Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Anak berbicara sendiri menjadi hal wajar ditemui orangtua sejak dulu. Konon, mereka memilki teman khayalan yang misterius dan sulit diketahui orang dewasa. Sisi baiknya, menurut beberapa psikolog berbicara dengan teman khayalan justru membuat sang anak memiliki kosa kata yang baik.
Namun masuknya teknologi di kehidupan anak-anak seperti membunuh teman khayalan ini. Bagaimana tidak, anak-anak saat ini sering dibiarkan tanpa waktu saat bosan atau dibiarkan sendiri.
Dilansir dari dailymail, pekerja Taman Kanak-kanak mengatakan teman khayalan menjadi kurang umum karena terlalu banyak waktu menonton yang mempengaruhi imajinasi anak-anak.
Hal ini juga dibuktikan dengan jajak pendapat dari Polling daynurseries.co.uk, yang menanyai 1.000 pekerja perawat pada April dan Mei silam, menemukan hampir setengah (48%) mengatakan anak-anak yang mereka rawat memiliki teman imajiner.
Sebanyak 72% setuju, lebih sedikit anak memiliki teman imajiner sekarang daripada lima tahun lalu. Sementaa 63% dari mereka berpikir paparan layar alias screen time membuat anak-anak kurang imajinatif.
"Satu atau dua anak di kamar yang kami rawat memang memiliki teman imajiner tetapi mereka umumnya keluar di rumah, ketika anak-anak sendirian," kata David Wright, pemilik kelompok Nursery Pot Paint, Southampton.
"Ketika anak-anak memiliki waktu luang untuk diri mereka sendiri, mereka menemukan sesuatu yang kreatif untuk dilakukan dengan pikiran mereka, seperti membentuk teman khayalan," tambahnya.
Dia juga mengatakan, ada masalah umum dengan kreativitas anak-anak dan perkembangan imajinasi yakni untuk mengisi waktu bosan anak-anak berharap dihibur dengan cara tertentu. Shingga mereka menerima konten baik dari tablet atau TV, dan itu yang mengurangi kemampuan mereka untuk kemudian menggunakan imajinasi mereka sendiri untuk membuat teman khayalan, untuk mengembangkan bahasa dan cerita dan hal semacam itu.
Dr Paige Davis, seorang dosen psikologi di York St John University, mengatakan anak-anak yang berteman dengan khayalan biasanya berusia antara lima dan tujuh tahun. Mereka sering melakukannya untuk membantu mereka menghadapi suatu situasi, atau ketika mereka sedang membangun keterampilan hidup tertentu, seperti berbicara dengan orang lain.
Dia percaya anak-anak membuat teman yang tak terlihat yang unik seperti biasa, tetapi cara anak-anak bermain dengan teman khayalan bisa berubah seiring waktu. TV dan teknologi modern telah mengubah cara anak-anak bermain secara umum, sarannya.
"Dulu ketika Anda tidak memiliki TV, atau anak-anak menonton TV jauh lebih sedikit, Anda akan memiliki permainan spontan yang mereka buat ini, sedangkan sekarang Anda memiliki anak-anak ini yang berpikir bermain seperti di struktur TV," katanya. (M-3)
Baca juga : Weathering with You Wakili Jepang di Oscar 2020
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Perasaan sedih dan stres saat harus kembali ke rutinitas usai liburan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah post holiday blues.
Pondok Pesantren Darunnajah menghadirkan Darunnajah Assessment and Development Center (DADC), sebuah pusat asesmen dan pengembangan psikologis bagi santri, pendidik, dan masyarakat umum.
Pentingnya peran psikologi sebagai disiplin ilmu dan praktik dalam mendukung pembangunan bangsa, terutama dalam menciptakan masyarakat yang sehat secara mental dan berdaya saing.
Saat ini, timnas U-20 sedang menjalani pemusatan latihan di Jakarta, yang dijadwalkan berlangsung sejak 5-30 Januari sebelum tampil di Piala Asia U-20 di Tiongkok.
Layanan curhat yang diberikan Mega Salsabilah memang tidak memberikan solusi seperti seorang ahli, namun setidaknya memberikan kebahagiaan bagi orang yang bercerita kepadanya.
Balita berumur kurang dari dua tahun menjadi kelompok paling berisiko terhadap dampak dari screen time (paparan waktu layar).
Kebiasaan bermain dan melihat konten menggunakan gawai bisa membuat anak susah memusatkan perhatian dan menyebabkan penurunan kemampuan sensorik anak.
Melatonin merupakan hormon yang bikin mengantuk hingga seseorang akhirnya bisa tertidur.
Kondisi ini dikenal sebagai gadget neck, yaitu nyeri yang muncul karena posisi kepala menunduk terlalu lama, seperti saat menatap layar ponsel atau laptop.
Autisme virtual menyebabkan anak mengalami kesulitan komunikasi sosial, perilaku repetitif, dan perilaku yang tidak lazim.
PP Tunas tidak melarang penggunaan gawai. Namun, PP mengatur produk, layanan, dan fitur (PLF) yang diakses anak harus sesuai dengan tahap perkembangan mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved