Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Komisi XI Kritisi Penambahan Anggaran Kemenkeu

M. Ilham Ramadhan Avisena
22/9/2021 15:55
Komisi XI Kritisi Penambahan Anggaran Kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

WAKIL Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dolfie mengkiritisi usulan alokasi anggaran tambahan sebesar Rp992,7 miliar pada tahun anggaran 2022 di Kementerian Keuangan. Sebab, penambahan anggaran yang diusulkan tersebut ditujukan untuk program kerja lama yang belum tampak efektivitasnya.

"Karena program seperti ini, seingat saya dari tahun 2009 sudah dibunyikan, tapi kita tidak pernah melihat kapan efektivitasnya itu bisa dijalankan," ujarnya dalam Rapat Kerja mengenai Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Hasil Penyesuaian Badan Anggaran bersama Kementerian Keuangan, Rabu (22/9).

Bertambahnya alokasi anggaran Kemenkeu sebagiannya diperuntukkan kepada tiga program yakni pembangunan core tax, pengembangan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD); Sistem Perbendaharaam dan Anggaran Negara (SPAN); Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI), dan pembangunan smart data center.

Dolfie mempertanyakan mengenai progres program-program Kemenkeu tersebut. Pasalnya, tiga program tersebut dimasukkan ke dalam program multiyears dan sebagiannya telah berjalan namun tak terlihat hasilnya.

"Kami ingin tahu sudah berapa anggaran yang diinvestasikan untuk masing-masingnya? Lalu progres dari masing-masing itu sudah berapa persen sekarang ini? sehingga efektifnya itu kapan? Biar kami bisa melihat," pinta Dolfie.

Baca juga: Kemenkeu Usulkan Anggaran Rp44,012 Triliun di 2022

Menanggapi pertanyaan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, proyek atau program yang dimaksud telah ada sejak 2009 namun urung berjalan efektif ialah core tax. Saat itu dia juga menduduki kursi Menteri Keuangan dan mengusulkan core tax kepada DPR.

"Core tax ini pernah diinisiasi tahun 2008/2009, waktu itu dananya dari pinjaman luar negeri, dari World Bank. Lalu waktu pak Agus (Agus Martowardojo-Menkeu 2010-2013), itu tampaknya ada perbedaan di dalam. Lalu pada tahun 2011 itu didrop proyek itu," jelas Sri Mulyani.

Usulan core tax kembali muncul pada 2017 kala dirinya kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan. Lalu hal itu disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet di pertengahan 2018.

Presiden, kata Sri Mulyani, menyetujui hal tersebut dan telah menyiapkan payung hukumnya. Namun menurutnya pembangunan core tax tak semudah membalikan telapak tangan. Bahkan beberapa negara membutuhkan waktu hingga tujuh tahun untuk bisa mengimplementasikan core tax.

Namun sembari menunggu dan membangun sistem core tax, Kemenkeu tetap memutakhirkan Sistem Informasi (SI) yang saat ini masih digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Diharapkan saat core tax telah siap dan matang, data dari SI DJP dapat ditransfer dan menjadi basis.

Sementara itu Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, progres dari pembangunan sistem core tax masih dalam tahap pembangunan infrastruktur. Dia juga bilang beberapa pengerjaan akan tertunda karena ada kegiatan lain yang mesti dilakukan.

"Kalau kita lihat di rincian APBN itu ada anggaran core tax infrastruktur, tapi dia bergeser dengan proses policy assurance yang kita lakukan. Ada yang tidak dilakukan tahun ini yang kita geser ke tahun depan," kata Suahasil.

Sementara itu anggota Komisi XI Puteri Anetta Komarudin berharap penambahan anggaran yang diusulkan Kemenkeu dapat berbuah manis. Terlebih dari sisi Ditjen Pajak, tercatat direncanakan pengadaan software dan hardware di SI DJP sebesar Rp284 miliar.

"Kami sangat berharap tambahan anggaran ini dapat memperkuat sistem DJP, khususnya unutk memastikan insentif perpajakan yang diberikan DJP tepat sasaran. Apalagi di masa pandemi ini kita tahu pelaku usaha membutuhkan dukungan insentif fiskal yang diberikan pemerintah," imbuh Puteri.

"Laporan hasil pemeriksaan LKPP 2020 atas sistem pengendalian intern menyatakan sistem yang digunakan DJP untuk melakukan verifikasi permohonan pengajuan insentif belum memadai. Sehingga menjadi salah satu penyebab realisasi penyaluran insentif dan fasilitas perpajakan tidak sesuai ketentuan," sambungnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya