Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Petugas Pelindung Anak Diduga Rudapaksa Korban Kekerasan Seksual

Tri Subarkah
13/7/2020 08:42
Petugas Pelindung Anak Diduga Rudapaksa Korban Kekerasan Seksual
Ilustrasi(ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

SEORANG anak berinisial NV, 13, di Lampung Timur yang menjadi korban kekerasan seksual kembali mendapat pelecehan. Ironisnya, rudapaksa tersebut diduga dilakukan oleh petugas Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) berinisial DA, 49. Selain pelecehan seksual, DA juga diduga menjual NV ke rekannya yang berinisial B.

Pertemuan NV dengan DA diawali oleh kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh paman korban. Hal itu terjadi sekira akhir tahun 2019. Selama perkara hukum tersebut berlangsung, NV mendapat pendampingan dan bantuan rehabilitasi dari P2TP2A.

Kepala Bidang Hubungan Masyrakat Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad menyebut paman NV sudah dijatuhi hukuman pada bulan Mei 2020 dengan vonis 13 tahun penjara.

"Setelah itu pada tanggal 28 Juni (2020), dikembalikan ke orang tuanya dalam rangka tujuannya sekolah. Mau tahun ajaran baru, daftar-daftar," ungkap Pandra kepada mediaindonesia.com, Senin (13/7).

Selama ini, NV tinggal bersama ayahnya karena sang ibu bekerja sebagai buruh migran. Menurut Pandra, ayah korban merasa sangat nyaman dan percaya dengan pendampingan yang dilakukan oleh DA terhadap NV. Kepercayaan itu membuat ayah NV memperkenankan pelaku untuk bermalam di rumahnya pada Minggu (28/6) lalu. Saat itulah puncak rudapaksa yang dilakukan oleh DA terjadi, bahkan saat ayah korban ada di rumah.

"Pada malam hari itu, itu saking percayanya, DA itu kadang-kadang diperkenankan untuk bermalam di rumahnya NV atau ortunya si korban ini. Kesempatan-kesempatan itulah yang diambil oleh tersangka DA untuk kesekian kalinya," jelas Pandra.

"Laporan yang dilakukan malam itu saja sudah empat kali," sambungnya.

Dihubungi terpisah, Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan menjelaskan rudapaksa yang dilakukan oleh DA terhadap NV dilakukan dalam rentang waktu Januari hingga 28 Juni. Dari pengakuan NV, pelecehan itu sudah terjadi lebih dari 10 kali. Sebelum dikembalikan ke rumahnya, rudapaksa terhadap NV dilakukan DA di rumah pelaku. P2TPA2A yang merupakan lembaga independen mitra Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sendiri tidak memiliki rumah aman di Lampung Timur.

Chandra menyebut pada tanggal 28 Juni itu, korban mendapat ancaman serius dari DA.

"Mau dibunuh, mau dicincang kakinya, diancam mau disantet orang tuanya kalau dia berani ngomong," ujar Chandra.

Tak kuasa memikul beban seorang diri, NV akhirnya berani bercerita kepada sepupunya. Dari sepupunya itulah, sang ayah akhirnya mengetahui kejadian tersebut. Menurut Pandra, ayah korban membuat laporan polisi pada Jumat (3/7) lalu sekitar pukul 23.30 WIB.

"Pemeriksaan awal dilakukan oleh petugas SPKT Polda Lampung. Itu pemeriksaan pendahuluan, karena kondisi korban dalam keadaan lemah, trauma, letih. Tapi tetap dilakukan visum et repertum di RS Abdoel Moeloek Lampung," jelasnya.

Pihak kepolisian terus melakukan pengembangan terhadap laporan tersebut. Sampai Selasa (7/7) kemarin, sebanyak delapan orang telah diperiksa sebagai saksi. Di hari itu juga, polisi resmi menetapkan DA sebagai tersangka.

"Dapat disimpulkan, bahwa patut diduga, terlapor DA ini adalah sebagai pelaku yang diduga melakukan tindak pidana terhadap anak adi bawah umur terhadap korban NV, yang mengakibatkan trauma. Dan hasil visum juga mendukung seperti itu," papar Pandra.

Pelaku dijerat dengan Pasal 76D jo Pasal 81 UU No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. 

"Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun, kemudian ada tuntutan membayar ganti rugi Rp5 miliar. Bahkan ada PP, Peraturan Pemerintah 2016 itu hukuman kita termasuk membuka identitas pelaku, bahkan ancamannya sampai hukuman mati, dan pemasangan alat pendeteksi," jelas Pandra.

baca juga: Kasus Pernikahan Dini Naik Terus, Kaltim Gelar Geber

Sejak Rabu (8/7), pihak kepolisian sudah melayangkan surat pemanggilan terhadap tersangka melalui kerabatnya. Pandra menegaskan pihaknya menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap kasus ini.

"Kita berharap dengan panggilan ini, keluarga, kerabat tersangka yang mengetahui keberadaan DA harus cepat memberitahukan kepada kita. Kita melihat kesadaran tersangka, termasuk keluarga tersangka. Supaya ada pembelajaran hukum," tandasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya