Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Dwi Fungsi Mengganggu TNI

30/5/2024 20:00

DI NEGERI ini, mempertahankan reformasi ternyata lebih sulit daripada menciptakannya. Perlahan tapi pasti, semangat dan cita-cita reformasi yang digelorakan oleh mahasiswa dan rakyat pada 1998, mulai mengendur, bahkan lesu darah.

Selain korupsi yang semakin menjadi-jadi, perluasan peran TNI dalam ranah sipil yang pada era Orde Baru disebut Dwi Fungsi ABRI, sebagian akan dihidupkan lagi. Di bawah rezim Orde Baru, doktrin peran ganda ABRI dimaknai menempatkan militer sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, juga berperan penting dalam kehidupan ideologi, politik, ekonomi, hingga sosial.

Tak mengherankan jika kala itu ABRI menduduki jabatan-jabatan sipil secara masif, mulai dari ketua rukun tetangga, kepala daerah, anggota parlemen, jabatan eksekutif, duta besar, pimpinan BUMN, hingga menteri. Pada akhirnya, rezim Orba menjadikan ABRI sebagai alat pengontrol kekuasaan, sekaligus stabilisator dan dinamisator kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kini, reformasi dipukul mundur. Mundur jauh ke belakang. Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang disusun secara kilat dan menjadi  usulan insiatif DPR RI jadi pintu pembuka langkah mundur itu.

Semula, pascareformasi, prajurit TNI aktif dibatasi hanya boleh mengisi sepuluh jabatan sipil. Kini, draf revisi UU TNI membuka pintu seluas-luasnya bagi tentara mengisi jabatan di semua kementerian dan lembaga. Hal itu tertuang dalam revisi Pasal 47 dan Pasal 53 Undang-Undang TNI.

Pengisian jabatan sipil oleh TNI itu sesuai kebijakan presiden. Artinya, jika presiden menghendaki seorang prajurit TNI aktif menduduki sebuah jabatan sipil apa pun, maka hal itu tak bisa ditolak oleh siapa pun. Jika beleid ini dipertahankan, bukan tidak mungkin tercipta kembali rezim militeristik.

Perluasan peran militer di jabatan sipil membahayakan alam demokrasi. Selain mengacaukan meritokrasi aparatur sipil negara, keberadaan prajurit TNI mematikan iklim demokrasi di Tanah Air. Pasalnya, budaya sipil dengan budaya militer berbeda. Budaya militer lebih taat pada komando, bukan pikiran-pikiran dari bawah yang tersemai secara demokratis.

Tantangan Indonesia sebagai negara besar ke depan sangat kompleks. Berjajar pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, membutuhkan pertahanan TNI yang kuat dari berbagai ancaman. Pertahanan menghadapi ancaman konvensional atau non-konvensional yang canggih dan sulit terdeteksi di tengah geopolitik global yang terus memanas amat butuh tenaga dan energi penuh para prajurit negeri.

Olah karena itu, dibutuhkan sumber daya manusia TNI yang profesional dan adaptif untuk memenuhi kebutuhan zaman. Belum lagi di depan mata, gejolak separatisme di Papua belum juga menurun tensinya. Hal ini membuktikan strategi penanganan yang belum efektif, termasuk pelibatan TNI.

Perluasan peran TNI di wilayah sipil bukan kebutuhan TNI dan bukan kebutuhan negara demokrasi yang berbasis supremasi sipil. TNI harus kembali ke barak. Pemerintah harus menciptakan prajurit TNI yang profesional, alutsista yang mumpuni, dan kesejahteraan yang layak. Sebaiknya tinjau lagi revisi UU TNI. Nyalakan terus semangat reformasi, bukan meredupkan atau malah mematikan reformasi.



Berita Lainnya
  • Mendesain Ulang Pemilu

    30/6/2025 05:00

    MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia

  • Jangan lagi Ditelikung Koruptor

    28/6/2025 05:00

    PEMERINTAH kembali terancam ditelikung koruptor.

  • Berhenti Membebani Presiden

    27/6/2025 05:00

    MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.

  • Mitigasi setelah Gencatan Senjata

    26/6/2025 05:00

    GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.

  • Nyalakan Suar Penegakan Hukum

    25/6/2025 05:00

    KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.

  • Menekuk Dalang lewat Kawan Keadilan

    24/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.

  • Bersiap untuk Dunia yang Menggila

    23/6/2025 05:00

    ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.

  • Cegah Janji Palsu UU Perlindungan PRT

    21/6/2025 05:00

    PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.

  • Pisau Dapur Hakim Tipikor

    20/6/2025 05:00

    VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini

  • Menghadang Efek Domino Perang

    19/6/2025 05:00

    ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.

  • Jangan Memanipulasi Sejarah

    18/6/2025 05:00

    KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.

  • Jangan Gembos Hadapi Tannos

    17/6/2025 05:00

    GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

  • Berebut Empat Pulau

    16/6/2025 05:00

    PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.

  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik