Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Ujian Profesionalitas di Tugas Baru TNI

06/10/2022 05:00
Ujian Profesionalitas di Tugas Baru TNI
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

DALAM upacara peringatan HUT ke-77 TNI di Istana Merdeka, kemarin, Presiden Joko Widodo memberikan tugas baru bagi TNI-Polri. Jokowi meminta keduanya untuk bersinergi menyukseskan berbagai agenda nasional, termasuk penanganan krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial.

Sejak dekade lalu, para ilmuwan memang sudah mengingatkan adanya gelombang krisis akibat perubahan iklim. Namun, krisis yang diramalkan terjadi 2050 itu terasa lebih cepat akibat pandemi dan perang Rusia-Ukraina.

Akibatnya, semua negara di dunia tidak hanya harus lebih cepat beradaptasi, tetapi juga lebih cepat lagi dalam menggelontorkan bantuan dan stimulus dalam negeri. Itu ialah strategi dasar dalam meredam gejolak.

Begitu pun, lengkapnya program bantuan di atas kertas tidak akan berhasil tanpa distribusi cepat dan aman. Untuk Indonesia, harus diakui, kelancaran distribusi itu kerap bergantung pada bantuan TNI-Polri.

Pandemi dua tahun ini pun telah menunjukkan peran besar TNI menjadi garda depan bersama petugas kesehatan dan Polri. Tidak saja dalam menegakkan level PPKM di lapangan, tetapi juga hingga cakupan vaksin primer dan booster. Kerja personel TNI ikut menjadi tulang punggung capaian vaksinasi di perkotaan dan wilayah terpencil.

Saat terjadi kelangkaan minyak goreng Mei lalu, TNI pula yang menjadi andalan dalam percepatan distribusi bantuan. Karena itu, dimaklumi jika Presiden menugasi kedua institusi itu untuk ikut menyukseskan berbagai program penanganan krisis ke depan.

Namun, bertambahnya tugas TNI berarti pula ujian baru profesionalitas. Terlebih, dalam bidang-bidang nonpertahanan-keamanan, ukuran profesionalitas mudah menjadi abu-abu.

Kita pun harus berkaca pada banyaknya kelemahan mendasar dalam program-program bantuan penanganan krisis. Ketidakakuratan data terjadi di banyak daerah dan tidak kunjung diperbaiki. Celah penyelewengan semakin terbuka dengan belum adanya sistem aduan masyarakat cepat dan terjamin keamanannya. Bahkan ketika bantuan telah tepat sasaran pun, berbagai pungutan liar ditetapkan para perangkat wilayah setempat tanpa warga bisa membantah.

Hal-hal mendasar itulah yang semestinya urgen diperbaiki dalam menghadapi gelombang krisis ini. Tanpa itu, pengerahan lembaga apa pun dalam mendukung agenda-agenda nasional penanganan krisis tidak menjamin keberhasilan program.

Arahan tugas baru dari Presiden juga tidak boleh membuat negara abai dalam menyokong peran utama TNI. Sokongan itu harus terwujud dalam modernisasi alutsista.

Dalam APBN 2022, alokasi untuk program modernisasi alutsista, nonalutsista, dan sarana-prasarana pertahanan mencapai Rp45,59 triliun. Sementara itu, pada RAPBN 2023, alokasi anggaran Kementerian Pertahanan senilai Rp131,93 triliun, dengan alokasi untuk program modernisasi alutsista mencapai Rp35,88 triliun.

Hingga kini anggaran pertahanan belum optimal, seperti tecermin pada modernisasi senjata (minimum essential force/MEF) yang baru mencapai 62%. Pemerintah sempat menargetkan MEF sebesar 79% pada 2021 dan 86% pada 2022. Namun, target-target itu gagal tercapai karena anggaran negara tersedot untuk belanja penanganan pandemi.

Di tengah penanganan krisis, pemerintah tetap harus dapat meningkatkan realisasi MEF. Itu tidak hanya disebabkan banyak alutsista yang telah habis masa pakainya, tetapi juga akibat krisis global meningkatkan ketegangan di antara banyak negara. Sepatutnyalah pemerintah mendukung profesionalitas TNI di tugas pokok mereka dengan keberpihakan anggaran.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik