Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PENYEBARAN covid-19 cenderung meningkat sehingga dibutuhkan percepatan penanganan untuk mengatasinya. Hingga kemarin, covid-19 sudah menjangkiti 117 orang di 8 provinsi, termasuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Percepatan penanganan covid-19 memerlukan langkah-langkah terukur, cepat, dan tepat tanpa menimbulkan ketakutan dan kepanikan masyarakat. Lokomotif penanganan ada di tangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
Gugus tugas sudah mengambil langkah cepat dan tepat, menetapkan fokus kegiatan berbasis komunitas dengan tujuan melindungi warga yang masih sehat agar tidak tertular penyakit dan semaksimal mungkin menyembuhkan yang telah sakit.
Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk membatasi penularan covid-19. Masyarakat hendaknya secara aktif mencegah dan mendeteksi dini penyakit tersebut dengan terus meningkatkan imunitas diri.
Harus tegas dikatakan bahwa covid-19 ialah musuh bersama. Virus itu bisa menginfeksi siapa pun tanpa mengenal usia, jabatan, ras, dan agama. Karena itu, harus ada kesadaran dalam diri setiap orang untuk mengambil bagian dalam melawan musuh bersama itu. Kesadaran itu akan membangkitkan solidaritas sosial.
Kesadaran setiap orang itu, misalnya, mengambil jarak sosial, bukan antisosial. Mengambil jarak sosial dalam praktik kesehatan publik dikenal sebagai social distancing. Tujuannya tentu saja untuk memperlambat penyebaran covid-19 dari satu orang ke orang lain. Kata kuncinya ialah pengendalian diri.
Ada kesadaran pribadi untuk menjauhi kerumunan orang, tidak pergi ke acara konser, tempat pesta atau berkumpul di suatu tempat tertutup, serta tidak bepergian ke tempat wisata.
Mengambil jarak sosial juga bisa dipraktikkan dengan menghindari kontak fisik, misalnya tidak bersalaman atau saling menyentuh pipi saat bertemu. Menghidari sentuhan fisik itu salah satu cara untuk mencegah penularan covid-19.
Keputusan pribadi untuk mengambil jarak sosial itu sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, kemarin. Presiden meminta segenap masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran covid-19.
Salah satu caranya, menurut Presiden, ialah mulai mengurangi aktivitas di luar rumah. "Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," kata Presiden.
Elok nian bila pemerintah dan pemerintah daerah segera mengeluarkan kebijakan tentang proses belajar dari rumah bagi pelajar dan mahasiswa, membuat kebijakan tentang sebagian ASN bisa bekerja di rumah. Tidak kalah pentingnya ialah aturan menunda kegiatan-kegiatan yang melibatkan peserta banyak orang. Sejumlah kepala daerah sudah membuat aturan yang dimaksud.
Presiden Joko Widodo, sekurang-kurangnya saat ini, tidak menetapkan status darurat nasional covid-19 seperti yang disarankan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. Presiden juga memutuskan tidak melakukan apa yang disebut lockdown.
Tentu Presiden punya pertimbangan tersendiri. Salah satunya mungkin karena sebagai negara besar dan negara kepulauan, tingkat penyebaran covid-19 ini bervariasi antardaerah.
Karena itu, Presiden meminta seluruh gubernur, bupati, dan wali kota terus berkonsultansi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk menentukan status daerah mereka siaga darurat ataukah tanggap darurat bencana nonalam. Kewenangan kepala daerah itu diatur dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu.
Lockdown bisa kita lakukan secara mandiri atau self-lockdown. Dengan menjaga jarak sosial atau bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, kita telah melakukan self-lockdown, untuk mencegah penyebaran virus korona.
Kebijakan apa pun yang diambil pemerintah hendaknya tetap fokus pada penguatan solidaritas sosial tanpa memicu ketakutan dan kepanikan. Fakta menunjukkan ketakutan dan kepanikan dalam penanganan wabah penyakit justru menimbulkan korban berlipat-lipat.
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved