Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankan Lambat, Ini Alasannya

Ihfa Firdausya
21/8/2025 19:45
Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankan Lambat, Ini Alasannya
Gubernur BI Perry Warjiyo.(Dok. Antara)

PENURUNAN suku bunga kredit perbankan tercatat masih berjalan lambat setelah suku bunga acuan (BI-Rate) dipangkas sebesar 100 basis poin (bps) sejak September 2024.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Agustus 2025, Rabu (21/8), mengatakan suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16% pada Juli 2025 atau masih relatif sama dengan bulan sebelumnya.

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menyebut penurunan BI Rate memang belum sepenuhnya diterjemahkan menjadi penurunan suku bunga kredit di perbankan. Menurutnya, ada beberapa alasan utama mengapa transmisi kebijakan moneter ini cenderung lambat.

Pertama, perbankan masih harus menjaga bunga simpanan agar dana pihak ketiga (DPK) tidak lari ke instrumen lain yang lebih menarik seperti SBN atau SRBI. Karena itu, meskipun BI Rate turun, bank tidak bisa serta-merta memangkas bunga deposito terlalu agresif.

"Akibatnya, biaya dana tetap relatif mahal dan bank berhati-hati menurunkan bunga kredit," ungkap Josua saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (21/8).

Kedua, selama periode suku bunga tinggi, bank tidak banyak menaikkan bunga kredit (hanya sekitar +30 bps ketika BI Rate naik 225 bps pada 2022–2023). Artinya, kata Josua, bank menyerap sebagian beban sendiri.

Saat BI Rate turun, bank juga memilih menurunkan suku bunga kredit secara bertahap agar margin keuntungan tidak tertekan terlalu cepat. "Dengan kata lain, bank mengatur keseimbangan antara menjaga profitabilitas dan mendukung kredit," jelasnya.

Ketiga, pertumbuhan kredit per Juli 2025 hanya sekitar 7% yoy, di bawah target 8–11%. Josua menyebut dunia usaha banyak menggunakan dana internal ketimbang berutang, sementara permintaan konsumsi juga belum pulih kuat.

"Dalam kondisi ini, bank tidak tergesa-gesa menurunkan bunga karena khawatir permintaan tetap tidak naik signifikan, sehingga yield kredit justru berkurang tanpa diimbangi volume pinjaman," paparnya.

Keempat, perbankan masih mencermati risiko eksternal, seperti ketidakpastian global akibat perang dagang AS dan gejolak geopolitik. Menurutnya, BI sendiri menyebut bank bersikap lebih hati-hati dalam menyalurkan pinjaman.

Hal ini membuat bank memilih strategi konservatif dalam pricing kredit, agar jika risiko meningkat (misalnya NPL naik), bank masih punya bantalan dari bunga yang relatif lebih tinggi.

Kelima, bank besar lebih fleksibel dalam menurunkan bunga kredit karena likuiditas kuat, sementara bank menengah–kecil lebih berhati-hati. Selain itu, adanya gap antara BI Rate dan LPS Rate sejak 2022 juga mempengaruhi strategi suku bunga deposito, sehingga efeknya ikut menahan penurunan bunga kredit.

"Jadi, meski BI Rate sudah empat kali turun tahun ini, perbankan memilih gradual dalam menurunkan bunga kredit. Pertimbangan utama mereka adalah menjaga dana tetap masuk, mempertahankan margin laba, dan mengantisipasi risiko kredit serta ketidakpastian global," ungkap Josua.

"Namun dengan tekanan BI dan pemerintah, tren penurunan bunga kredit kemungkinan akan berlanjut secara bertahap dalam beberapa bulan ke depan," pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya