Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
Pemangkasan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) fed funds rate/FFR yang diprediksi akan segera terjadi membawa angin segar bagi Indonesia. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menuturkan penurunan FFR akan berdampak pada imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) alias US Treasury dengan tenor 2 atau 10 tahun yang turun. Dampaknya, investor bakal berbondong-bondong masuk ke pasar negara lain untuk mencari hasil imbal yang lebih menarik. Hal ini memicu pelemahan dolar AS.
"Dengan melemahnya dolar AS ke mata uang negara lain, akan ada arus modal asing yang masuk ke negara-negara berkembang, termasuk ke Indonesia," ungkap Juli dalam media gathering BI di Bali, Jumat (23/8).
Dengan adanya tren pelemahan dolar AS, Juli menyebut dorong aliran modal asing ke negara berkembang akan cenderung meningkat. Melihat perlemahan data aktivitas ekonomi AS dengan tren inflasi yang turun, dan angka pengangguran yang tinggi, BI memperkirakan terjadi penurunan suku bunga acuan AS sebanyak dua kali di tahun ini. Yakni, terjadi pada September dan di November atau Desember 2024 dengan masing-masing penurunan 25 basis poin (bps).
Baca juga : Siapapun Presiden AS yang Terpilih, Dolar masih tetap Perkasa
"Sekarang dengan inflasi yang trennya menurun, lebih cepat ke target jangka panjangnya, lalu ada penganguran yang meingkat, semakin confirm di kuartal 3 itu mulai siklus penurunan FFR dan berlanjut di kuartal IV 2024," terangnya.
Pelemahan dolar AS pun membuat mata uang seperti rupiah menguat dalam. Juli menyebut pada Selasa, (20/8) rupiah perkasa menjadi Rp15.430 per dolar AS. Penguatan mata uang garuda ini diaggap penting untuk pertumbuhan ekonomi nasional dengan dapat mengendalikan nflasi dari imported Inflation atau kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu negara akibat kenaikan harga barang impor. Serta,dari sisi stabilitas sistem keuangan.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan skenario penurunan suku bunga acuan atau BI Rate terjadipada triwulan IV tahun ini. Saat ini BI masih mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6,25%. Pertimbangan penurunan tersebut melihat pperkembangan suku bunga acuan AS.
Baca juga : Rupiah Menguat saat Pasar Tunggu Kebijakan Suku Bunga AS
"Kami masih akan tetap melihat ruang terbuka penurunan BI rate pada triwulan IV 2024," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2024 di Kantor BI, Jakarta, Rabu (21/8).
Untuk triwulan III 2024, Perry menuturkan pihaknya masih fokus penguatan lebih lanjut stabilisasi nilai tukar rupiah dengan penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
"Jadi perferensi kami secara fundamental rupiah masih akan cenderung menguat," imbuhnya. (Ins)
Pengamat Celios, Nailul Huda, memprediksi BI akan mempertahankan BI Rate, seiring keputusan The Fed dan kondisi ekonomi yang tidak mendukung perubahan suku bunga.
Dari sisi pendanaan, tren penurunan suku bunga acuan diperkirakan akan memperkuat likuiditas dan meningkatkan efisiensi struktur biaya dana.
Bank Sentral Amerika (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan untuk kelima kalinya tahun ini.
IHSG berpotensi melanjutkan penguatan pada perdagangan Kamis, 17 Juli 2025. Hal ini didorong oleh sentimen positif dari kebijakan suku bunga acuan BI dan tarif impor AS.
Pemangkasan suku bunga acuan BI dari 5,5% menjadi 5,25% pada Juli 2025 adalah langkah tepat untuk menggerakkan konsumsi domestik dan investasi.
Bank Indonesia (BI) pada Selasa-Rabu, 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25%
The Fed mempertahankan suku bunga dengan kisaran 4,25%-4,5%, meski ada tekanan dari Presiden AS Donald Trump.
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan, atau BI Rate di level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 dinilai sebagai langkah yang tepat.
Fixed Income Research PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Karinska Salsabila Priyatno menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat sangat terbatas.
KETIDAKPASTIAN arah kebijakan moneter Amerika Serikat kembali menjadi perhatian setelah desakan terbuka Presiden Donald Trump agar Federal Reserve memangkas suku bunga acuan.
BTN mempertegas posisinya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan nasional dengan menggelar Akad Kredit Massal KPR Non-Subsidi secara serentak di lima kota besar
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved