KARYA penyair Sutardji Calzoum Bachri selalu mendapatkan tempat tersendiri dalam hati para pembaca tercinta di Tanah Air. Pada edisi kali ini, Sajak Kofe menyajikan kembali puisi-puisi terkenal Sutardji yang sudah dikenal luas di tengah masyarakat. Karya-karya di sini disarikan dalam rangka memeriahkan Festival Bahasa dan Sastra Indonesia 2022 yang digelar Media Indonesia. Kiprah Sutardji sebagai tokoh sastra tak diragukan lagi sebab dia telah mendedikasikan dirinya secara total dalam ranah perpuisian Indonesia.
BAH
airmata ini mata air hari
airmata ini dukakalian kami
airmata ini mutu manikam hati
airmata ini puncak sedih tak sudahsudah
airmata ini intidarah berubah
airmata ini buah segala bah
airmata ini buah hati tumpah
airmata ini guratan sejarah
airmata ini luap doa duafah
airmata ini matamata nurani
airmata ini tanahair kami
2008
Doa
untuk Muin Akhmad
sanggup nuh melaut
digejolak samudera perih ini?
apa tongkat musa mampu
menyibak lautan bencana ini
bukan domba bukan ternak
sungguh para ismail bayi
kanak mudamudi
tuatui
tenggelam
ya Tuhan
kuatkan selamatkan bangsaku
dari derita beberapa nabi
2005-2008
Wahai Pemuda Mana Telurmu?
Apa gunanya merdeka
Kalau tak bertelur
Apa guna bebas
Kalau tak menetas
Wahai bangsaku
Wahai pemuda mana telurmu?
Kepompong menetaskan kupu kupu
Kuntum jadi bunga
Putik jadi buah
Buah menyimpan biji
Menyimpan mimpi
Menyimpan pohon dan bunga-bunga
Uap terbang
Menetas awan
Mimpi jadi,
Sungai pun jadi
Menetas jadi
Hakekat lautan
Setelah kupikir pikir
Manusia ternyata
Burung berpikir
Setelah kurenungrenung
Manusia ternyata burung yang merenung
Setelah bertafakur
Tahulah aku manusia harus bertelur
Dari burung keluar telur
Lantas telur menjadi burung
Ayah menciptakan anak
Anak melahirkan ayah
Ayo Garuda
Ayo para pemuda
Menetaslah
Lahirkan lagi bapak
Bangsa ini
Seperti dulu
Para pemuda
Bertelur emas
Menetaskan kalian¹
Dalam sumpah mereka
Jakarta, 7 Agustus 2010
¹ sebelumnya kau, diganti oleh penyair menjadi kalian.
Tanah Air Mata
Tanah airmata tanah tumpah darahku
Mata air airmata kami
Air mata tanah air kami
Di sinilah kami berdiri
Menyanyikan airmata kami
Dibalik gembur subur tanahmu
Kami simpan perih kami
Dibalik etalase megah gedung-gedungmu
Kami coba sembunyikan derita kami
Kami coba simpan nestapa
Kami coba kuburkan duka lara
Tapi perih tak bisa sembunyi
Ia merebak kemana-mana
Bumi memang tak sebatas pandang
Dan udara luas menunggu
Namun kalian takkan bisa menyingkir
Kemana pun melangkah
Kalian pijak air mata kami
Kemana pun terbang
Kalian hinggap di air mata kami
Kemana pun berlayar
Kalian arungi air mata kami
Kalian sudah terkepung
Takkan bisa mengelak
Takkan bisa kemana pergi
Menyerahlah pada kedalaman air mata kami
2002
Wahai bangsaku. Wahai pemuda mana telurmu?
Kami Tahu Asal Jadi Kau
asal sebab kembali sebab
asal tanah pulang ketanah
asal darah ke mula darah
asal tahu muasal tahu
kami tahu asal jadi kau
kau jadi dari duka kami
yang kau jadikan kudakau
kau jadi dari hati kami
yang kau niatkan sukasukakau
kau jadi dari suara kami
yang kau nyanyikan iramakau
kau jadi dari harihari kami
yang kau hurahurakan semaukau
kau jadi dari mufakat kami
yang kau khianati dengan muslihatkau
asal sebab ke bab sebab
asal tanah ke zarah tanah
asal perih ke patah janji
asal jadi ke balik jadi
asal abad ke mula hari
asal duka ke padam caya
kami tahu asal jadi kau
kau jadi dari ayat kami
yang kau sampaikan tafsirankau
kau jadi dari bahasa kami
yang kau hajatkan maknakau
kau jadi dari kuasa kami
yang kau genggam semaukau
kau jadi dari angan kami
yang kau lantas angankau
kau jadi dari lagu kami
yang kau jadikan gulagulakau
sehebat hebat raja muslihat
takkan dapat ngalahkan rakjat mukjizat
airmata kami jadikan lautan
membenam engkau sedalamdalam
ya kami jadikan tak
tak lagi kuasa yang kau kenyam
diam jadi gempita serapah
mengenyah engkau ke balik zaman
anak menjadi tongkat menghalau engkau kekelam lautan
pulanglah kau ke asal pulang
pulang ke asal kau
pulang ke hunian bunian
pulang ke reban jembalang
kembali ke telur setan!
tak lagi lugu kami netaskan kau
tak
tak hendak kuasa kami netaskan kau lagi
tak
tak siang tak malam kami tak erami kau
tak
tak undangundang kami mau diselangkangi lagi
tak
takkan lengah anakanak kami
tak
guru kalbu kitab sejarah
ngajarkan mereka takkan netaskan kau
tak
wahai musang berbulu amanah
wahai ular berkulit nalar
wahai lintah berbulu pemerintah
wahai taring bersungging senyum
wahai zalim berucap salam
puah!
masuk engkau ke telur setan!
1998
Jembatan
sedalamdalam sajak takkan mampu menampung airmata bangsa.
Katakata telah lama terperangkap dalam basa basi dalam teduh pakewuh
dalam isyarat dan kilah tanpa makna
maka lebih baik aku membaca wajah orang berjuta
wajah orang-orang yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota
wajah yang tergusur
wajah yang ditilang malang
wajah para pemuda yang matanya
letih menyimak daftar lowongan kerja
wajah yang tercabikcabik dalam
pengap pabrik
wajah yang disapusapu sepatu
wajah legam para pemulung
yang memungut remahremah pembangunan
wajah yang hanya mampu jadi
sekedar penonton etalase indah
diberbagai plaza
wajah yang diamdiam menjerit
melengking melolong mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu
tapi wahai saudara satu bendera
kenapa kini ada sesuatu yang terasa jauh diantara kita?
sementara jalanjalan raya mekar dimanamana menghubungkan kota-kota, jembatanjembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
diantara kita?
di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang dan otot linu
mengerang mereka pancangkan koyak moyak bendera hati di pijak
ketidakpedulian pada saudara.
gerimis tak mampu menguncupkan kibarnya.
lalu tanpa tangis mereka menyanyi
padamu negeri
airmata kami
1998
Belajar Membaca
kakiku luka
luka kakiku
kakikau lukakah
lukakah kakikau
kalau kakikau luka
lukakukah kakikau
kakiku luka
lukakaukah kakiku
kalau lukaku lukakau
kakiku kakikaukah
kakikaukah kakiku
kakiku luka kaku
kalau lukaku lukakau
lukakakukakiku lukakakukakikaukah
lukakakukakikaukah lukakakukakiku
1979
David Copperfield, Realities '90
aku dipukau David Copperfield¹
aku dicekam Houdini
aku terkagum sama pesulap kakap
aku terperangah melihat pesulap
ngubah derita jadi gedung gemerlap
aku tercengang menyaksikan
luka jadi waduk raksasa
aku terkesimak menyimak mereka
menyulap suara
jadi seperti suara kita
aku terkesiap pada tongkat ajaibnya
dari jarak jauh bisa
mengetuk kepala siapa saja
tak habis heran aku
sepasang mata pesulap sihir
dapat mengawasi kita
dimanamana
aku heran nonton pesulap
mampu mengkristalkan airmata kita
jadi etalase indah
di berbagai plaza
aku kagum pesulap
yang bikin rimba
jadi emas
membuat hutan
jadi pasir
Allah
inilah tardji
terperangah takjub
heran daif
terasing tumpul dan takut
di negeri sulapan.
¹ Tahun 90'an pesulap besar David Copperfield datang ke Jakarta mementaskan Illusions '90.
Baca juga: Buah Roh Brodsky
Baca juga: Sajak-sajak Remy Sylado
Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Sutardji Calzoum Bachri, penyair nasional, lahir di Indragiri Hulu, Riau, 24 Juni 1941. Dia dijuluki sebagai Presiden Penyair Indonesia dan diberi gelar Datuk Seri Pujangga Utama. Peraih The S.E.A. Write Award (1979) dari Kerajaan Thailand, peraih Anugerah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (2006) di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, dan peraih Anugerah Seni Akademi Jakarta (2007). Pada musim panas 1974, Sutardji pernah mengikuti International Poetry Reading di Rotterdam, Belanda. Kemudian ia terpilih mengikuti seminar International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa, Amerika Serikat, pada Oktober 1974 hingga April 1975. Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi puisi Arjuna in Meditation (Kolkata, India, 1976), Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi puisi berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). Empat sajaknya yakni Shang Hai, Solitude, Batu, dan Tanah Air Mata diterjemahkan ke bahasa Rusia oleh Victor Pogadaev dan dimuat dalam antologi puisi Mencari Mimpi (Moskwa, 2016). Buku kumpulan puisi teranyar Sutardji berjudul Kecuali (2021). Sehari-hari bergiat sastra di Bekasi dan Jakarta. Foto: Antara/Teresia May. (SK-1)