Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
GAGASAN Presiden Prabowo Subianto mengenai perlu dibentuknya Badan Penerimaan Negara (Bapeneg) saat debat calon presiden beberapa waktu lalu perlu segera direalisasikan. Ini penting untuk mendongkrak penerimaan pajak yang saat ini cenderung terus menurun.
"Langkah membentuk Bapeneg perlu segera dilaksanakan. Kondisi ini penting sebagai upaya pemenuhan janji politik Presiden. Sebab, hampir semua janji politiknya memerlukan anggaran tidak sedikit,” ujar akademisi dan dosen Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Prof Edi Slamet, di Jakarta, Rabu (15/5).
Menurut Mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran itu, arus masuk penerimaan negara memang sudah gawat.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun baru-baru ini misalnya mengungkapkan penerimaan pajak hanya mencapai Rp451,1 triliun selama Januari-April 2025. Angka tersebut turun 27,73% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu yaitu Rp624,2 triliun.
Berdasarkan hal itu, Edi berharap Pemerintahan Prabowo-Gibran seyogyanya segera melakukan langkah-langkah strategis untuk perbaikan penerimaan guna menutup defisit yang semakin membesar.
Presiden Prabowo hendaknya memerintahkan para menteri kabinetnya untuk merealisasikan Astacita dan memprioritaskan Delapan Hasil Terbaik Cepat. “Satu di antaranya, mendirikan Bapeneg (Badan Penerimaan Negara) untuk mengejar rasio penerimaan negara mencapai 23% di akhir 2029,” katanya.
Menurutnya, aspek kelembagaan ini menjadi sangat penting dan strategis karena selain bentuk ketaatan terhadap konstitusi yaitu Pasal 23A UUD 1945 (tentang pajak dan pungutan kepada masyarakat), juga untuk memisahkan fungsi penerimaan dan fungsi belanja sehingga mencerminkan good governance.
Ia melanjutkan dengan adanya penurunan drastis pada penerimaan pajak ini, pendapat yang menolak dibentuknya Bapeneg dengan taggar “kemenkeusatu” dengan alasan memudahkan koordinasi terbukti terbantahkan.
Selain itu, katanya, Wolrd Bank sudah memberi warning penerimaan negara Indonesia cenderung makin buruk dalam sepuluh tahun terakhir.
Edi berpendapat dengan dibentuknya Bapeneg, pemerintah dapat melakukan rekonstruksi peraturan perundang-undangan penerimaan negara meliputi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tersebar di berbagai kementerian yang selama ini menimbulkan inefisiensi serta memberatkan pelaku usaha dan masyarakat.
Selain itu, lanjut Edi, Bapeneg dapat melakukan evaluasi dan reformulasi terhadap kebijakan insentif pajak yang tidak tepat bahkan cenderung merugikan penerimaan negara. Kemudian, melakukan kodifikasi hukum penerimaan negara menjadi satu Kodek untuk menghindari multitafsir, mudah dipahami, sederhana untuk dilaksanakan, serta memberikan kepastian dan keadilan.
Bapeneg juga dapat melakukan sentralisasi administrasi penerimaan negara. Hal ini untuk memudahkan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban perpajakannya termasuk pembayaran PNBP kepada negara.
“Selama ini administrasi penerimaan negara membebani masyarakat secara ekonomi akibat terlalu banyaknya kewajiban membuat dan menyampaikan laporan perpajakan dan PNBP,” katanya.
Karena itu, terang Edi, Bapeneg harus mengupayakan agar pemanfaatan teknologi informasi ditujukan untuk kemudahan masyarakat dalam melaksanakan undang-undang perpajakan dan PNBP.
Masyarakat diwajibkan hanya membayar pajak dan atau PNBP namun bukan wajib lapor. Apabila masyarakat pun dimintakan memberikan laporan, maka itu kebaikan masyarakat sehingga apabila terlambat melaporkan tidak seharusnya dipenalti.
“Desain teknologi informasi penerimaan negara ke depan harus memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional sekaligus pemerintah memiliki big data untuk mengambil kebijakan ekonomi yang tepat,” tutup Edi. (H-2)
Pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satunya membidik pengenaan pajak berbasis media sosial dan data digital di tahun depan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rata-rata penerimaan pajak mengalami kenaikan menjadi Rp181,3 triliun per bulan di sepanjang semester I 2025.
Kanwil DJP Bali telah mengumpulkan penerimaan pajak sejumlah Rp6,27 triliun atau 34,86% dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp17,99 triliun hingga Mei 2025.
Penaikan tarif pajak tidak akan berdampak positif bagi penerimaan negara dan perekonomian. Naiknya pungutan pajak justru dapat menghasilkan masalah baru.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal pembentukan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara oleh Kapolri.
IKATAN Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan rasio pajak (tax ratio) Indonesia yang baru mencapai 10,07% pada 2024.
Pengenaan tarif 19% untuk Indonesia oleh AS dinilai masih lebih rendah dari negara kompetitor lain seperti Vietnam.
KESEPAKATAN antara Indonesia dan Amerika Serikat yang baru saja diumumkan berpotensi menekan penerimaan negara. Itu terjadi lantaran Indonesia akan kehilangan potensi penerimaan.
Kementerian Keuangan mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp4,88 triliun dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Tahun Anggaran 2026.
Ditjen Pajak dan Satgassus OPN telah melakukan pertemuan dan membahas ihwal kerja sama serta kolaborasi untuk memperkuat penerimaan pajak.
Bendahara Negara menilai kehadiran satuan tugas OPN akan berdampak positif bagi penerimaan negara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved