Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Tantangan Berat Heru Pimpin DKI

10/10/2022 05:00
Tantangan Berat Heru Pimpin DKI
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

TEKA-TEKI siapa pengganti Anies Baswedan selaku penjabat Gubernur DKI Jakarta terjawab sudah. Berdasarkan rapat tim penilai akhir (TPA) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jumat (7/10), Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono telah dipilih untuk menduduki kursi gubernur yang ditinggalkan Anies pada 16 Oktober tersebut. Sebelumnya, DPRD DKI mengajukan tiga nama ke Presiden untuk dipilih sebagai DKI-1, yakni Heru Budi Hartono, Sekretaris Daerah DKI Marullah Matali, serta Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar.

Namun, akhirnya Presiden menjatuhkan pilihan kepada Heru. Nama Heru sebelumnya disebut-sebut bakal dipilih Presiden karena memiliki kedekatan emosional. Pasalnya, ketika Jokowi menjabat Gubernur DKI, saat itu Heru menjabat Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri Pemerintah Provinsi DKI pada 2013. Karier Heru terus meroket, pada 2014 Jokowi menunjuknya sebagai Wali Kota Jakarta Utara. Setahun menjabat Wali Kota Jakarta Utara, pada 2015 Heru kembali ke Pemprov DKI sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.

Tanggung jawab Heru sebagai orang nomor satu di kota metropolitan sungguh tidak mudah. Meski posisinya sebagai penjabat Gubernur DKI hingga 2024, kewenangan Heru bukanlah ecek-ecek alias sangat besar, sama dengan gubernur definitif, seperti membuat kebijakan strategis, menjatuhkan sanksi, mutasi, dan promosi pejabat di lingkungan Pemprov DKI. Hal itu selaras dengan Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ kepada gubernur ataupun wali kota/bupati bertanggal 14 September 2022. Kewenangan yang sempat mengundang polemik karena dianggap bertentangan dengan ketentuan lainnya tentang kewenangan penjabat kepala daerah.

Surat edaran tersebut bak pisau bermata dua. Di satu sisi bisa mengakselerasi penjabat kepala daerah dalam pengambilan keputusan terkait dengan aparatur sipil negara (ASN), di sisi lain bisa menjadi alat kepala daerah untuk menekan bawahan atau menyingkirkan bawahan yang tidak disukainya, terlebih bila penjabat kepala daerah ‘main mata’ dengan kekuatan politik untuk melancarkan agenda Pemilu 2024.

Posisi Heru sebagai penjabat Gubernur DKI amat mentereng plus strategis. Selain menjamin netralitas ASN pada Pemilu 2024 agar tidak miring ke kiri atau kanan, Heru memiliki peran melancarkan proyek prestisius Ibu Kota Negara Nusantara di Kalimantan Timur yang prosesnya sudah dimulai pada tahun ini.

Jejak Anies sebagai Gubernur DKI patut diapresiasi. Sejak terpilih sebagai kepala daerah dalam Pilkada DKI pada 2017 yang sangat keras, stabilitas politik pemerintahan di DKI cukup terjaga dan kehidupan antarumat beragama berjalan harmonis. Sederet prestasi pun diraih Anies, baik dalam maupun luar negeri. Hal itu tentu saja harus bisa memotivasi Heru bekerja lebih baik lagi. Di samping itu, sejumlah permasalahan pun masih mengemuka di penghujung kekuasaan Anies, seperti banjir, lalu lintas, kebakaran, dan penanganan air bersih.

Karpet merah untuk Heru dalam memimpin DKI terbentang. Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026 sudah disiapkan. Sebagai pejabat yang berpengalaman memimpin DKI tidak terlalu sulit bagi Heru untuk mengorkestrasi kebijakan. Dalam menjalankan roda Pemprov DKI prinsip good governance, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi, ialah kata kunci bagi Heru agar selamat dan sukses menunaikan amanah. Jauhi kegaduhan, apalagi terjebak praktik lancung sehingga akhirnya memakai rompi oranye lembaga antirasuah. Amit-amit!



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik