Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SETELAH sekitar satu tahun tutup akibat kebakaran, Museum Nasional Indonesia (MNI) di Jakarta Pusat dibuka lagi mulai 15 Oktober 2024. Bukan sekadar membuka pintu, MNI sekaligus menggelar Pameran Repatriasi yang menampilkan 288 benda purbakala bersejarah yang baru dikembalikan pemerintah Belanda. Proses serah terima secara resmi telah berlangsung di MNI pada 30 September 2024.
Repatriasi tahap pertama berlangsung pada 2023 dan kini jumlah pusaka rampasan yang telah dikembalikan pemerintah Belanda mencapai sekitar 700 benda. Tahun lalu, dari 472 benda pusaka repatriasi, di antaranya ialah koleksi pusaka Kerajaan Lombok, keris Kerajaan Klungkung, empat arca Singasari, dan koleksi Pita Maha yang terdiri dari lukisan dan patung kayu. Adapun pada repatriasi kali ini, di antaranya berupa arca Ganesha, arca Brahma, dua arca Candi Singasari, dan 284 benda koleksi dari Perang Puputan, Bali.
Pulangnya pusaka rampasan itu dikatakan Sekretaris Tim Repatriasi Indonesia, Bonnie Triyana, merupakan kerja sejak 2019. Kala itu saat menjadi kurator tamu di Rijksmuseum (Museum Nasional Belanda), ia terpantik dengan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berjanji mengembalikan benda-benda pusaka milik Afrika yang dirampas Prancis. Bonnie pun mulai memancing wacana serupa ke kolega-kolega di Rijkmuseum.
Gayung bersambut dan berlanjut dengan kunjungan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid ke Amsterdam. Pemerintah Indonesia dan Belanda kemudian masing-masing membentuk tim repatriasi, yang kerjanya termasuk memverifikasi keabsahan pusaka rampasan tersebut.
“Pertemuan di antara dua negara terjadi di Leiden pada Juli 2023 untuk melakukan penyerahan koleksi serta penandatanganan kesepakatan. Semua benda itu dikirim dari Belanda ke Indonesia dengan biaya perjalanan ditanggung oleh Belanda,” jelas Bonnie dalam sambungan telepon, Senin (14/10).
Ia menjelaskan, selain komunikasi yang intens, keberhasilan repatriasi juga didukung tekanan publik Belanda sendiri, khususnya generasi ketiga dari keturunan tokoh-tokoh Belanda yang terlibat kolonialisme. Publik Belanda semakin kritis terhadap pemerintahnya sendiri soal moral etika memamerkan barang rampasan dari negara lain.
Soal kapabilitas pemerintah Indonesia dalam merawat dan menyimpan pusaka repatriasi itu, Ketua Tim Pengelolaan Koleksi Museum dan Cagar Budaya, Kemendikbud, Gunawan, menyatakan fasilitas yang ada sudah memenuhi standar internasional. “Dalam penyimpanan kami pun memperhatikan material, memperhatikan bobot, memperhatikan suhu. Misalnya yang emas ini enggak bisa disamakan dengan benda-benda yang lain, jadi kita akan mengategorikan proses penyimpanannya itu di lantai-lantai yang kita persiapkan,” ucap Gunawan.
Penelitian menyeluruh
Sejarawan asal Inggris yang telah lama menekuni sejarah Indonesia, Peter Carey, mengatakan bahwa ekshibisi yang nyaman dan gudang yang aman harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Kebakaran di MNI dan Museum Bahari tidak boleh terulang.
Meski begitu, pekerjaan rumah setelah kembalinya pusaka-pusaka rampasan tidak berhenti di situ saja. “Konteks sejarah yang menarik (dari pusaka itu) harus bisa diceritakan. Harus ada tanggung jawab untuk penelitian menyeluruh. Karena, kalau tidak, ini hanya benda mati,” kata professor dari Universitas Oxford, Inggris, itu dalam wawancara Zoom dengan Media Indonesia, Selasa (15/10).
Penulis buku Kuasa Ramalan, yang bertutur tentang riwayat hidup Pangeran Diponegoro itu, mengungkapkan bahwa kerja kuratorial juga perlu menggandeng sejarawan asing. Sebab, imbuhnya, berkaca dari pusaka tombak Pangeran Diponegoro, kisah sejarahnya justru didapatkan dari sejarawan militer Belanda. Tanpa kemampuan pemerintah untuk menggandeng para kurator yang tepat, maka sejarah dan makna dari pusaka itu tidak akan terungkap sepenuhnya.
Carey juga menekankan pentingnya menyeleksi benda yang perlu direpatriasi. “Kita perlu membuat daftar benda yang penting bagi negara dan bangsa yang belum dikembalikan, dari Belanda, dari Inggris. Kemudian daftar benda yang tidak begitu penting,” katanya.
Daftar itu akan memengaruhi kemampuan pendanaan negara untuk penyimpanan maupun penelitian. Selain itu, terdapat pula banyak benda yang ingin dikembalikan pemerintah Belanda tapi sudah dalam kondisi rusak parah.
Terhadap benda-benda yang sangat penting, menurut Carey, dapat menjadi tugas Kementerian Kebudayaan yang baru dibentuk Presiden Prabowo untuk bekerja keras memulangkannya. Carey pun mencontohkan Prasasti Sangguran atau akrab disebut Minto Stone yang dibawa Lord Minto ke Skotlandia. Prasasti tahun 928 M itu dinilai amat penting karena merupakan prasasti pertama Dinasti Syailendra setelah pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Prasasti lain yang juga penting ialah Prasasti Pucangan (1041 M) yang sekarang berada di museum di Kolkata, India. Prasasti itu menceritakan asal-usul Raja Airlangga.
Di sisi lain, upaya mendesak pengembalian dari pemerintah Inggris mungkin saja jadi sulit. Itu berkaca dari negara-negara Afrika yang hanya mendapat pemulangan benda pusaka selama tiga tahun karena Inggris belum memiliki kebijakan pengembalian rampasan.
Carey menyebut beragam mekanisme bisa digunakan untuk memaksa memulangkan prasasti itu. Mulai dari melibatkan pengacara internasional, mengupayakan permanent loan (pinjaman tidak berbatas waktu), hingga swap atau tukar barang.
Terakhir, Carey mengemukakan pentingnya digitalisasi pusaka-pusaka dan dipublikasi hasilnya dalam suatu platform yang terbuka bagi masyarakat. Digitalisasi penting guna pendokumentasian detail, sementara adanya platform terbuka menjadi krusial untuk pemanfaatan nyata pusaka-pusaka itu. Dari platform terbuka, masyarakat dapat menggali inspirasi hingga kemudian melahirkan berbagai karya yang menjadi bagian hidup saat ini.
“Jadi orang bisa mempelajari budaya yang luhur dari leluhur. Ini living culture yang bisa dipakai untuk membuat karya baru. Ini bagian dari DNA bangsa,” tandas Carey. Lebih jauh, tambahnya, living culture itu dapat menjadi soft power bagi Indonesia. (M-3)
Jumlah tiket dengan harga Rp1.000 terbatas yakni 500 lembar
Setelah lama berdiri dan menyajikan begitu banyak pengetahuan sejarah maupun budaya kepada pengunjungnya, museum ini terpaksa menutup pintu karena mengalami kebakaran.
Sebanyak tiga pameran disiapkan yaitu Pameran Repatriasi, Pameran Pasca Kebakaran dan Pameran Wajah Baru Museum Nasional yang berlangsung mulai 15 Oktober - 31 Desember.
Format 2015 itu akan mulai digunakan di Grand Prix Tiongkok di Shanghai pada 17 April mendatang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved