Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dari Bibir Takbir

Iwan Jaconiah
23/4/2023 07:00
Dari Bibir Takbir
(Ilustrasi: Abdul Djalil Pirous )

HARI Raya Idulfitri 1444 Hijriah menjadi sebuah perayaan penting umat Muslim setelah sebulan berpuasa. Gema takbir pun terdengar membahana dari desa sampai kota. Hari penuh kemenangan ini telah tiba dan dirayakan dengan sukacita. 

Sejumlah penyair punya cara tersendiri memaknai sekaligus memberikan ucapan selamat kepada sanak saudara dan kerabat. Mereka sampaikan lewat bentuk puisi, baik melalui media sosial maupun pesan, via telepon genggam. Berikut sejumlah puisi bertema Lebaran yang ditulis dari lubuk hati terdalam. 

Sebuah puisi Dari Bibir Takbir, karya penyair Sutardji Calzoum Bachri. Presiden Penyair Indonesia itu menuliskannya dengan penuh penjiwaan dan penghayatan. Setiap kata demi kata seakan memunyai "mantra". Memberikan pengertian penuh takzim. 

Peraih Anugerah Seni Dewan Kesenian Jakarta (1977) dan The South East Asia (S.E.A) Write Award (1979) itu sebentar lagi akan menginjak usia ke 82 tahun. Tema religius kian Sutardji pilih sebagai bentuk kedekatannya kepada Sang Khalik. Berikut petikan puisinya. 

Dari Bibir Takbir 

Dari bibir takbir 
dia berucap 
selamat Idulfitri 
tetaplah menang dan tawadhu 
di sisa usiamu 
sekali sedetak pun 
jangan terpisah dari desah napasKu 

(SCB, 22 April 2023) 

Selain Sutardji, ada pula penyair Ipoer Wangsa. Dia juga menghadirkan sebuah puisi bertema religius berjudul Sebagaimana Kata. Setiap baris demi baris memiliki keindahan yang sangat mengagumkan. Ipoer menulis puisinya dengan nuansa keheningan. Berikut petilannya. 

Sebagaimana Kata 

Sebagaimana kata 
kau pun menyemangatinya 
ada atau tiada rindu 
bayang merajut waktu 
fitrah lebar bumi cintaku 
serah lebur tubuh salam maaf 

(22 April 2023) 

Tak ketinggalan penyair Octavianus Masheka. Dia menulis puisi di pelataran Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam balutan kebahagiaan. Berikut puisi terbarunya berjudul Lebaran yang disuguhkannya secara alegoris. 

Lebaran 

Satu keranjang maaf lahir dan batin 
aku terima hari ini 
dengan riang gembira aku bawa pulang ke rumah 
karena kecapaian aku tertidur di bawah sinar bulan temaram 
dalam mimpi bidadari surga datang mengelus-ngelus rambutku dan berkata; "Tidurlah yang nyenyak. Lupakan basa basi itu." 

(TIM, 22 April 2023) 

Lewat puisi penyair memberikan ucapan selamat Hari Idulfitri kepada sanak saudara dan kerabat terdekatnya. 

Tidak saja dari dalam negeri, namun salah satu penyair perempuan diaspora Indonesia di Belanda, Dini Setyowati, juga ikut menghadirkan puisi berjudul Nusantara. Dalam jarak yang begitu jauh, dia menuliskan puisinya dengan rasa rindu yang begitu mendalam. Tengok saja puisi Dini nan sendu di bawah ini. 

Nusantara 

Indahnya bagai zamrud bercahaya yang beruntai 
berkilau pualam menerangi jagad raya 
kudoakan agar dirimu terjaga dari mata rakus yang mengintai 
agar selalu diberkati Allah swt 
diberkahi aman dan sentosa 
kuucapkan Selamat Hari Raya Idulfitri 
maaf lahir batin... 

(DS, 22 April 2023) 

Setiap penyair memiliki pengalaman berbeda-beda dalam mengabadikan momentum Hari Idulfitri. Sutardji, Ipoer, Octavianus, dan Dini berhasil menuangkan ide-ide cemerlang mereka ke dalam bentuk karya sastra secara berbobot. 

Secara pribadi, saya juga menulis puisi Lebaran di Tverskaya sebagai rasa kebersamaan. Saya melihat dan merasakan sendiri pelbagai pengalaman berharga bersama teman-teman seperjuangan sehingga ikut menuangkan perasaan paling terdalam. Berikut puisi tentang malam Lebaran yang ditulis di Moskwa, Rusia, tiga tahun lalu. 

Lebaran di Tverskaya 

Malam pekat pendek 
memeluk beduk dan duduk 
dalam labirin yang mandek. 

Jalan suci kaum Ibrahim 
meletup dalam heningnya  
kota tanpa rahim. 

Aku berlebaran dalam kemiskinan 
—bukan pilihan. 

(Cult, 23 Mei 2020) 

Melalui puisi, ada doa-doa yang disampaikan secara jernih dan murni. Menjadikan hari baik ini lebih berwarna dan bermakna. Terutama, dalam menjaga kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di Republik tercinta ini. 

Sebagaimana puisi di awal esai ini, Dari Bibir Takbir, misalnya, Sutardji seakan sedang mengingatkan kepada generasi muda tentang usia manusia di atas muka bumi cukup singkat dan fana. Setidaknya, ada pesan untuk terus mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Menjadi penting dalam setiap embusan napas makluk hidup di bawah wuwungan langit ini. 

Memanfaatkan kekuatan alam semesta dan memaknai detik demi detik dengan kebahagiaan lewat puisi. Semuanya dilakukan melalui goresan pena di kertas putih. Di luar jendela, ada terdengar petasan kembang api. Percikan cahayanya tampak berkedip-kedip sebelum redup dan sirna di malam Jakarta. Selamat Idulfitri. (SK-1) 


Baca juga: Sajak-sajak Ibnu Wahyudi
Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Baca juga: Memaknai Lebaran Melalui Puisi

 

 

 

 


Iwan Jaconiah, penyair, kulturolog, dan editor puisi Media Indonesia. Ia adalah kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin (Pentas Grafika, Jakarta, 2022). Ilustrasi header: Abdul Djalil Pirous, Far as the Horizon, 80 x 150 cm, 1990, akrilik pada kanvas. Koleksi Agung Rai. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya