Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

INDEF: Rentan Politisasi, Tak Ada Urgensi Pencairan BLT Dilakukan Jelang Pemilu 14 Februari

Fetry Wuryasti
02/2/2024 14:25
INDEF: Rentan Politisasi, Tak Ada Urgensi Pencairan BLT Dilakukan Jelang Pemilu 14 Februari
Presiden Joko Widodo (tengah) di Bandung, Juli 2023.(Dok. Antara/Novrian Arbi)

WAKIL Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listyanto, mengatakan meski bantuan sosial (bansos) penting bagi masyarakat tidak mampu, tetapi cara pelaksanaan kebijakan bansos yang sangat digencarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 tidak tepat dalam hal waktu. Penyaluran bansos secara masif, termasuk rencana penyaluran BLT Mitigasi Risiko Bencana bulan Februari ini dinilai terlalu dipaksakan dan rentan muatan politis.

"Tidak ada urgensi untuk mempercepat pencairan bansos sebelum pemilu 14 Februari. Faktanya inflasi Januari juga rendah. Jika tidak mengait ke pemilu harusnya pencairan bisa pasca Pilpres 14 Februari," kata Eko, Jumat (2/2).

Seperti diketahui, Presiden Jokowi yang telah memutuskan untuk memperpanjang penyaluran Bantuan Pangan beras untuk periode Januari hingga Juni 2024, sebesar 10 kilogram per bulan per Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dengan 22 juta KPM. Tujuannya dikatakan pemerintah untuk mengendalikan inflasi.

Baca juga : BLT Rp600 Ribu Cair di Februari, Presiden Jokowi Bantah Politisasi

Pemerintah juga akan membagikan bantuan langsung tunai (BLT) Mitigasi Risiko Pangan, sebesar Rp600 ribu bulan Februari ini. BLT Pangan baru ini akan diberikan pada 18,8 juta keluarga penerima manfaat. Pemerintah menganggarkan dana APBN sebesar, Rp 11,25 triliun untuk BLT terbaru ini.

Dari sisi nilai, bansos juga sangat besar, setara dengan situasi pandemi covid-19. Menurutnya, ini menunjukkan kegagalan pemerintah menangani kemiskinan dan masalah pengangguran.

Terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan bansos ini selama ini memang menjadi salah satu instrumen yang berguna bagi masyarakat, terutama ketika daya beli tertekan seperti ketika pandemi covid-19 beberapa tahun yang lalu.

Baca juga : Giat Berikan Bansos Jelang Pemilu, Presiden Jokowi Sebut Telah Disetujui DPR

Hanya saja kalau berbicara membantu sosial yang sifatnya tematik atau tidak reguler ini yang kemudian menjadi perdebatan. Perdebatan yang muncul adalah terkait momentum dari penyaluran bantuan sosial yang dilakukan ketika masa kampanye pemilihan presiden.

"Bantuan sosial dinilai bisa dimanfaatkan oleh pasangan calon (paslon) tertentu untuk meningkatkan peluang dalam pemilihan presiden. Di beberapa studi juga disebutkan pemerintah atau dalam hal ini incumbent bisa memanfaatkan kebijakan fiskal untuk memanipulasi calon pemilih agar menguntungkan pihak mereka,"

Oleh karena itu sebenarnya di luar manfaat besar bantuan sosial, dalam konteks tahun politik penyaluran bantuan sosial terutama yang sifatnya tematik dan tidak reguler ini perlu di monitor.

Baca juga : Jokowi Bagi Bansos karena Panik? Jusuf Kalla: Lebih dari Itu

Supaya kemudian bansos tidak dijadikan sebagai instrumen yang hanya menguntungkan paslon presiden tertentu.

Tegaskan Bansos dari APBN

Selain itu Yusuf juga mengatakan ketegasan dari pemerintah dalam menyampaikan program bahasa sosial juga diperlukan. Artinya pemerintah perlu menegaskan bahwa bantuan sosial ini sifatnya untuk membantu masyarakat dan di luar konteks politik.

"Yang tidak kalah penting sebenarnya memberikan transparansi, dengan mengatakan bantuan sosial itu adalah bantuan rutin yang akan tetap diberikan siapapun yang akan terpilih nantinya ketika menjadi presiden," kata Yusuf.

Baca juga : Ambisi Jokowi Menangkan Gibran, Naikkan Gaji ASN hingga Tingkatkan Anggaran Bansos

Untuk anggaran negara, dia katakan sebenarnya pemerintah punya modal dari sisa anggaran di tahun lalu, yang nantinya bisa digunakan.

Namun tentu untuk memastikan bahwa sisa anggaran ini tidak hanya terfokus ke satu program belanja, maka pemerintah di awal tahun juga harus menambah alternatif pendanaan lain termasuk melalui penerbitan surat utang.

"Rencana pemerintah menerbitkan surat utang menjadi cukup menantang terutama di awal tahun. Saat ini tren suku bunga global relatif masih tinggi. Sehingga tentu ini akan mempengaruhi imbal hasil yang ditawarkan pemerintah dalam penerbitan surat utang nantinya," kata Yusuf.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya