Selasa 14 Maret 2023, 14:00 WIB

Intermittent Fasting Pengaruhi Kebiasaan Makan Sehat di Masa Depan

Devi Harahap | Weekend
Intermittent Fasting Pengaruhi Kebiasaan Makan Sehat di Masa Depan

medcom.id
Ilustrasi intermittent fasting

 

SELAMA beberapa dekade terkahir, puasa intermiten atau intermittent fasting menjadi strategi menurunkan berat badan yang populer di kalangan para pelaku diet.

Akan tetapi, sebuah studi yang ditulis Jordan Schueler, kandidat PhD di Departemen Ilmu Psikologi dan Otak di Texas A&M, menunjukkan puasa intermiten dapat meningkatkan risiko binge-eating dan gangguan makanan lainnya di masa depan. 

Peneliti mengatakan Binge-eating merupakan kegiatan mengonsumsi  makanan dalam porsi besar secara teratur dalam waktu singkat hingga perut terlalu kenyang (begah). Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Appetite itu mulai dikembangkan sejak 2019.

Schueler mengungkapkan informasi tentang efek psikologis dari puasa intermiten tergolong minim. Namun, secara medis bisa berdampak pada berat badan dan kolesterol.

"Saya tertarik untuk melihat bagaimana bentuk khusus dari diet terbatas waktu ini, orang mungkin mengabaikan isyarat lapar untuk waktu yang lama, itu juga dapat menyebabkan makan berlebihan," kata Schueler, Jumat (3/2).

Penelitian ini melibatkan 300 peserta dari kalangan mahasiswa sarjana sebagai sampel. Di antara peserta, 23,5% saat ini berpartisipasi dalam puasa intermiten, 16% pernah mencoba puasa intermiten dan 61% tidak pernah puasa intermiten sebelumnya.

Hasil menunjukkan peserta yang menjalani puasa intermiten pada masa lalu memiliki potensi terlibat dalam binge eating daripada peserta yang tidak pernah melakukan metode tersebut. Schueler mengatakan sistem apapun yang memaksa tubuh ke dalam pola makan yang tidak normal dapat berpotensi mengganggu perkembangan tubuh.

"Mereka yang menjalankan puasa intermiten mungkin bisa mengendalikan diri dalam mengonsumsi makanan," ujarnya.

Baca juga: Mengenal Diet Intermittent Fasting dan Caranya

Studi ini juga menemukan puasa intermiten cenderung tidak menyesuaikan dengan rasa lapar internal dan isyarat kenyang.

Namun, menurut Schueler, orang yang menjalankan puasa intermiten lazim mengalami rebound effect setelah pembatasan kalori yang parah, makan berlebihan terjadi. Rebound effect adalah produksi gejala negatif yang meningkat ketika efek terapi telah berlalu atau pasien tidak lagi merespons suatu terapi. 

Temuan ini menunjukkan, meskipun puasa intermiten menjadi faktor seseorang untuk makan berlebihan saat sedang diet, hal itu kemungkinan memiliki efek yang bertahan lama pada hubungan seseorang dengan makanan. Sementara itu, ada beberapa jenis puasa intermiten namun semuanya mengikuti konsep yang sama, yaitu bergantian antara puasa dan makan.

Dengan pendekatan makan yang dibatasi waktu, pelaku diet hanya bisa mengisi perut selama jendela tertentu. Misalnya, dengan metode 16/8, orang tersebut berpuasa selama 16 jam dan kemudian dapat makan dalam rentang waktu delapan jam antara pukul 10.00 hingga pukul 18.00 WIB.

Sementara itu, beberapa ahli tidak menganggap puasa intermiten memiliki banyak manfaat penurunan berat badan jangka panjang dibandingkan pembatasan kalori standar.(M-4)

Baca Juga

123RF

Hindari Tiga Makanan Ini Saat Sahur untuk Puasa Lebih Nyaman

👤Devi Harahap 🕔Selasa 28 Maret 2023, 19:15 WIB
Makanan yang dikonsumsi saat sahur amat memengaruhi ketahanan tubuh dalam...
DOK SMILE DENTAL

Ke Klinik Gigi Ini, Jangan Takut Kemahalan

👤mediaindonesia.com 🕔Selasa 28 Maret 2023, 17:36 WIB
Pemeriksaan gigi dan mulut dianggap mahal jika dibandingkan dengan pemeriksaan kesehatan bagian tubuh yang...
Unsplash/ VD Photography

Ini Ciri Kurma yang Sudah Tidak Layak

👤Nike Amelia Sari 🕔Selasa 28 Maret 2023, 16:45 WIB
Bercak putih belum berarti jamur, melainkan bisa jadi tanda adanya...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya