Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Ironi Impor Beras

18/3/2021 05:00
Ironi Impor Beras
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

HAMPIR setiap tahun persoalan menyangkut perberasan selalu muncul. Kali ini yang menonjol ialah tentang rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras. Alasannya untuk menjaga stok cadangan beras nasional. Pemerintah berkeras cadangan beras, atau istilah kerennya iron stock, diperlukan untuk kebutuhan mendesak, seperti penyaluran bantuan sosial (bansos) atau operasi pasar untuk stabilisasi harga.

Ini menjadi perdebatan karena di saat yang sama sebetulnya Indonesia tidak sedang kekurangan beras. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84% dari produksi di periode sama 2020 yang sebesar 11,46 juta ton. Angka itu sebentar lagi akan dicapai karena Maret-April 2021 merupakan waktu panen raya beras.

BPS juga mencatat sebaran daerah sentra produksi beras di beberapa provinsi di Jawa, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Jika pemerintah tetap memaksakan impor beras, petani di daerah sentra produksi beras pasti dirugikan.

Mari kita lihat data lain. Per 7 Maret 2021 lalu, stok beras Bulog sebesar 869.151 ton, terdiri atas stok komersial 25.828 ton dan cadangan beras pemerintah (CBP) 843.647 ton. Angka CBP itu memang masih di bawah angka minimal cadangan di masa pandemi, yakni sebesar 1,5 juta ton.

Akan tetapi, dengan logika sederhana saja kita bisa menghitung bahwa melalui produksi panen raya 2021, sesungguhnya kekurangan cadangan beras bisa ditutup oleh serapan dari produksi dalam negeri. Artinya, berdasarkan data-data itu, impor bukan sesuatu yang harus dilakukan dalam waktu dekat.

Bila impor dipaksakan ketika produksi beras mencukupi, apalagi menjelang panen raya, siapa yang paling menjerit? Tentu saja petani, karena harga gabah sangat mungkin bakal jatuh. Betul bahwa sudah ada penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah. Namun, fakta yang kerap terjadi sampai saat ini, harga gabah di tingkat petani kerap berkutat di bawah HPP.

Bahkan saat impor beras masih dalam tahap rencana, belum dieksekusi, harga jual gabah kering petani sudah mulai terpengaruh. Pada akhirnya, niat pemerintah memperbesar cadangan beras untuk mengantisipasi permainan para spekulan malah kontradiktif. Amat mungkin rencana impor beras itu justru dimanfaatkan tengkulak untuk memainkan harga yang ujung-ujungnya merugikan petani.

Lalu, jika kemudian alasan pemerintah mengimpor beras itu sebagai cadangan untuk kebutuhan seperti bansos, bukankah pemerintah sendiri sudah memutuskan bansos di tahun ini tidak lagi berupa sembako (di dalamnya ada beras), tapi diganti uang tunai? Bukankah bansos dalam bentuk barang lebih besar potensi moral hazard-nya, dan itu sudah terbukti?

Impor sejatinya bukan hal yang tabu, dengan syarat produksi beras kita pada saat itu memang lemah. Rencana impor beras barangkali tak terlalu memunculkan polemik bila disampaikan dengan basis data yang akurat, misalnya hasil panen raya yang merosot sehingga tak bisa memenuhi kebutuhan domestik. Tanpa alasan-alasan itu, rencana impor beras sudah semestinya dipertanyakan.

Alih-alih selalu menjadikan impor sebagai jalan keluar persoalan pangan, pemerintah seharusnya lebih fokus menggalakkan produksi pangan dalam negeri, termasuk beras. Itu fondasi bila bangsa ini ingin mencapai cita-cita kedaulatan pangan.

Bukan sekadar kedaulatan pangan. Membeli hasil panen petani ialah bukti nyata mencintai produksi dalam negeri. Bukankah pemerintah sedang gencar mengampanyekan gerakan membeli produksi dalam negeri, mencintai produksi dalam negeri, dan membenci produk luar negeri?

Keputusan pemerintah mengimpor 1 juta ton beras tahun ini mesti ditopang dengan landasan kuat, didukung data yang akurat, dan bisa dipertanggungjawabkan. Langkah impor yang tidak tepat dan tidak transparan justru bakal menekan harga di tingkat petani sekaligus membuyarkan mimpi kesejahteraan petani.

Dengan perspektif seperti itu, tak sepatutnya muncul rencana mengimpor beras ketika produksi sedang bagus, apalagi menjelang panen raya. Sejatinya, 'kegemaran' pemerintah mengimpor beras justru akan menjauhkan dari cita-cita itu.



Berita Lainnya
  • Rumah Sakit Asing bukan Ancaman

    18/7/2025 05:00

    DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.

  • Kerja Negosiasi belum Selesai

    17/7/2025 05:00

    AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

  • Setop Penyakit Laten Aksi Oplosan

    16/7/2025 05:00

    BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.

  • Revisi KUHAP tanpa Cacat

    15/7/2025 05:00

    DPR dan pemerintah bertekad untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semangat yang baik, sebenarnya.

  • Cari Solusi, bukan Cari Panggung

    14/7/2025 05:00

    PERSAINGAN di antara para kepala daerah sebenarnya positif bagi Indonesia. Asal, persaingan itu berupa perlombaan menjadi yang terbaik bagi rakyat di daerah masing-masing.

  • Awas Ledakan Pengangguran Sarjana

    12/7/2025 05:00

    DALAM dunia pendidikan di negeri ini, ada ungkapan yang telah tertanam berpuluh-puluh tahun dan tidak berubah hingga kini, yakni ganti menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum, ganti buku.

  • Mencurahkan Hati untuk Papua

    11/7/2025 05:00

    JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.

  • Bukan Bangsa Pelanduk

    10/7/2025 05:00

    Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.

  • Bansos bukan untuk Judol

    09/7/2025 05:00

    IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).

  • Dicintai Rakyat Dibenci Penjahat

    08/7/2025 05:00

    KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.

  • Investasi Enggan Melesat

    07/7/2025 05:00

    PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto tampaknya mulai waswas melihat prospek pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2028-2029.

  • Di Laut, Kita Dikepung Petaka

    05/7/2025 05:00

    LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.

  • Jangan Menyerah Lawan Kekejian Israel

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.

  • Musim Potong Hukuman Koruptor

    03/7/2025 05:00

    SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.

  • Menjerat Penjaja Keadilan

    02/7/2025 05:00

    ADA angin segar dalam penegakan hukum terhadap koruptor.

  • Lagu Lama Korupsi Infrastruktur

    01/7/2025 05:00

    PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.