Negara Berpotensi Kehilangan Pendapatan Imbas Kesepakatan Tarif AS

M Ilham Ramadhan Avisena
18/7/2025 12:53
Negara Berpotensi Kehilangan Pendapatan Imbas Kesepakatan Tarif AS
Daftar tarif bilateran Indonesia-AS yang baru disepakati.(Dok. LEPM UI)

KESEPAKATAN antara Indonesia dan Amerika Serikat yang baru saja diumumkan berpotensi menekan penerimaan negara. Itu terjadi lantaran Indonesia akan kehilangan potensi penerimaan dari sisi kepabeanan lantaran produk dari Washington kini tak lagi dikenakan pungutan, alias 0% untuk masuk ke Tanah Air.

"Memang perlu diantisipasi penurunan penerimaan negara dari tarif," kata Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Mohamad Dian Revindo melalui keterangannya, dikutip pada Jumat (18/7).

Dari data yang diolah LPEM UI, pada 2024 setidaknya terdapat sejumlah produk AS yang diimpor Indonesia dengan nilai tinggi dan memiliki nilai tarif yang tinggi pula.

Produk tertinggi pertama ialah minyak bumi dan gas dengan nilai impor senilai US$1,548 miliar dengan tarif rerata 50%. Dus, nilai tarif yang diterima Indonesia tercatat sebesar US$774,095 juta.

Kedua ialah kendaraan bermotor jenis tertentu dengan nilai impor US$31,160 juta dengan tarif rerata 50%, menghasilkan US$1,558 juta nilai tarif bagi Indonesia. Ketiga yaitu produk terkait kendaraan lain seperti suku cadang dan aksesori dengan nilai impor US$21,340 juta dan nilai tarif yang diperoleh Indonesia mencapai US$1,067 juta.

Keempat ialah produk-produk agrikultur dan residu indsutri yang mencatatkan nilai impor US$134,277 juta dengan tarif 10%. Dus, pemasukan nilai tarif ke Indonesia mencapai US$13,428 juta.

Kelima ialah turbo jet dan propeller yang tercatat memiliki nilai impor US$100,475 juta dengan nilai tarif US$10,047 juta. Keenam, produk olahan susu fan krimer yang mencatatkan nilai impor US$80,578 juta dengan tarif 5% dan menghasilkan nilai tarif US$4,029 juta bagi Indonesia.

Ketujuh, mesin pertanian dan peralatan mekanik. Lalu produk lain sepeti elevator listrik, perlengkapan optik, dan instrumen presisi, serta elevator tanpa pengukur yang memiliki nilai impor relatif tinggi dengan tarif yang moderat.

Analisis Spesifik Produk

Revindo menuturkan, jika seluruh produk tersebut nantinya akan bebas tarif, alias 0%, maka pendapatan nilai tarif yang selama ini diterima Indonesia akan hilang. Itu menurutnya merupakan salah satu dampak dari negosiasi tarif yang dilakukan Indonesia.

"Deal ini tidak didapat dengan cuma-cuma. Sebagai kompensasi dari deal ini, Indonesia juga membuka pasarnya bagi berbagai produk AS, dengan tarif 0-5%," terangnya.

Dari kesepakatan Indonesia dengan Negeri Paman Sam, diketahui Indonesia setuju untuk membeli produk energi AS senilai US$15 miliar, produk pertanian AS senilai US$4,5 miliar, dan 50 jet Boeing.

Revindo menuturkan, perlu dilakukan analisis lebih spesifik apakah benar produk-produk AS tersebut memang dibutuhkan oleh Indonesia dan apakah memang spek dan harganya kompetitif dibandingkan impor dari negara mitra lain.

Di saat yang sama, kesepakatan tersebut dapat memicu negara mitra lain untuk meminta kemudahan akses ke pasar Indonesia. "Bagaimana jika mitra BRICS, terutama Tiongkok meminta penghapusan tarif secara menyeluruh sebagaimana Indonesia memberikan pada AS?" kata Revindo.

"Di BRICS tidak ada agenda pembahasan penurunan hambatan tarif dan nontarif, sehingga akses pasar dan ekspor Indonesia ke negara-negara BRICS tidak akan banyak meningkat dalam waktu dekat ini. Saya pikir perlu pemetaan dan identifikasi dampak yang menyeluruh untuk berbagai skenario ini," pungkas Revindo. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya