Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Jangan Pernah Merasa Sendiri Hadapi Pandemi

Fetry Wuryasti
30/3/2020 15:13
Jangan Pernah Merasa Sendiri Hadapi Pandemi
Park Hyun, profesor di School of Mechanical Engineering, Pusan National University, yang berhasil sembuh dari covid-19(Jung Yeon-je / AFP))

PANDEMI covid-19 yang melanda dunia dan belum jelas akhirnya, telah membuat sebagian orang cemas, bahkan ada yang sampai mengakhiri hidup. Sejauh ini, setidaknya sudah tiga orang yang nekat bunuh diri terkait pandemi ini.

Kasus pertama adalah Daniela Trezzi, 34, seorang perawat di Italia karena dirinya terinfeksi virus covid-19 dan takut menularkan. Kasus kedua adalah Menteri Keuangan Negara Bagian Jerman Hesse, Thomas Schaefer, 54, yang ditemukan di dekat rel kereta api. Dia diduga terlalu khawatir tentang cara menangani dampak ekonomi akibat covid-19.

Kasus ketiga adalah remaja Inggris, Emily Owen, 19, yang bekerja sebagai pelayan,. Dia meninggal karena percobaan bunuh diri, akibat merasa ketakutan karena tertekan akibat isolasi selama pembatasan proses penyebaran infeksi covid-19.

Beberapa hari sebelumnya Owen sudah memperingatkan keluarga bahwa dia tidak tahan dengan dunia yang sempit, rencana-rencana gagal, dan terjebak di dalam rumah.

Psikiater Nova Riyanti Yusuf menjelaskan dalam konteks Menteri Keuangan Scaefer, sebuah penelitian di Universitas Oxford menyatakan 10 ribu kematian berhubungan dengan resesi ekonomi yang terjadi 2007-2009 di AS, Kanada, dan Eropa.

Literatur ilmiah mengatakan ada hubungan antara pengangguran dan angka bunuh diri yang lebih tinggi.

Studi di University of Technology, Taiwan, menemukan bahwa resesi meningkatkan angka bunuh diri pada kelompok umur lebih tua.

Resesi ekonomi yang memicu melonjaknya angka pengangguran, cenderung lebih meningkatkan angka bunuh diri di antara kelompok usia 55-64 tahun dibandingkan kelompok usia lainnya.

"Belajar dari kasus SARS di Hongkong (2002-2003), keterbatasan interaksi sosial, stres, dan kecemasan menyebabkan angka bunuh diri yang tinggi berdasarkan studi tahun 2010," ujar wanita yang akrab dengan sapaan Noriyu ini, melalui keterangan tertulis yang diterima,Senin (30/3).

Warning / peringatan dari terjadinya kasus-kasus bunuh diri akibat covid-19 adalah Werther Effect atau Copycat Syndrome atau imitasi.

Puncak dari imitasi, menurut International Association of Suicide Prevention (2012), adalah terjadi pada 3 hari pertama dan kemudian menurun setelah 2 minggu walau ada kalanya bertahan lebih lama.

"Hal ini mengingat, covid-19 masih belum bisa dibasmi dan proses physical distancing akan berlangsung entah sampai kapan. Sehingga dampak ekonomi akibat berhentinya roda kehidupan manusia tak terhindarkan," kata Noriyu.

Kondisi berkepanjangan yang tak menentu dalam kungkungan, dengan asupan data perkembangan korban covid-19, lama-lama bisa membuat seorang manusia yang tegar sekalipun jatuh mental dalam 2dua kondisi, yaitu

1. Behavioral disengagement (kurang berusaha dalam menghadapi stresor, bahkan menyerah atau menghentikan usaha untuk mencapai tujuan . Bisa dikatakan wujud ketidakberdayaan).

2. Mental disengagement (hanya melamun/berkhayal/tidur/terpaku menonton TV untul melarikan diri dari masalah).

Virus korona covid-19 menyerang tanpa pandang bulu. Siapa pun, di negara mana pun bisa terinfeksi. Artinya, masalah ini bukan menimpa kita sendiri. "Kita semua tetap berupaya keras bertahan. Covid-19 ini semacam proses seleksi alam. Menguji yang paling mempunyai daya tahan tubuh tinggi, berasupan gizi baik, tidak punya penyakit peserta, dan tentu saja harus rajin olah raga, “ ujarnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya