Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KORUPSI di negeri ini dikenal memiliki akar yang luar biasa kuat. Karena itu, korupsi amat sulit ditumbangkan. Apalagi kalau menumbangkannya dilakukan dengan cara-cara biasa. Cara keras seperti operasi tangkap tangan (OTT) pun tak membuat para pelakunya ciut nyali.
Terlebih bila melihat fakta bahwa rata-rata vonis hukuman bagi terdakwa korupsi ternyata sangat rendah. Akhir tahun lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis catatan rata-rata vonis hakim dalam kasus korupsi sepanjang 2016 hanya 26 bulan penjara. Itu kurang lebih hanya 1/8 dari hukuman maksimal. Tak ada efek jera sama sekali.
Ketika cara keras tak efektif, muncul banyak dorongan agar efek jera dihadirkan lewat pemberatan sanksi sosial dan moral. Apa pun caranya, biar mereka jera, koruptor mesti dipermalukan. Bila perlu, dikucilkan. Bagus lagi dimiskinkan.
Namun, rupanya mempermalukan koruptor juga tak mudah. Meskipun KPK sudah menerapkan metode pemborgolan dan keharusan memakai baju tahanan, mereka masih saja berani cengengesan, bahkan petantang-petenteng di depan kamera televisi. Mereka juga tak malu melambaikan tangan ke arah kenalan atau bahkan pendukung.
Karena itu, sudah sepatutnya publik menawarkan alternatif-alternatif cara untuk melawan perilaku koruptif yang sudah mengakar itu. Salah satu yang menarik dan perlu dikaji metodenya ialah usul untuk mencabut gelar akademik atau ijazah perguruan tinggi para koruptor.
Tak bisa dibantah, mayoritas pejabat atau pihak ketiga yang selama ini terbukti terlibat praktik korupsi dan suap ialah berasal dari kalangan berpendidikan tinggi. Koruptor bergelar doktor dan profesor pun ada, bahkan boleh dikatakan banyak. Mereka terdidik dan mestinya menjadi anutan. Akan tetapi, mereka rela menggadaikan integritas karena tak mampu menahan goda racun korupsi.
Jika dilihat dari sisi akademisi, hukuman pencabutan ijazah boleh jadi dianggap hukuman sadis. Mungkin itulah hukuman paling berat sekaligus paling memalukan di dunia pendidikan. Namun, coba kita renungkan, bukankah menggarong uang rakyat juga sebuah tindakan yang tak kalah sadis? Bukankah mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya itu sangat tidak mencerminkan perilaku intelektual? Yang sadis harus dilawan dengan yang sadis, itu baru impas.
Mencabut ijazah atau gelar akademik berarti membatasi ruang hidup koruptor, bukan saja secara ekonomi, melainkan juga secara politik. Secara ekonomi, tanpa ijazah, orang terhalangi keleluasaannya memperoleh pekerjaan. Secara politik, kemungkinan kapitalisasi gelar akademik untuk memperoleh jabatan politik tereduksi. Dengan begitu, pencabutan ijazah atau gelar akademik kiranya bisa menghadirkan efek jera.
Sejumlah pihak menyarankan pencabutan gelar akademik terhadap koruptor mesti didukung pemerintah dan penegak hukum. Aturan pencabutan ijazah itu dimasukkan lewat revisi Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang pencabutan hak politik bagi koruptor. Artinya, lewat pintu itu, hakim bisa saja memberikan vonis pencabutan gelar akademik selain pencabutan hak politik terdakwa korupsi.
Usul lainnya ialah pencabutan gelar akademik dilakukan pihak kampus kepada alumni mereka yang terbukti terlibat korupsi. KPK beberapa tahun silam pernah mengusulkan agar kampus membuat pakta integritas yang mewajibkan alumni mengembalikan ijazah kepada kampus jika terbukti korupsi.
Saat itu wacana tersebut banyak menuai pujian karena bagaimanapun, kampus harus dijauhkan dari perilaku-perilaku menyimpang dan tercela. Harus diingat bahwa perguruan tinggi bukan sekadar tempat menuntut ilmu, melainkan juga menyandang fungsi yang terkait dengan pembentukan karakter bangsa.
Dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan, salah satu fungsi perguruan tinggi ialah 'mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa'.
Namun, harus diakui, hingga saat ini belum banyak kampus yang menerapkan pencabutan gelar akademik buat alumni koruptor. Itu yang mesti kita dorong terus menjadi sebuah gerakan masif. Sudah saatnya kampus menjadi lokomotif pergerakan dalam peperangan kita melawan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
MUSIBAH bisa datang kapan pun, menimpa siapa saja, tanpa pernah diduga.
MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.
PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.
DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.
AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.
BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.
DPR dan pemerintah bertekad untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semangat yang baik, sebenarnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved