Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Puisi-puisi Dien Wijayatiningrum

Sajak Kofe
19/7/2023 07:00
Puisi-puisi Dien Wijayatiningrum
(Ilustrasi: Syahnagra Ismaill )

Ilustrasi: Syahnagra Ismaill

Menjadi Hawa 

Lautan tenang ada di dadaku 
pulanglah dengar debur ombak 
dan suara jatuh daun-daun ketapang 
maka engkau akan mengerti pada siapa hidup 
mesti diserahkan selain pada lillah dan pasrah. 

Puasa dan tirakatku memapahmu 
berjalan jauh dalam waktu-waktu yang tabah 
pun ikut mengantarkan sembahyang 
serta membantu amin demi amin berlayar 
mengutuskan mimpi-mimpi dan doa-doa. 

Tubuhku telah menyerahkan seluruh napasnya
untuk memegang pundak juga meredakan gemetar
ketakutanmu menyambut zaman-zaman pongah
abad-abad gila terus menembaki pagar rumah 
tanpa ampun dan belas kasih.

Depok, 2023 


Malam Purnama 

Mimpi Arsy-Mu membuatku terbangun 
penopang-penopang berkilauan yakut merah 
kilau zamrud di antara tiang-tiang sorga 
seperti kubawa tetesan cahayanya ke bumi.

Suara malam terus melengking di degup dada 
menyerukan cinta yang tersingkap 
dari waktu-waktu mustajab.

Apakah aku mengigau
mengirup kelopak kembang Firdaus 
sengaja ditinggal malaikat di kamarku.

Angin lembut mengusap kening 
seperti membisik titah layarkan nasuhamu ke udara 
ia akan bergerak menuju di mana 
engkau harapkan kasih.

Bumi sunyi kini 
ialah pelataran panggung-Mu 
bagiku mengeluhkan carut zaman 
yang gila dan berisik.

Depok, 2023 


Percakapan dengan Ibu 

Apa aku bisa menjauhi rinduku padamu 
yang tak usai-usai.

Engkau ambilkan mukena dan sajadah 
harum aroma rambutmu tersisa di sana 
seperti sengaja kau simpan 
untuk mengobatiku saat demam.

Jarak antara rindu dan kenangan ialah doa 
sepanjang zikir kau pinta 
pegang erat tanganku hingga sorga.

Apa aku bisa menghadapi pongah zaman sendirian.

Engkau ambilkan kitab suci berdebu milikku
mengusapnya dengan lembut 
seperti menempelkan jejak hangat tubuhmu 
untuk meredakan gigil takutku.

Cinta tak punya batas nisbi
angin yang tiba di pipimu selepas menangis
ialah aminku dari tempat jauh 
membantumu berjalan dan berlari
menahan dentuman abad-abad di dadamu.

Depok, 2023 


Jarak antara rindu dan kenangan ialah doa. Sepanjang zikir kau pinta pegang erat tanganku hingga sorga. 


Tembok Sisi Masjid 

Pemanah-pemanah itu telah memenjarakan aku 
dari masa depan yang jatuh di ujung doamu 
sementara engkau masih setia menempuh takdir 
ke arah bulan sabit yang dijanjikan 
percakapan malu-malu kita di umur remaja.

Apakah ada pemanah-pemanah menghadangmu 
membawa mimpi-mimpi buruk dan omong kosong
aku tidak boleh ikut bernyanyi. 

Pernah kau tulis namaku dengan rangkaian 
kaligrafi kecil diam-diam di sisi tembok masjid
hanya terlihat matahari sore yang kelelahan 
dan maklum pada cinta kekanak-kanakan.

Tahun-tahun memudarkan huruf-huruf 
mengganti warna tembok seperti 
menghilangkan jejak harapan
kini kembali ingin kutemukan kaligrafimu
untuk kutulis di telapak tangan 
dengan bubuk pacar atau air mata?

Depok, 2023 


Dongeng untuk Raffasya 

Nak
Nelayan tidak tahu ikan yang menggelepar 
dalam jala ialah pak tua yang akan pergi 
mengajak cucunya melihat purnama.

Ikan-ikan yang berteriak 
saat ucap syukur manusia
mengangkat mereka ke atas perahu
tidak mengerti
mereka ialah suka cita nelayan 
mengail pahala buat memberi nyala 
bagi nyawa yang mesti hidup
di tubuh istri dan anak-anak.

"Apakah ikan mati dengan mulia 
sebab membuat nelayan 
mendapat pahala, Amih?"

Depok, 2023


Di Anyer Mengenang Masa Kecil 
: M Noor Alinda 

Aku yang menangis di antara debur ombak magrib 
hanyalah anak kecil dalam tubuh seorang Ibu
kerap ingin kembali mengukir cahaya matahari 
di punggung tangan dengan pasir dan kerikil. 

Aku yang memanggil-manggil namamu 
hanya ruh yang kerap bersedih dan putus asa
ingin mengambil sisa terang bulan 
di terumbu karang sebagai penerang untuk kembali 
mengingat wajah yang basah oleh wudhu
di waktu-waktu yang jauh.

Ingin sekali lagi kudengar shalawatmu
dari pengeras suara di masjid 
merdu dan menenangkan gemuruh laut 
juga mengiringi sepasukan burung layang-layang 
namun hanya kutemui kenangan 
serupa desir angin meniupkan asam surbanmu 
di hangat kening.

Pandeglang, 2020


Baca juga: Puisi-puisi Eka Sari
Baca juga: Puisi-puisi Hasrianti Silondae
Baca juga: Puisi-puisi Esther de Caceres

 

 

 

 


Dien Wijayatiningrum, penulis puisi dan cerita pendek, lahir di Pandeglang, Banten, 31 Desember 1989. Alumnus Kajian Wilayah Jepang, Universitas Indonesia. Karyanya, baik puisi maupun prosa, tersiar di sejumlah surat kabar. Kini, bekerja di Mynavi Corporation Japan. (SK-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya