Ilustrasi: Yani Halim
Wajah Kekasih
Dengan apakah akan berpaut
Agar jiwa selalu dekat
Wajahmu udara hilang
Napas tercabut seakar-akar
Takluk aku bertekuk hening
Kutelusuri luasnya kosong
Kuhirup kini hirupanmu
Kunapaskan hembusanmu
Sakti, sakti, sakti
Dengan, dengan apakah
akan berpaut
Rasa bara berletap-letup
Sesampai mati ingin kudekap
(2021)
Jalan Asmara
Kosong namamu dalam kembara
Kucari jalan
tembus terbaik
Agar rekah tak jadi marah
Tanggungan hidup seumur waktu
Kosong namamu suara melayang
Dari hening
ke hening betapa panjang
Jauh dekatnya tidak tertimbang
Pasang dan surut orang mencinta
Oh, Tuan, hari bergegas
Lubang asmara berbenang rindu
Masuk kami ke liang entah
Damainya nyiur pasrahnya arah.
(2021)
Rahasia Jarak
Jika aku jauh wajah
Kulahir ulang sebulan cinta
Milik kita dulu terbagi
Sebagian buatmu
Punyaku hilang angin meminta
Tapi tak ku kabar, tak,
Bukan jauhnya payah dijaga
Hanya ingin bertahan hidup
Dalam cinta tanpa seserah
Jika aku jauh wajah
Bukan tabuh sebara pagi
Tanda jatuh berkalang sumpah
Menyerah cinta bukan punyaku
(2021)
Adab Orang Meminjam
Suatu hari tali ini akan terputus sayangku
Pegangan terurai hidup berjalan
Di ruang sendiri-sendiri
Dalam berserah tak habis-habis
Panjang jalan adalah purna sayangku
Semua punya waktu
Semua punya arahnya
Tinggal yang suluh mencari jalan
Jalan yang jatuh atau jalan ke ketinggian
Yang datarannya dipenuhi hijauan luas
Juga basah-basahan yang berguliran
Buah-buah yang didekatkan
Dan bantal-bantal tanpa bermimpi
Begitulah pokok pegangan cinta ini sayang
Setiap pinjaman akan kembali
Sebaik-baiknya kita berjalan
Atas segala kesalahan yang kita lakukan
Semoga kita tidak dihukum
(2022)
Pada mulanya adalah tubuh, kemudian kata-kata sudah tak penting lagi.
Harun Jakarta
Rindu juga Harun Jakarta
Sawah membentang panjang jalannya
Syukur, harap, satu juga dalam danaunya
Hei, pergi juga Harun Jakarta
Dapat kabar suara kata
Ada di dalam kertas undangan
Sepilihan orang menang berlaga
Datang, datang juga Harun Jakarta
Bau kampung dalam udara
Orang mengerti asal usulnya
Tetapi orang tabiat ramah
Datang, datang juga Harun Jakarta
Bukan di bawah atau di tengah
tempat tegaknya
Tepat di puncak pandangan orang
Datang, datang juga Harun Jakarta
Penting diingat batas waktunya
Segala redup ketika pulang
Harun berjalan sebagai dulu
(2022)
Tarekat Harun
Tinggal seikat milik si Harun
Dibagi-bagi harta berlima
Pernah dulu begini sedih
Sebelum terang maklumat Tuan
Telah purna Tuan mencinta
Bersih di balik tutupan pandang
Oh, besar dalam memberi Tuan
Harun yang buta tidak memandang
Girang Harun setengah mati
Tersibak pelan kabut di badan
Datang dan pergi lumrah adanya
Tak lebih kurang dibanding kubur
Tinggal seikat milik si Harun
Dibagi-bagi orang berlima
Semua sama dalam bilangan
Hanya hikmahnya bertangga-tangga.
(2022)
Harun Melawan Angin
Berilah kabar kepada Harun
Harun kekasih menafsir tanda
Tanda yang goyang dihembus bisik
Dari dua rumpun usiran
Oh, beri kabar
kabar kembara
Biarlah teduh isi danaunya
Biarlah bening induk napasnya
Ringan, pun tenang gerak si badan
Berilah, beri kabar pada yang sangsi
Harun yang terus merapal kata
Melihat langit selawas jaga
Menekan-nekan batang samsara
Berilah kabar kepada Harun
Harun kekasih melawan angin
Meski serangan datang beruntun
Sempat-sempatkan memecah waktu
(2022)
Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga
Baca juga: Sajak Kofe, Ruang Puisi di Media Indonesia
Didik Wahyudi, penyair, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 30 Juli 1978. Alumnus Universitas Negeri Surabaya. Puisi-puisinya telah dimuat di sejumlah media lokal dan nasional. Buku kumpulan puisinya berjudul Pelajaran Bertahan (2019). Kini, tinggal dan bergiat di Surabaya. (SK-1)