Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Melindungi Keanekaragaman Hayati dan Mengatasi Kesenjangan Bagian Solusi untuk Mengatasi Krisis Iklim

Adiyanto
08/3/2022 09:50
Melindungi Keanekaragaman Hayati dan Mengatasi Kesenjangan Bagian Solusi untuk Mengatasi Krisis Iklim
Grafis: Dampak perubahan iklim(AFP Grafis: Dampak perubahan iklim )

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengingatkan kerusakan akibat pemanasan global sudah sangat parah. Penilaian IPCC yang komprehensif ini berdasarkan pada 34.000 studi yang mendokumentasikan berbagai dampak perubahan iklim pada manusia dan alam, dari gelombang panas yang semakin sering dan intens, kekeringan, kebakaran hutan, badai, serta banjir (lihat grafis). Menurut mereka, beberapa dampaknya sekarang bahkan tidak dapat diubah.

Suhu di sejumlah belahan bumi, kata IPCC, kian membunuh lebih banyak orang, sementara kekeringan membunuh lebih banyak pohon, dan pemanasan lautan merusak lebih banyak terumbu karang. “Tanpa tindakan segera, dampak yang lebih buruk bakal cepat datang dari yang diperkirakan ilmuwan.” kata laporan itu, seperti dilansir The Guardian, akhir pekan kemarin.

Laporan baru IPCC itu menganalisis dampak krisis iklim dan bagaimana umat manusia dapat beradaptasi, selain cara memangkas emisi. Kabar baiknya adalah bahwa masa depan yang layak huni tetap ada. Tetapi perlu tindakan nyata dan segera untuk mengatasi perubahan iklim. Sekjen PBB António Guterres mengatakan “Penundaan adalah kematian.”

Tetapi, menurut IPCC, mengatasi dampak iklim saja tidak akan berhasil. Menurut mereka saat ini krisis iklim tidak dapat dipisahkan dari krisis keanekaragaman hayati. Selain itu yang juga tidak kalah penting adalah mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh miliaran orang.

Mengingat ruang lingkup ini, dan dengan harapan potensi masa depan yang layak huni, penilaian tersebut dapat dilihat sebagai salah satu yang paling penting dalam sejarah manusia. Rekomendasi itu melibatkan lebih dari 1.000 ilmuwan alam dan sosial dan dengan suara bulat disetujui oleh pemerintah di 195 negara.

“Saya telah melihat banyak laporan ilmiah di masa saya, tetapi tidak ada yang seperti ini,” kata Guterres. Laurence Tubiana, di Yayasan Iklim Eropa dan salah satu arsitek kesepakatan iklim Paris 2015, mengomentari hasil penelitian IPCC yang dirilis pekan lalu. “Tidak ada alasan lagi untuk tidak bertindak," katanya.

Laporan itu menyebut sekitar 3,5 miliar orang rentan terhadap dampak iklim dan setengah dari populasi dunia menderita kekurangan air yang parah di beberapa titik setiap tahun. Satu dari tiga orang terkena tekanan panas yang mematikan, dan ini diproyeksikan meningkat menjadi 50% hingga 75% pada akhir abad ini.

Setengah juta lebih banyak orang berisiko mengalami banjir serius setiap tahun, dan satu miliar orang yang tinggal di pantai akan terpapar pada 2050, kata laporan itu. Meningkatnya suhu dan curah hujan juga kian memicu penyebaran penyakit pada manusia, tanaman, ternak, dan satwa liar.

Bahkan jika suhu bumi terus memanas di bawah 1,6C pada 2100 sebanyak 8% dari lahan pertanian saat ini akan menjadi tidak cocok lagi untuk ditanami, sementara saat itu populasi global diprediksi telah mencapai di atas 9 miliar. “Stunting parah dapat mempengaruhi 1 juta anak di Afrika saja. Jika pemanasan global terus berlanjut dan jika sedikit adaptasi dilakukan, 183 juta orang lagi diproyeksikan akan kelaparan pada 2050,” kata laporan itu lagi.

Laporan itu mengatakan perlindungan sejumlah tempat  dan satwa liar sangat penting untuk mengatasi krisis iklim.  Apa yang dialami hewan dan tumbuhan saat ini jauh berbeda jika dibandingkan puluhan ribu tahun. Setengah dari spesies terpaksa hijrah dari habitatnya, bahkan banyak yang menghadapi kepunahan.

Kemampuan untuk menghasilkan makanan bergantung pada air, tanah, dan penyerbukan yang disediakan oleh alam yang sehat. Oleh karena perlindungan terhadap hewan dan tumbuhan sangat penting.

Perlunya konservasi

Laporan itu menyebut mempertahankan ketahanan alam pada skala global bergantung pada konservasi 30% hingga 50% daratan, air tawar, dan lautan di Bumi. Saat ini, kurang dari 15% daratan, 21% air tawar, dan 8% lautan merupakan kawasan lindung, dan beberapa wilayah, seperti Amazon, telah beralih dari yang semula tempat menyimpan karbon justru berubah menjadi memancarkannya.

Laporan IPCC juga sangat jelas bahwa beradaptasi dengan krisis iklim adalah masalah sosial yang sama pentingnya dengan masalah ilmiah. Cara terbaik untuk memberikan perlindungan yang efektif dan langgeng dari kekacauan iklim adalah melalui tindakan yang mengatasi ketidaksetaraan seperti yang didasarkan pada jenis kelamin, etnis, kecacatan, usia, lokasi, dan pendapatan.

“Menargetkan dunia yang tahan terhadap iklim dan berkelanjutan melibatkan perubahan mendasar pada bagaimana masyarakat berfungsi, termasuk perubahan pada nilai-nilai yang mendasarinya, pandangan dunia, ideologi, struktur sosial, sistem politik dan ekonomi, dan hubungan kekuasaan,” kata penulis laporan tersebut dalam dokumen yang menyertainya. “Ini mungkin terasa luar biasa pada awalnya, tetapi dunia terus berubah – pembangunan yang tahan terhadap iklim menawarkan kita cara untuk mendorong perubahan guna meningkatkan kesejahteraan bagi semua.”

Laporan tersebut memperingatkan bahwa kerugian dan kerusakan iklim sangat terkonsentrasi di antara populasi yang miskin.

Madeleine Diouf Sarr, ketua Negara-negara Tertinggal pada pembicaraan iklim PBB, mengatakan: “Saya membaca laporan ini dengan sangat ketakutan dan sedih, tetapi tidak terkejut. Sangat jelas bagi kami bahwa tidak ada cara lain selain membatasi laju pemanasan hingga 1,5C.” (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya