Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Pelayanan Buruk Penerbangan Kita

21/2/2015 00:00
DUNIA penerbangan kita kena hantaman bertubi. Desember lalu kita dihantam buruknya manajemen keselamatan melalui tragedi jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501. Kini dunia penerbangan kita lebam-lebam dihantam buruknya manajemen pelayanan maskapai Lion Air.

Ribuan penumpang Lion Air telantar dalam tiga hari belakangan. Para penumpang maskapai swasta terbesar di Tanah Air itu menjadi saksi betapa kualitas manajemen pengelolaan maskapai tersebut amat jauh dari standar. Mereka dibiarkan telantar berjam-jam, bahkan berhari-hari di bandara hanya untuk menunggu kedatangan pesawat yang tak jelas keberadaannya. Tanpa pemberitahuan.

Bukan kali ini saja Lion Air menelantarkan penumpang. Sudah terlampau sering maskapai itu membuat penumpang terlunta-lunta. Tidak sedikit yang berujung pembatalan.

Di negeri ini operator pesawat mengurus usaha laiknya juragan angkutan perkotaan alias angkot. Mereka cuma mengejar setoran, memburu keuntungan, tanpa memikirkan pelayanan dan kenyamanan penumpang. Jangankan kenyamanan, keamanan dan keselamatan penumpang pun kerap dinomorsekiankan.

Kasus Lion Air ini juga membuktikan bahwa dunia transportasi udara kita tidak taat asas pada tuntutan standar. Tidak hanya standar keselamatan, tapi juga standar pelayanan. Yang lebih mengherankan, maskapai sebesar Lion Air tak memiliki manajemen krisis. Bayangkan, untuk sekadar mengganti uang tiket penumpang yang batal berangkat, maskapai meminta talangan dari operator, Angkasa Pura.

Makin membuat miris lagi, regulator seperti membiarkan sistem bekerja dengan standar yang amat rendah itu. Itu semua terjadi karena pemerintah sebagai regulator tak pernah bertindak tegas. Pelayanan buruk yang terus berulang hanya diganjar dengan sanksi-sanksi ringan. Pemerintah tidak sadar tengah menanam bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meluluhlantakkan industri itu sendiri.

Bom itu baru saja meledak. Lagi-lagi, yang menjadi korban ialah penumpang. Kita bosan mengulang-ulang ini, tetapi tetap harus kita katakan lagi kejadian ini harus menjadi yang terakhir. Tak boleh lagi ada toleransi yang membuat operator merasa 'baik-baik saja', padahal ia telah menelantarkan penumpang dan membuat kusut wajah bandara.

Kita sangat ingin melihat ketegasan dan kegalakan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan seperti saat merespons jatuhnya Air Asia QZ8501. Pemerintah mesti ingat bahwa sanksi tegas nan keras tidak akan melemahkan industri penerbangan. Sikap itu justru akan memperkuat posisi kita di industri penerbangan global dan makin terhormat.

Apalagi, pada 2015, saat ASEAN menjadi komunitas, pemakai jasa penerbangan domestik diperkirakan mencapai 100 juta. Jumlah itu hanya akan terlayani dengan baik bila pengelolaan maskapai model juragan angkot tak lagi dibiarkan tumbuh di negeri ini.


Berita Lainnya