Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
TINGKAT kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebentar lagi mungkin akan terjun ke titik terendahnya. Dalam tiga bulan terakhir ini saja, setidaknya ada tiga kejadian besar yang melibatkan aparat kepolisian yang diduga kuat menjadi penyebab runtuhnya kepercayaan publik.
Yang pertama, tentu saja, kasus pembunuhan Nofriansyah Joshua Hutabarat yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan menyeret banyak anggota polisi yang lain sebagai tersangka. Kasus ini belum selesai, pekan depan baru akan mulai digelar sidang terhadap tersangka utama Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kejadian berikutnya ialah Tragedi Kanjuruhan. Keterlibatan polisi dalam kasus yang menyebabkan kematian hingga 132 jiwa itu begitu vital dan fatal. Salah satu kesimpulan dari laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang disampaikan ke Presiden, kemarin, menyebut bahwa kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata yang ditembakkan polisi secara membabi-buta.
Belum tuntas dua urusan itu, muncul kasus yang lagi-lagi menampar muka Polri sekeras-kerasnya. Kali ini terkait perkara peredaran narkoba yang melibatkan perwira tinggi kepolisian.
Kapolda Sumatra Barat yang sejatinya sedang dalam proses menjadi Kapolda Jawa Timur, Irjen Teddy Minahasa, seperti dikonfirmasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terbukti terlibat dalam jual-beli barang bukti narkoba. Selain Teddy, jaringan peredaran narkoba itu juga menjerat seorang eks kapolres, kapolsek, hingga anggota kepolisian berpangkat bripka.
Mungkin ini bukan yang pertama kali aparat penegak hukum terlibat dalam kasus narkoba. Akan tetapi, yang memiriskan kali ini ialah bahwa jejaring narkoba tersebut sudah 'bermain' secara struktural. Siapa bisa menghalangi kalau kapolda, kapolres, dan kapolsek yang seharusnya mengawasi malah menjadi pengatur peredaran barang terlarang itu?
Ini juga membuktikan bahwa surga narkoba belum hilang dari bumi Indonesia. Surga buat pemakai dan surga buat pengedar. Ada yang sekadar 'menikmati' surga dunia yang semu dengan mengonsumsi narkoba. Namun, ada pula yang mendapat 'kenikmatan' yang riil melalui uang dari penjualan narkoba, seperti Teddy Minahasa dan kaki tangannya.
Hal itulah yang membuat pemberantasan narkoba menjadi sebuah hal yang sulit di negeri ini. Namun, kita tak patut putus harapan. Meski pahit bagi institusi, pengungkapan perkara peredaran narkoba yang dilakukan pejabat kepolisian itu semestinya memacu Kapolri untuk makin tegas dan keras menghukum pengedar dan jaringan narkoba. Siapa pun itu, apalagi jika mereka yang terlibat adalah internal Polri.
Kita tahu, kini kepolisian tengah berbenah menjadi institusi modern. Kapolri dalam berberbagai kesempatan juga selalu menggelorakan komitmen bersih-bersih internal. Komitmen itu bagus dan patut kita apresiasi. Namun, komitmen hanya akan menjadi catatan kosong kalau kita tidak punya keberanian untuk merealisaikannya.
Karena itu, sekali lagi, publik menunggu keberanian, ketegasan, dan keseriusan Polri untuk membersihkan benalu-benalu haus narkoba yang tak hanya merongrong institusi, tapi juga menyengsarakan Republik. Terlebih lagi kejahatan terkait narkoba ialah kejahatan luar biasa. Penanganannya pun jelas tak bisa biasa-biasa saja.
Jaringan, bandar, dan pengedar narkoba pantas dijatuhi hukuman berat. Kenapa? Karena merekalah yang membuat berton-ton barang terlarang itu bisa menggurita dan merusak generasi. Ini pertaruhan buat Polri. Perlihatkan keseriusan dan ketegasan jika ingin mengangkat kembali kepercayaan publik yang kini sedang terjerembab.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved