Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
KEPALA Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyampaikan kinerja intermediasi perbankan dalam posisi stabil dan tangguh. Pada Mei 2025, kredit tumbuh sebesar 7,77% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi sedekat Rp8.059,79 triliun.
Dari sisi jenis penggunaan, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 12,53% yoy, disusul oleh kredit konsumsi sebesar 8,49%, dan kredit modal kerja sebesar 4,45%. Jika dilihat berdasarkan kepemilikan bank, pertumbuhan tertinggi terjadi pada bank umum swasta nasional domestik yang mencapai 10,78% yoy.
"Intermediasi perbankan dalam posisi stabil dengan profil risiko yang tetap terjaga. Kredit perbankan tumbuh 7,77% yoy," ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan secara daring, Senin (4/8).
Dian melanjutkan kredit berdasarkan kategori debitur juga menunjukkan tren positif, terutama pada segmen korporasi yang tumbuh 10,78% yoy. Sementara itu, kredit kepada sektor UMKM tumbuh lebih moderat sebesar 2,18% yoy, mencerminkan fokus perbankan dalam memperbaiki kualitas kredit di segmen ini.
Secara sektoral, penyaluran kredit mengalami pertumbuhan yang mengesankan di sejumlah sektor ekonomi. Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh signifikan sebesar 20,69% yoy, disusul sektor jasa (19,17%), transportasi dan komunikasi (17,94%), serta sektor listrik, gas, dan air (11,23%).
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 6,96% yoy menjadi Rp9.329 triliun. Komponen giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 10,35%, 6,84%, dan 4,19%.
Penurunan BI rate turut mendorong penurunan suku bunga perbankan, di mana rata-rata tertimbang suku bunga kredit tercatat turun 11 basis poin menjadi 8,99%.
"Hal ini didorong oleh penurunan pada suku bunga kredit produktif. Sementara itu, rata-rata tertimbang suku bunga DPK juga mulai menurun dibandingkan bulan sebelumnya," kata Dian.
Likuiditas perbankan tetap terjaga dengan baik. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) berada di level 118,78%, dan rasio Alat Likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 27,05%, keduanya jauh di atas ambang batas minimum yang ditetapkan, yaitu masing-masing 50% dan 10%. Sementara itu, Liquidity Coverage Ratio (LCR) tercatat sebesar 169,04%, menunjukkan ketahanan likuiditas yang solid.
Kualitas aset perbankan juga tetap terjaga. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) gross berada di angka 2,22%, sedangkan NPL net di level 0,84%. Loan at Risk (LAR) juga mengalami penurunan menjadi 9,73%, dan kini telah kembali stabil pada level pra-pandemi.
Dari sisi permodalan, perbankan nasional menunjukkan ketahanan yang kuat, dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,81%. Angka ini menjadi bantalan penting dalam mitigasi risiko, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang masih berlanjut.
Adapun portofolio pembiayaan melalui skema Buy Now Pay Later (BNPL) di sektor perbankan masih relatif kecil yaitu sebesar 0,28% dari total kredit. Namun, segmen ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat secara tahunan. Per Juni 2025, outstanding kredit BNPL yang tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) tumbuh 29,72% yoy, mencapai Rp22,99 triliun dengan jumlah rekening sebanyak 26,96 juta.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga. Sejalan dengan itu, laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) turut menunjukkan sinyal positif, di mana proyeksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia pada 2025 dan 2026 mengalami peningkatan.
Proyeksi ini terdorong berbagai faktor. Yakni, aktivitas ekonomi global yang lebih baik dari perkiraan pada paruh pertama 2025, tarif resiprokal AS yang lebih rendah dari pengumuman sebelumnya, perbaikan likuiditas global, serta kebijakan fiskal sejumlah negara yang cenderung akomodatif.
"Tensi perang dagang juga mulai mereda, seiring tercapainya kesepakatan tarif antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara mitra utama," jelas Mahendra.
Kondisi tersebut, lanjutnya, mendorong tren positif pada indikator ekonomi global, seperti meningkatnya kinerja manufaktur dan perdagangan internasional, serta rilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 dari negara-negara utama seperti AS dan Tiongkok yang lebih baik dari ekspektasi.
Hal tersebut berdampak pada penguatan pasar keuangan global, tercermin dari meningkatnya minat risiko (risk-on) investor, menurunnya volatilitas pasar. "Dan berlanjutnya aliran modal ke negara-negara emerging market, termasuk Indonesia," ucapnya.
Dari sisi domestik, permintaan dalam negeri terpantau stabil. Hal ini tercermin dari laju inflasi yang tetap rendah serta tren pertumbuhan uang beredar yang meningkat. Sementara dari sisi penawaran, indikator menunjukkan dinamika yang bervariasi. Surplus neraca perdagangan tetap terjaga dan cadangan devisa berada pada tingkat yang tinggi, meskipun Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur masih berada di zona kontraksi.
Pencapaian strategis juga datang dari kesepakatan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang menetapkan penurunan tarif menjadi 19%, salah satu yang terendah di kawasan.
"Kebijakan ini diperkirakan akan menciptakan peluang besar bagi peningkatan daya saing produk Indonesia, khususnya dibandingkan negara lain yang menghadapi tarif lebih tinggi dari AS," tutur Mahendra.
Dengan semakin membaiknya kondisi global, meredanya ketegangan perdagangan, serta adanya kepastian dari kesepakatan dagang strategis, OJK menilai hal ini menjadi momentum penting untuk mendorong optimalisasi peran industri jasa keuangan, terutama dalam mendukung sektor-sektor prioritas yang berpotensi tumbuh.
OJK berkomitmen mendukung penuh kebijakan dan fasilitasi pemerintah guna memperkuat daya saing industri, memanfaatkan peluang yang ada, dan mendorong peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan dalam pembiayaan program-program prioritas nasional. Dukungan ini diiringi dengan penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik, serta fokus pada penguatan ekosistem jasa keuangan yang sehat, inklusif, dan kompetitif. (E-4)
OJK minta bank blokir 25.912 rekening terafiliasi judi online. Langkah ini bagian dari upaya pemberantasan judol dan penguatan keamanan perbankan.
OJK mencatat, per 31 Juli 2025, IHSG menguat ke level 7.484, membukukan kenaikan 5,71% ytd.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) berupaya memperluas inklusi keuangan syariah guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat melalui berbagai program dengan mengenalkan produk layanan jasa keuangan syariah.
OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) berencana meninjau ulang aturan pengelolaan rekening bank, termasuk rekening pasif atau dormant.
PPATK dan OJK harus memberikan penjelasan yang rinci soal pemblokiran rekening dormant atau yang tidak aktif digunakan selama tiga bulan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved