Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Sektor Keuangan Terjaga, Kredit Perbankan Tumbuh 8,8 Persen

Insi Nantika Jelita
02/6/2025 16:34
Sektor Keuangan Terjaga, Kredit Perbankan Tumbuh 8,8 Persen
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.(Dok. Antara)

OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) menegaskan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah tensi perdagangan global. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit perbankan pada April 2025 yang tumbuh 8,88% secara year on year (yoy) menjadi sebesar Rp7.960,94 triliun. Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Mei 2025 secara daring, Senin (2/6).

"Dari sisi jenis penggunaannya, kredit investasi menunjukkan pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 15,86%," ujarnya.

Penggunaan ini diikuti kredit konsumsi yang tumbuh sebesar 8,97%, serta kredit modal kerja yang meningkat sebesar 4,62% yoy. Sementara itu, dari sisi kepemilikan, bank-bank milik negara (BUMN) menjadi motor utama pertumbuhan kredit, dengan kontribusi pertumbuhan sebesar 8,82% yoy.

Jika ditinjau berdasarkan jenis debitur, kredit kepada korporasi mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 12,77%. Kredit untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga menunjukkan kinerja positif, dengan pertumbuhan 2,60%. Menariknya, kredit usaha kecil menjadi segmen UMKM yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yakni 9,48%.

"Hal ini sejalan dengan fokus perbankan dalam memperbaiki dan memulihkan kualitas kredit di sektor UMKM," terang Dian.

Dari sisi penghimpunan dana, dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan sebesar 4,55% yoy, menjadi Rp9.047 triliun. Pertumbuhan ini didukung oleh peningkatan pada ketiga komponennya, yaitu giro sebesar 6,02%, tabungan 6,05%, dan deposito 2,07%.

Likuiditas perbankan juga tetap berada pada level yang aman dan memadai. Rasio alat likuid terhadap dana non-inti (AL/NCD) tercatat sebesar 111,32%, dan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 25,23%, masing-masing jauh di atas ambang batas minimum yang ditetapkan sebesar 50 persen dan 10%. Selain itu, rasio kecukupan likuiditas (Liquidity Coverage Ratio/LCR) berada di level 200,35%, mencerminkan kondisi likuiditas yang sangat kuat.

Dari sisi kualitas aset, perbankan berhasil menjaga rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) pada level terkendali, yaitu 2,24% secara gross dan 0,83% secara net.

"Sementara itu, rasio kredit berisiko (Loan at Risk/LAR) tercatat sebesar 9,92%," tambah Dian.

Ketahanan perbankan juga ditopang oleh permodalan yang kuat. Hal ini terlihat dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang mencapai 25,43%. Sementara itu, kontribusi kredit buy now pay later (BNPL) terhadap total kredit perbankan masih relatif kecil, yakni hanya 0,27%.

Per April 2025, kredit BNPL tumbuh sebesar 26,59 persen yoy, dengan nilai mencapai Rp21,435 triliun dan jumlah rekening pengguna mencapai 24,436 juta.

Resiliensi Perekonomian Domestik

Dalam kesempatan sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan sektor jasa keuangan tetap resilien, meskipun dihadapkan pada perang dagang dan geopolitik global.

"Stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah dinamika tensi perdagangan global," ucapnya.

Mahendra menyampaikan pelaku pasar menyambut positif kesepakatan dagang sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada 12 Mei 2025 yang berlaku untuk 90 hari. Hal ini diyakini dapat menurunkan tensi perdagangan global, sehingga mendorong penguatan pasar keuangan global.

"Hal ini  diikuti penurunan volatilitas pasar keuangan dan capital inflow ke pasar negara-negara berkembang," imbuhnya.

Kebijakan moneter global juga dikatakan semakin akomodatif dengan beberapa bank sentral menurunkan suku bunga, menyuntikkan likuiditas ke pasar, atau menurunkan reserve requirement. Kebijakan fiskal global juga cenderung ekspansif meski ruang fiskal terbatas.

Di tengah perkembangan itu, The Fed, bank sentral di Amerika Serikat, menyeratkan mempertahankan suku bunga lebih panjang atau fed fund rate (FFR) high for longer, yang menunggu kepastian dari kebijakan tarif dan dampaknya terhadap beberapa indikator perekonomian.

"Hal ini mendorong pasar menurunkan estimasi penurunan FFR menjadi dua kali di tahun 2025 dari sebelumnya tiga sampai empat kali penurunan," kata Mahendra.

Sementara itu, perekonomian domestik masih menunjukkan resiliensinya di tengah tingginya dinamika global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia positif pada kuartal pertama 2025 meskipun terlihat dengan laju yang sedikit melambat, menjadi 4,87%

Permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga tetap menjadi motor utama yang tumbuh sebesar 4,89%. Inflasi dalam negeri tetap terjaga, tercatat sebesar 1,95% dan masih dalam rentang target Bank Sentral Bank Indonesia.

Beberapa indikator perekonomian terkini juga masih menunjukkan resiliensi. Di antaranya, neraca perdagangan yang terus mencatat surplus, divisi transaksi berjalan yang menyempit menjadi 0,05% dari produk domestik bruto (PDB) dari sebelumnya 0,87% dan cadangan devisa tetap stabil di level yang tinggi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya