Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KEBAKARAN Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas 1 Tangerang sebenarnya petaka yang sudah bisa diendus. Sudah berulang kali dilaporkan bahwa LP di berbagai tempat di Tanah Air dihuni oleh warga binaan yang jumlahnya jauh melebihi kapasitas.
Pada kasus LP Tangerang, saat kebakaran, warga binaan yang ditampung mencapai 2.072 orang, padahal kapasitasnya hanya untuk 600 orang. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per 6 Mei 2021, LP di seluruh Indonesia pun mengalami kelebihan penghuni hingga 131,077%.
LP lain dengan angka kelebihan penghuni yang mencengangkan ialah LP Kelas IIA Bagan Siapi-api, yang menampung 1.001 orang padahal kapasitasnya hanya untuk 98 orang. Adapun LP Kelas II B Tebing Tinggi Deli, Sumatra Utara, menampung 1.839 orang, sedangkan kapasitasnya hanya untuk 310 orang.
Sebagian pihak mungkin menilai ketidaklayakan LP adalah bagian hukuman yang sah-sah saja diterima napi. Namun, sebenarnya tragedi yang mengintai bukan semata derita napi.
Kerusuhan mudah pecah di LP overcrowded. Dampak dari itu ialah ancaman pada petugas dan masyarakat sekitar. Sehari-hari LP dan rutan juga kian menjadi ‘sekolah ilmu kriminal’ karena sulitnya petugas mengawasi aktivitas para napi.
Akan tetapi, mengurai isu kapasitas penjara bukan dengan menambah infrastruktur. Pembenahan harus dilakukan lewat pendekatan rehabilitasi bagi para narapidana pengguna narkoba.
Narapidana kategori itu merupakan penyebab utama membeludaknya penghuni penjara. Data Ditjen Pemasyarakatan hingga 26 Juli 2021 menyebutkan ada 139.088 warga binaan kasus narkotika dari total 268.610 penghuni LP dan rutan. Artinya, 51,8% penghuni LP adalah napi kasus narkoba.
Di LP Tangerang pun kebakaran terjadi di Blok C2 yang merupakan blok khusus kasus narkoba. Dari 41 korban meninggal, hanya 2 orang yang bukan merupakan napi narkoba. Tanpa solusi tepat, Ditjen Pemasyarakatan memprediksi bahwa dalam 5 tahun ke depan lonjakan penghuni LP dan rutan di seluruh Indonesia akan mencapai hingga 400 ribu orang.
Dalam perkara narkotika, para penegak hukum semestinya berpijak pada Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Aturan ini menganut sistem dua jalur pemidanaan. Terhadap penyalah guna narkoba, lembaga peradilan diwajibkan memberi hukuman rehabilitasi. Adapun terhadap penyalah guna yang merupakan pengedar dijatuhi hukuman penjara atau mati.
Meski begitu, banyak hakim yang memutus hukuman penyalah guna narkoba hanya dengan pidana penjara tanpa rehabilitasi. Padahal dari data 139.088 terpidana kasus narkotika, porsi terbesar ialah terpidana dengan hukuman di bawah 10 tahun karena barang bukti yang kecil. Jumlahnya mencapai 101.032 orang.
Di sisi lain, negara tidak dapat menutup mata dengan persoalan teknis rehabilitasi. Sebagaimana telah disinggung Badan Narkotika Nasional, banyak daerah tidak memiliki tempat rehabilitasi. Masalah ini juga berpangkal pada sumber daya manusia yang masih sangat terbatas.
Permasalahan membeludaknya napi narkoba memang merupakan rantai dari karut-marut hukum hingga infrastruktur rehabilitasi. Sebab itu, penyelesaian juga harus dilakukan menyeluruh dan berkelanjutan. Sebab semua itu pada akhirnya juga memengaruhi lingkaran setan peredaran narkoba di dalam negeri.
Jika persoalan LP tidak dibenahi secara serius, menjadikan penjara sebagai wadah penyucian perilaku buruk juga cuma omong kosong. Para penghuninya tidak saja sakit secara mental, tapi juga secara fisik. Penjara bukan menjadi wadah penyucian, melainkan kuburan bagi kematian mereka.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved