Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
TAHUN 2021 merupakan sebuah penanda bahwa Garin Nugroho telah berkecimpung di dunia film selama 40 tahun, pencapain itu pun dirayakannya dengan sebuah karya yang penuh kegembiraan dan menyenangkan.
Dalam perayaan 40 tahun, Garin menghadirkan film berjudul Sepeda Presiden. Berbeda dengan film-filmnya terdahulu yang bersifat serius, dewasa dan njelimet, kali ini, dia memilih bersenang-senang dan berpetualang bersama anak-anak Papua.
"Yang penting, saya ingin gembira dan jadi anak-anak kembali. Saya bosen dewasa, jadi saya anak-anak aja. Enggak perlu mikir, dengar orang nyanyi, lihat orang nari gitu kan, dapat pemandangan alam," ujar Garin, dikutip Rabu (22/12).
Baca juga: Garin Nugroho Berencana Rilis Film Horor pada 2022
"Maka, merayakan ini (40 tahun) juga harus dirayakan di tempat yang memiliki bakat seni tari, akting, dan kemampuan yang jarang diangkat," lanjutnya.
Garin mengaku sangat bersyukur tetap bisa produktif di industri film tanah air. Dia telah merasakan berbagai era dengan beragam tema yang dihadirkan.
Saat zaman krisis film Indonesia, Garin cukup berani menghadirkan empat film yakni Cinta dalam Sepotong Roti (1991), Surat untuk Bidadari (1994), Bulan Tertusuk Ilalang (1995), dan Daun Di Atas Bantal (1998).
Dia mampu menembus batasan dan zaman saat perfilman Indonesia sedang lesu bahkan menembus berbagai festival internasional. Kini, setelah 40 tahun, Garin ingin memberikan sesuatu yang berarti bagi Indonesia, khususnya Papua.
"Kini merayakan di tengah bakat anak-anak muda baru, itu kan menyenangkan sekali sebetulnya dan masih bisa produktif bekerja sama dengan anak-anak baru dan bisa kembali ke Papua," kata sutradara film Kucumbu Tubuh Indahku itu.
Dalam rentang 40 tahun tentu banyak hal yang dihadapinya, kegagalan jelas sudah dialaminya berkali-kali. Namun, bagi Garin, hal tersebut tidaklah penting.
Bagi Garin, 40 tahun adalah komitmennya untuk terus bekerja keras dan konsisten menghadirkan karya.
Bukan lagi soal materi yang didapat selama menjadi sutradara, melainkan keasyikan dalam menghadirkan karya.
"Ketika memilih film, kita harus kerja keras. Kehilangan duit dan harus nyari, tapi itu cara bertahan yang indah," ujar Garin.
Sutradara trilogi Opera Jawa itu melanjutkan, "Saya bisa bilang hidup saya asyik karena saya memilih apa yang saya inginkan."
Pria kelahiran 6 Juni 1961 itu mengatakan sangat senang bisa berada dalam sejarah film Indonesia dan tumbuh bersama para sineas muda seperti Hanung Bramantyo, Ifa Isfansyah, dan Anggi Noen yang tak lain adalah para muridnya.
Garin mengungkapkan salah satu hal yang membuatnya bangga berada di titik ini adalah dapat menyaksikan para muridnya bisa berkarya lebih baik dari dirinya.
"Kalau tumbuh sendiri tapi tanaman lain rusak, ekosistemnya berarti enggak baik dan akan ikut mati juga. Dalam 40 tahun ini, tumbuh ekosistem yang sangat bagus dan mampu berkarya yang langka," kata ayah dari sutradara Kamila Andini itu.
Garin juga menggambarkan dirinya sebagai Indonesia kecil. Setiap karya yang diciptakannya mampu mewakili era tertentu pada sejarah Indonesia.
Misalnya, film tentang awal Indonesia tergambar dalam Guru Bangsa Tjokroaminoto (2014), Nyai (2016), era Kemerdekaan lewat Soegija (2012), tahun 1965 tergambar dalam Puisi Tak Terkuburkan (2000), tentang era Soeharto dalam Aach Aku Jatuh Cinta (2015) hingga era Presiden Joko Widodo melalui Sepeda Presiden.
"Jadi kalau mau lihat Indonesia dalam 40 tahun, Anda akan bisa lihat mikro Indonesia lewat karya-karya saya yang kebanyakan sensitif," ucap Garin.
Terus produktif secara konsisten selama 40 tahun tidak pernah membuat Garin jenuh. Salah satu kuncinya adalah pantang melakukan sesuatu yang hasilnya sudah pasti terlihat bagus.
"Saya kalau ada adegan yang biasa aja, saya tinggal tidur. Kalau yang sudah tahu pasti bagus apa gunanya? Untuk apa mengulang sesuatu yang sudah pasti bagus," katanya.
Garin selalu berusaha untuk mencari karya-karya yang berbeda dari sebelumnya. Tidak heran jika dirinya banyak membuat produksi dari berbagai media mulai dari pertunjukan teater, film pendek, film dokumenter, film panjang, hingga film biografi.
"Harus cari yang tidak jenuh, kita harus cari sesuatu yang tidak pernah kita lakukan, itu yang membuat saya tidak pernah tidur," ujar Garin.
Garin, selama ini, dikenal sebagai sosok sutradara yang selalu memegang teguh idenya atau idealis. Padahal, menurutnya, sepanjang berkarier di industri film yang dilakukannya selalu bernegosiasi dan bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Garin, tidak ada manusia yang 100% idealis. Namun setiap keyakinan akan menemukan jalannya sendiri, itulah prinsip yang selalu dipegang oleh Garin.
"Saya percaya setiap ide itu kayak tanaman, setiap tanaman akan mencari airnya sendiri atau fundingnya sendiri ketika dia ditempatkan di tempat yang tepat. Makanya jangan pernah menghitung kegagalan, itu menjenuhkan," katanya.
Layaknya teknologi yang terus berkembang setiap waktu, industri perfilman pun demikian. Garin juga tidak menutup mata pada hal tersebut.
Dia menyebutkan dalam periode 5-10 tahun sekali, selalu mengikuti ekosistem yang berkembang seperti seperti membuat film pendek untuk merek ponsel, membuat tayangan untuk OTT, serial musikal di YouTube serta pertunjukan teater.
Dari sana banyak yang bisa dipelajari agar tidak ketinggalan zaman. Setiap periode, Garin selalu menempatkan dirinya untuk berada di titik nol.
"Saya beruntung bisa melakukan itu dan saya selalu mencoba dari nol terus," ucap Garin.
Mulai tahun ini, Garin juga memutuskan menggandeng sutradara lain dalam membuat film.
Di film Sepeda Presiden, Garin mengajak Hestu Saputra, sedangkan untuk karya mendatang Puisi Cinta yang Membunuhku, dia mengajak Kinoi Lubis yang sudah berpengalaman dalam pembuatan film bergenre horor.
"Bentuk seni itu banyak, ekosistem yang baru dan ini semua menegangkan buat saya. Tapi kalau tidak menegangkan untuk apa hidup? Bisa tidur lagi nanti saya," ujar Garin.
Kolaborasi mampu membuka sudut pandang baru bagi Garin, baik dari sisi produksi, cara kerja, teknologi hingga strategi target penonton.
Garin tidak pernah merasa lebih unggul dibandingkan dengan sutradara lainnya, meski jam terbangnya telah jauh berbeda. Dia mengaku sangat santai dan menikmati kerja bersama sutradara muda.
"Senang saja, rileks. Saya belajar dan dapat semangat baru. Saya banyak belajarlah di setiap ekosistem. Sutradara itu harus belajar berpindah, harus berani jadi badut di sirkus. Itu baru seniman besar," katanya.
Di perayaan 40 tahun ini pun, Garin bersedia untuk kembali jatuh dan bangkit lagi serta menjaga keseimbangan melalui beragam jenis karya.
Tidak ada target yang ingin dicapainya, Garin hanya ingin bersenang-senang dan bergembira untuk merayakan puluhan tahun yang telah dilewatinya bersama perfilman Indonesia. (Ant/OL-1)
Pria berusia 25 tahun tersebut meninggal dunia di salah satu penginapan di Jalan Maribaya, Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Di tempat yang berbeda, beberapa teman Yura Yunita lainnya juga merayakan ulang tahunnya.
Miley Cyrus menjelaskan bahwa sejatinya para perempuan di usianya banyak yang mengenakan bikini dan sementara dirinya merasa nyaman mengenakan celana pendek.
Kemajuan teknologi juga dinilai Maudy Ayunda membuat sistem pendidikan jadi lebih mudah karena dapat digelar baik di dalam maupun luar kelas dengan berbagai jenis metode pembelajaran.
Citra Scholastika mengatakan ketertarikannya terhadap dunia tulis dimulai sejak menyadari bahwa kegiatan tersebut lebih menyenangkan dari sekadar membaca buku.
Jerome Kurnia mengungkapkan pesan yang selalu ia ingat, yang ia yakini berasal dari Paus atau ajaran Katolik.
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa cerita bermuatan lokal dan inovasi dengan cerita tersebut adalah kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu peluang perfilman nasional menembus global.
Saat audisi film Tinggal Meninggal, aktor Omara Esteghlal terlihat berbeda dengan kebiasaannya mengemut lemon, yang menurut Kristo Immanuel adalah tingkah laku yang tidak umum.
Kristo Immanuel dan Jessica Tjiu mengusung cerita yang lahir dari keresahan akan realitas sosial yang dibalut unsur komedi getir dan pakem penyutradaraan breaking the fourth wall.
Film Tinggal Meninggal produksi Imajinari tersebut akan tayang d bioskop mulai 14 Agustus.
Memproduksi film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu memberikan tantangan yang signifikan bagi Monty Tiwa.
Rizal Mantovani juga membangun nuansa horor melalui memori kolektif tentang sebuah imajinasi apa yang terjadi ketika sebuah televisi sudah tak menyala lagi di malam hari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved