Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Penelitian Baru Mengungkap Cara Memperkirakan Flare Matahari Lebih Awal Melalui Kedipan Plasma

Thalatie K Yani
27/1/2025 09:07
Penelitian Baru Mengungkap Cara Memperkirakan Flare Matahari Lebih Awal Melalui Kedipan Plasma
Sebuah penelitian baru ungkap sinaran plasma di permukaan matahari yang membentuk loop korona "berkedip" beberapa jam sebelum melepaskan flare matahari yang berpotensi berbahaya. (ESA/NASA)

SINARAN plasma yang membentuk loop di permukaan matahari "berkedip" beberapa jam sebelum melepaskan flare matahari yang berpotensi berbahaya, menurut sebuah penelitian baru. Temuan ini dapat membantu menciptakan perkiraan cuaca luar angkasa yang lebih andal, kata para peneliti.

Flare matahari adalah ledakan kekerasan radiasi elektromagnetik yang keluar dari matahari ketika garis medan magnet yang tidak terlihat di permukaan matahari terputar hingga akhirnya pecah. Ledakan ini paling sering terjadi di sekitar bintik matahari dan sering mengangkat plasma dari permukaan matahari ke dalam bentuk seperti pelana yang berkilauan, yang dikenal sebagai loop korona, sebelum mereka meledak.

Ledakan stellar ini dapat mengirimkan gelombang radiasi ke Bumi yang memicu pemadaman radio sementara. Flare ini juga dapat melepaskan awan plasma bermuatan magnetik yang bergerak cepat, yang dikenal sebagai lontaran massa koronal (CME), yang kadang-kadang menghantam planet kita dan menyebabkan badai geomagnetik.

Dalam penelitian baru ini, yang diterbitkan pada 6 Desember 2024 di Astrophysical Journal Letters dan dipresentasikan pada 15 Januari di pertemuan ke-245 American Astronomical Society di Maryland, para peneliti menganalisis gambar multi-wavelength dari loop korona yang mendahului 50 flare matahari, yang diambil oleh Observatorium Dinamika Matahari NASA (SDO). Ini mengungkapkan loop tersebut mengeluarkan kilatan kecil cahaya ultraviolet tak terlihat pada panjang gelombang tertentu beberapa saat sebelum flare dilepaskan.

"Hasil penelitian ini sangat penting untuk memahami flare dan dapat meningkatkan kemampuan kita untuk memprediksi cuaca luar angkasa yang berbahaya," kata Emily Mason, penulis bersama studi dan peneliti di Predictive Science Inc. di San Diego, dalam sebuah pernyataan.

Para peneliti mencatat kedipan ini bisa "menandakan datangnya flare dua hingga enam jam sebelumnya dengan akurasi 60% hingga 80%," yang merupakan peningkatan signifikan dibandingkan dengan metode saat ini. Intensitas kedipan tersebut juga berkorelasi dengan kekuatan flare yang akan datang, tambah mereka.

"Namun, tim [penelitian] mengatakan lebih banyak pengamatan diperlukan untuk mengonfirmasi hubungan ini," tulis perwakilan NASA dalam pernyataan tersebut.

Saat ini, matahari sedang melepaskan flare matahari seperti tidak ada habisnya berkat puncak maksimum matahari yang sedang berlangsung sehingga tidak akan kekurangan data untuk studi lanjutan.

Memprediksi Cuaca Luar Angkasa

Memperkirakan aktivitas matahari sangatlah menantang, dan para ilmuwan masih bisa salah dalam membuat prediksi. Misalnya, puncak maksimum matahari yang sedang berlangsung datang lebih awal dan lebih aktif dari yang diperkirakan para ilmuwan sebelumnya.

Ketidakpastian ini dapat menimbulkan masalah ketika badai matahari yang mengejutkan terjadi. Misalnya, operator satelit kehilangan beberapa pesawat ruang angkasa dalam beberapa bulan terakhir setelah mereka terlempar keluar dari orbit rendah Bumi oleh fluktuasi atmosfer Bumi yang tidak terduga akibat badai matahari.

Di permukaan planet kita, sistem GPS, seperti yang digunakan di sebagian besar traktor di AS, juga mengalami gangguan selama gangguan geomagnetik terbesar tahun lalu. Arus listrik yang dihasilkan oleh badai ini juga dapat merusak infrastruktur berbasis darat, seperti rel kereta api dan jaringan listrik.

Kemampuan untuk lebih akurat memprediksi cuaca luar angkasa juga akan memberi para pengejar aurora kesempatan yang lebih baik untuk melihat cahaya utara.

Namun, sebagian besar metode saat ini untuk memprediksi cuaca luar angkasa, seperti mengukur kekuatan medan magnet dan menganalisis bintik matahari, tidak memberikan perkiraan yang akurat untuk kapan flare tertentu akan terjadi.

"Banyak skema prediksi yang telah dikembangkan masih memprediksi kemungkinan terjadinya flare dalam periode waktu tertentu dan tidak selalu memberikan perkiraan waktu yang tepat," kata Seth Garland, penulis bersama studi dan peneliti di Air Force Institute of Technology di Ohio, dalam pernyataan tersebut.

Namun, metode baru untuk memprediksi flare matahari ini dapat memberikan peringatan lebih awal dengan mempertimbangkan keunikan setiap ledakan matahari yang potensial.

"Setiap flare matahari itu seperti kepingan salju — setiap flare itu unik," kata Kara Kniezewski, penulis utama studi dan mahasiswa pascasarjana di *Air Force Institute of Technology*, dalam pernyataan tersebut. (Space/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya