Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Ahli DPR: Aktivis Gugat UU karena Kepentingannya Tidak Diakomodasi

Devi Harahap
21/7/2025 20:29
Ahli DPR: Aktivis Gugat UU karena Kepentingannya Tidak Diakomodasi
Gedung Mahkamah Konstitusi(Dok.Antara)

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus mantan Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden, Satya Arinantoa, menjadi ahli yang dihadirkan DPR untuk memberi keterangan pada sidang lanjutan gugatan Undang-Undang TNI di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (21/7).

Satya mengatakan kecenderungan masalah peranan dan keterlibatan ahli dalam proses pembentukan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan selalu muncul dan dijadikan sebagai pintu masuk untuk menggugat undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

“Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada. Mohon izin saya ngomong jujur ya, jadi satu saja tidak masuk langsung (menganggap) ‘wah kami pendapatnya tidak masuk, tidak ada partisipasi publik di situ’, langsung digugat diajukan ke MK. Jadi lama-lama ini seperti kutunggu kau di MK,” ujar Satya.

Satya mengklaim bahwa DPR RI telah melaksanakan serangkaian agenda rapat dengan para pemangku kepentingan dan melibatkan peran aktif dari masyarakat sebagai bagian pemenuhan prinsip partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dalam menyusun UU TNI. 

“Sebagaimana ditetapkan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/20 yang pada pokoknya adalah untuk mengimplementasikan right to be heard, right to be considered, dan right to be explained. Sebelum memasuki tahap pembahasan, DPR RI telah mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan berbagai komponen masyarakat pada 3 Maret 2025, 4 Maret 2025, dan 10 Maret 2025,” jelasnya.

Selanjutnya, Satya menjelaskan DPR juga telah menyelenggarakan pembahasan RUU dengan kegiatan rapat kerja Komisi I DPR RI, rapat panitia kerja Komisi I DPR RI, sampai rapat paripurna DPR RI dengan agenda pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang TNI. 

“Selama proses pembahasan UU TNI, sifat rapat dinyatakan terbuka kecuali rapat tim perumus dan tim sinkronisasi,” katanya. 

Satya mengatakan beberapa kendala dalam penerapan prinsip yang ideal terkait peranan dan/atau keterlibatan ahli yang kemudian sering kali menimbulkan ancaman untuk menggugat ke MK atau frasa “Kutunggu di MK”. 

Pertama, kata dia, cukup banyaknya pemangku kepentingan atau stakeholder dalam suatu proses pembentukan peraturan perundang-undangan di suatu tema tertentu. Kedua, para pengurus dan aktivis dari stakeholder yang menghadiri proses pembahasan suatu rancangan peraturan perundang-undangan tersebut orangnya cenderung berganti-ganti.

Ketiga, lanjut Satya, tidak semua pengurus dan aktivis yang menghadiri proses pembahasan suatu rancangan peraturan perundang-undangan benar-benar memahami seluk beluk dari topik peraturan perundang-undangan yang dibahas tersebut secara mendalam sehingga agak terkendala saat memberikan masukan. 

Lalu keempat, Satya menjelaskan adanya peranan lembaga donor dalam memberikan arah masukan dalam proses tersebut. Dan kelima, apabila ada suatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus dan aktivis tersebut yang kemudian tidak masuk dalam rumusan peraturan perundang-undangan yang sudah menjadi suatu hukum positif, langsung muncul tuduhan bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.

Dia mengatakan partisipasi publik diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas. 

“Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) dalam pembentukan peraturan perundang-undangan telah mengalami perkembangan yang pesat dalam 25 tahun terakhir ini,” tukasnya.

Dalam kesimpulan keterangan yang disampaikan, Satya menyimpulkan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), sehingga permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Ia meminta agar permohonan para Pemohon ditolak untuk seluruhnya dan keterangan DPR RI secara keseluruhan diterima.

Selain itu, proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dinyatakan telah sesuai dengan UUD 1945 dan telah memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sebagai informasi, sidang hari ini digelar sekaligus untuk Perkara Nomor 45, 56, 69, 75, dan 81/PUU-XXIII/2025. Para Pemohon mempersoalkan pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

Asas dimaksud di antaranya asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan. (Dev/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya