keamanan dan akuntabilitasnya.

Kemenag juga menekankan agar paradigma yang dianut BPKH tak terbalik. Menurut Nizar, tanpa adanya BPKH penyelenggaraan haji masih tetap ada dan bisa dilakukan. Oleh karenanya BPKH diminta tak sembrono mengelola dana haji.

Nizar menambahkan, BPKH harus berupaya meningkatkan nilai manfaat dari hasil investasi dana haji yang dilakukan. Sebab, saat ini, nilai manfaat yang dihasilkan BPKH tak berbeda jauh dengan nilai manfaat yang didapatkan Kemenag saat masih mengelola dana haji.

"Saya tercengang, karena ternyata pengelolaan dana haji oleh BPKH tak jauh berbeda dengan ketika dikelola oleh Kemenag. Secara rerata di kisaran 5,4% per tahun, jauh dari yang dijanjikan saat BPKH didirikan, jauh dari yang dijanjikan ketika dilakukan fit and prorper test di DPR, dan ini telah menjadi perhatian DPR dan BPK," imbuh Nizar.

"Jika hanya mendapatkan persentase nilai manfaat yang sama antara Kemenag dan BPKH, saya menilai jamaah dirugikan. Dirugikan karena jemaah harus membiayai operasional lembaga baru yang ternyata hasilnya sama saja. Kita semua paham biaya operasional BPKH diambil dari hasil investasi dana haji dan jumlahnya lumayan besar," sambungnya.

Baca juga: Muhammadiyah Imbau Salat Id di Rumah dan Sembelih Hewan Kurban di RPH

Nizar bilang, pada 2020 biaya operasional BPKH mencapai Rp291,4 miliar. Secara neto, hasil investasi yang dinikmati jemaah menjadi lebih kecil dibandingkan jika dikelola oleh Kemenag yang biaya operasionalnya ditanggung oleh negara.

Padahal, sambungnya, saat dana haji dikelola Kemenag, hanya ada satu direktorat yang mengurusi urusan haji, mulai dari menerima dana, menginvestasikan, dan mengeluarkan.

Hal lainnya ialah penempatan dana haji yang dinilai tak kreatif dan inovatif. Pasalnya, kata Nizar, skema yang digunakan BPKH tak jauh berbeda dengan yang dilakukan Kemenag saat mengelola dana haji. Sebagian besar dana haji masih disimpan dalam bentuk deposito dan sukuk.

"Padahal BPKH diberikan kewenangan lebih untuk melakukan investasi langsung, tidak seperti Kemenag mengelola dana haji. Saya melihat BPKH masih senang bermain aman dan nyaman," ujar Nizar.

Selain itu, arah investasi yang dituju BPKH dinilai belum matang. Itu karena rencana investasi urung dilakukan dan sektor maupun tempat penanaman modal dinilai kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah.

BPKH, imbuh Nizar, berencana menginvestasikan dana haji ke sektor perhotelan, transportasi, dan katering di Arab Saudi. Selain belum terwujud, itu dinilai kontraproduktif karena saat ini pemerintah mengajak investor ke Indonesia untuk mendukung perekonomian.

Kemudian, nilai kenaikan investasi yang dicatatkan BPKH dianggap tak menguntungkan karena didasari pada penambahan jumlah pendaftar haji. "Dampaknya, banyak lembaga keuangan semakin agresif memberi pembiayaan secara diam-diam, jumlah antrean makin banyak, dan masa tunggu semakin lama," imbuh Nizar.

"Saya memandang, biarkan pendaftaran jamaah terjadi secara natural dan tidak perlu intervensi. Jika ingin hasil investai lebih besar, cari instrumen lain yang lebih menguntungkan dibandingkan sukuk dan deposito," lanjutnya.

Kemenag, kata Nizar, mendorong adanya evaluasi kinerja BPKH terkait efektivitas dan efisiensi dalam mengelola dana haji. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya