Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
KORONA, atmosfer luar matahari kian memikat ilmuan. Apalagi filamen plasma raksasa yang keluar dari permukaan matahari. Korona biasanya hanya terlihat saat gerhana matahari total dan biasanya kabur akibat atmosfer Bumi yang bergolak, kini semua itu berubah.
Berkat sistem optik adaptif mutakhir bernama Cona, yang dipasang pada Teleskop Surya Goode berdiameter 1,6 meter dan dioperasikan oleh NJIT's Center for Solar-Terrestrial Research (CSTR) di Big Bear Solar Observatory (BBSO), California, para ilmuwan kini memiliki akses pada pandangan matahari yang belum pernah sejelas ini.
Video-video yang direkam telah diberi warna buatan untuk menampilkan cahaya hidrogen-alfa yang dipancarkan oleh plasma. Salah satu pemandangan paling mencolok: tampilan paling tajam dari hujan koronal, benang-benang halus dari plasma yang mendingin, beberapa lebarnya kurang dari 20 kilometer.
Hujan koronal terbentuk saat plasma yang lebih panas di korona matahari mendingin dan mengembun. Seperti tetesan hujan di Bumi, hujan koronal ditarik kembali ke permukaan matahari oleh gravitasi. Namun berbeda dengan hujan di Bumi yang jatuh lurus ke bawah, hujan koronal mengikuti jalur melengkung karena plasma bermuatan listrik mengikuti garis medan magnet matahari.
Pengamatan matahari yang sangat mendetail ini juga mengungkap fitur baru yang belum pernah terlihat — pembentukan dan runtuhnya aliran plasma yang halus secara cepat, yang disebut plasmoid.
Video time-lapse menunjukkan plasmoid yang melengkung di permukaan matahari dengan kecepatan hampir 100 kilometer per detik. Ini kemungkinan besar adalah pertama kalinya plasmoid berhasil diamati.
"Ini adalah pengamatan paling detail sejauh ini untuk jenis fenomena ini, menampilkan fitur-fitur yang belum pernah terlihat sebelumnya, dan kami belum sepenuhnya memahami apa sebenarnya fitur-fitur ini," ujar Vasyl Yurchyshyn, salah satu penulis studi, dalam pernyataannya.
Tak kalah menarik, tampilan rumit dari prominensi matahari yang cepat membentuk ulang dirinya sambil ‘menari’ dan berputar mengikuti medan magnet matahari.
Permukaan matahari yang tampak lembut seperti kapas berasal dari spikula, semburan plasma berdurasi pendek yang sifat dan asalnya masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.
Prominensi matahari adalah lengkungan besar plasma — gas panas yang sebagian besar terdiri dari hidrogen dan helium. Fenomena ini tertambat di permukaan matahari, tepatnya di fotosfer (lapisan terendah dari atmosfer matahari yang tampak), dan menjulur jauh ke dalam korona. Namun, ilmuwan masih belum mengetahui dengan pasti bagaimana prominensi ini terbentuk.
Gambar-gambar baru korona matahari ini bukan hanya menawan secara visual, tetapi juga membuka peluang unik untuk mempelajari korona dengan cara yang belum pernah bisa dilakukan sebelumnya.
"Sistem optik adaptif koronal yang baru ini menutup celah pengamatan selama puluhan tahun dan menghasilkan citra fitur koronal dengan resolusi 63 kilometer — batas teoretis dari Teleskop Surya Goode 1,6 meter," jelas Thomas Rimmele, Kepala Teknolog di National Solar Observatory.
Dengan menangkap struktur halus dan gerakan plasma yang lebih dingin, para ilmuwan semakin dekat untuk mengungkap salah satu misteri terbesar matahari: mengapa korona bisa mencapai suhu jutaan derajat lebih panas dibanding permukaan matahari sendiri. Pandangan yang lebih tajam ini juga membantu kita memahami letusan filamen dan lontaran massa koronal (coronal mass ejections), yaitu ledakan plasma besar yang memicu cuaca antariksa, mengganggu teknologi, dan menciptakan aurora yang spektakuler.
Para ilmuwan berharap teknologi ini dapat dibawa ke teleskop yang lebih besar, termasuk Teleskop Surya Daniel K. Inouye berdiameter 4 meter di Hawai‘i, untuk meneliti lapisan luar matahari dengan lebih dekat lagi.
"Ini menandai awal era baru dalam astronomi surya, menjanjikan banyak penemuan di tahun-tahun dan dekade-dekade mendatang," ujar Philip Goode, salah satu penulis studi, dalam pernyataannya. (Space/Z-2)
Teleskop Surya Daniel K. Inouye berhasil mengambil gambar paling tajam dari permukaan matahari, mengungkap striasi halus akibat medan magnet skala kecil.
Mengapa luar angkasa tampak gelap meskipun Matahari bersinar terang dan miliaran bintang menghuni jagat raya? Pertanyaan ini menjadi topik menarik yang sering dicari di Google.
Filamen matahari sepanjang 1 juta km meletus dramatis picu CME besar 12 Mei. Untungnya, letusan ini tidak mengarah ke Bumi, tapi tetap jadi sorotan ilmiah.
Penelitian terbaru NASA menunjukkan permukaan Bulan dapat menghasilkan dan mengisi ulang molekul air melalui bantuan angin matahari, yang membawa ion hidrogen bermuatan positif.
Meskipun Matahari jelas menjadi pusat dari Tata Surya, pemahaman terbaru tentang gerak planet menunjukkan hal yang menarik: ternyata, Bumi tidak benar-benar mengelilingi Matahari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved