Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
MEMPERINGATI 25 tahun berkreasi di jagad perfilman Indonesia, sutradara Rudi Soedjarwo siap merilis film teranyarnya, Saat Menghadap Tuhan, 6 Juni 2024 mendatang.
Melalui Saat Menghadap Tuhan, Rudi berupaya mengeksplorasi isu-isu yang ia rasa perlu untuk lebih sering dibicarakan secara terbuka di masyarakat, antara lain soal perundungan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, trauma masa kecil, hingga self-love.
Saat Menghadap Tuhan merupakan film pertama yang diproduksi production house baru rintisan Rudi, RexCorp.
Baca juga : Baim Wong Lakukan Debut Sebagai Sutradara Lewat Film Lembayung
Menjelang penayangannya di bioskop seluruh Indonesia, bulan depan, ReXcorp pun telah mengungkap poster dan trailer resmi film yang dibintangi Rafi Sudirman, Abielo Parengkuan, Denisha Wahyuni, Dede Satria, Cindy Sebastiani, Gilbert Pattiruhu, Aryani Willems, dan Poppy Sovia itu.
Baca juga : Sofia WD Retas Jalan bagi Sutradara Perempuan
Ide cerita Saat Menghadap Tuhan merupakan cermin kegelisahan yang muncul dari pengalaman pribadi Rudi, yang kemudian ia kembangkan dan tulis naskahnya bersama Djemima.
Rudi berangkat dari premis yang cukup sederhana: dari sekian banyak tindak kekerasan traumatis yang acap kali menimpa remaja, siapa yang paling bertanggung jawab melindungi dan membimbing mereka?
Dengan menuangkan keresahannya tersebut dalam film —sebuah medium populer dengan kemampuan menenstimulasi emosi melalui panca indera— Rudi menaruh harap bahwa karyanya ini bisa mengajak audiensnya agar selalu berusaha mengenali diri sendiri dan menggali kehidupan secara lebih dalam.
Baca juga : Francis Ford Coppola Rilis Teaser Megalopolis
MI/HO--Cuplikan adegan film Saat Menghadap Tuhan
Film ini juga diiintensikan sebagai pemantik dialog, untuk selalu mempertanyakan dogma-dogma yang dijejalkan oleh masyarakat secara serta-merta.
Dengan mengadvokasikan berpikir kritis melalui tuturan kisah Saat Menghadap Tuhan, Rudi berharap mampu mendorong penontonnya untuk berani vokal, bertindak, hingga memutus rantai trauma dan luka batin yang disebabkan oleh generasi pendahulunya.
Baca juga : Lukman Sardi Perlu 8 Tahun Lebih untuk Kembali Jadi Sutradara
Saat Menghadap Tuhan bersentral pada kisah empat remaja dengan masalah masing-masing, namun disatukan oleh tali kenestapaan yang sama: penyesalan.
Tiap kisah dari keempat protagonis ini, mewakili satu isu yang jamak ditemui di tengah masyarakat saat ini.
Damar (Rafi Sudirman), seorang pemuda yang berangan ingin membahagiakan hidup ibunya, tumbuh dengan trauma dan kemarahan yang mengendap setelah menyaksikan ayahnya mati sia-sia di tangan seorang preman.
Terbiasa diajarkan untuk tidak mengutarakan isi hatinya, gemuruh emosi dalam dirinya bak gunung berapi aktif yang bisa meletus kapan saja.
Gito (Abielo Parengkuan), adalah sahabat Damar yang lahir dari keluarga serba berkecukupan. Di balik hidupnya yang tampak tak bermasalah, tidak terciptanya komunikasi yang sehat antara dirinya dan orangtuanya membuat ia tumbuh menjadi pribadi yang kikuk secara sosial, dan membuatnya jadi sasaran perundungan.
Nala (Denisha Wahyuni) hidup di tengah keluarga yang gagal menjadi ruang aman dan lingkar pelindung utama bagi seorang remaja; dengan para lelaki di keluarganya tampak enteng saja menyakiti anggota perempuannya. Untungnya, Nala bisa menemukan ketenangannya dalam aktivitas dalam bermusik, yang ia gunakan sebagai pelarian dari pahitnya realita.
Sedangkan Marlo (Dede Satria), adalah sosok jagoan di sekolah, berayahkan pria bertahta dan tumbuh dengan bahasa cinta berwujud kekuasaan.
Dibesarkan oleh ayah yang biasa membuatnya merasa kerdil, Marlo pun tumbuh menjadi remaja yang tidak sungkan merundung dan membuat orang lain juga merasa kerdil; menciptakan rantai trauma yang diteruskan antargenerasi.
Meskipun ingin bisa menjalani kehidupan normal seorang remaja, trauma dan luka batin yang mereka alami membuat keempatnya saling terkoneksi sembari bertarung dengan perangnya sendiri-sendiri.
Trailer Saat Menghadap Tuhan, yang diluncurkan pada 8 Mei 2024 lalu secara daring, diawali dengan handheld shot seorang karakter yang tengah berlari sambil berteriak histeris.
Secara visual, dari adegan ini bisa ditarik benang merah unsur-unsur sinematik khas yang bisa ditemukan di dua karya Rudi terdahulu; sekuens berlarian di Mengejar Matahari dan nuansa kelam gang-gang sempit perkotaan di 9 Naga.
Hal ini, tentu menjadi homage yang menjadi daya tarik tersendiri, khususnya bagi pecinta film-film buatan Rudi. Namun, tidak hanya dari segi estetikanya saja ciri khas Rudi yang bisa ditemukan dalam Saat Menghadap Tuhan.
Satu hal yang selalu konsisten dilakukan Rudi sejak film pertamanya, Bintang Jatuh di tahun 1999, tak luput ia ulang lagi di film terbarunya ini: meng-highlight aktor-aktris baru!
Saat Menghadap Tuhan, yang keempat tokoh protagonisnya diperankan oleh empat aktor dan aktris baru dan berbakat, sangat patut dinantikan oleh semua pecinta film Indonesia.
Mengingat dari rekam jejaknya, film-film Rudi kerap menjadi batu loncatan bagi para pelakon muda berbakat, yang di kemudian hari, berhasil berkembang menjadi aktor dan aktris papan atas.
“Kenikmatan dan kepuasan saya bikin film adalah bila mampu melahirkan manusia-manusia baru yang berbakat, baik di depan layar maupun di belakang layar dalam film saya. Jadi, karya saya bukan hanya filmnya, tapi juga manusia yang terlibat dalam pembuatannya. Hal itu yang membuat semua jadi layak diperjuangkan,” ungkap Rudi Soedjarwo
Film perdana Rudi, Bintang Jatuh, merupakan debut layar lebar dari dua aktris pemenang Piala Citra, Dian Sastrowardoyo dan Marcella Zalianty.
Bintang Jatuh pula yang meyakinkan duo produser Mira Lesmana dan Riri Riza, untuk akhirnya menggaet Rudi untuk menyutradarai Ada Apa dengan Cinta? (2002).
Selain saat ini telah menjadi salah satu film Indonesia paling ikonis sepanjang masa, Ada Apa dengan Cinta? juga menjadi penampilan debut aktor dan aktris muda yang dikemudian hari berhasil memosisikan diri mereka sebagai aktor kawakan (tiga di antaranya juga berhasil memenangkan Piala Citra), Nicholas Saputra, Adinia Wirasti, Ladya Cheryl, dan Sissy Priscillia.
Dalam rentang 10 tahun setelahnya, film-film besutan Rudi konsisten melahirkan bakat-bakat cemerlang masa depan perfilman Tanah Air. Mengejar Matahari (2004) yang jadi film pertama Fedi Nuril dan Fauzi Baadila; Sigi Wimala yang debut di Tentang Dia (2005); Dwi Sasono mendapatkan peran layar lebar pertamanya di Mendadak Dangdut (2006); Poppy Sovia, yang juga tampil dalam Saat Menghadap Tuhan, pertama kali bermain dalam layar lebar di Mengejar Mas-Mas (2007); dan dua personel Coboy Jr., Bastian Steel dan Iqbaal Ramadhan, pertama kali menjajal berakting di Lima Elang (2011). (RO/Z-1)
Busana SukkhaCitta yang dipakai dalam film tersebut adalah gaun biru ikonis yang dikenakan oleh aktris Sheila Dara Aisha sebagai tokoh Sore.
Film Host yang tayang di Prime Video menjadi interpretasi sinematik pertama dari legenda Thailand tentang Mae Sue, roh penjaga bayi baru lahir.
Film Kang Solah From Kang Mak x Nenek Gayung merupakan spin-off dari film Kang Mak From Pee Mak, yang sukses besar pada 2024.
Film itu akan menyajikan cerita perjalanan hidup Aqilla setelah merelakan anak kandungnya Baskara (Faqih Alaydrus) untuk diasuh oleh pasangan Arif dan Yumna di Surakarta.
Sosok hantu yang menyeramkan itu bakal muncul di film Kang Solah From Kang Mak X Nenek Gayung, spin off dari film Kang Mak from Pee Mak.
AKTRIS Lily Collins, pemeran utama dalam serial Emily in Paris sudah terjun ke dunia hiburan sejak masih balita, tepatnya tahun 1992 saat usianya baru dua tahun.
Baim Wong secara emosional mengungkapkan rasa syukur atas kepercayaan yang diberikan para bintang film layar lebar seperti Christine Hakim hingga Oka Antara di film Sukma.
Film Nobody 2 garapan sutradara Timo Tjahjanto dijadwalkan ditayangkan di bioskop Indonesia mulai 13 Agustus 2025.
Menurut Joko Anwar, kedua syarat ini penting dipenuhi untuk memastikan bahwa setiap karya tidak hanya menghibur, tetapi juga memiliki kedalaman dan inovasi.
Sutradara Joko Anwar kembali menggarap genre komedi yang dibalut elemen horor bertajuk Ghost in The Cell (Hantu di Penjara).
Film Perang Jawa diumumkan memasuki tahap praproduksi, bertepatan dengan peringatan 200 tahun Perang Jawa.
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa cerita bermuatan lokal dan inovasi dengan cerita tersebut adalah kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu peluang perfilman nasional menembus global.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved