Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENELITI Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menyebut bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana kasus korupsi KTP-E Setya Novanto mengecewakan dan memprihatinkan. Komitmen MA terkait pemberantasan korupsi pun dipertanyakan.
Diketahui, MA menyunat hukuman pidana Setnov menjadi 12,5 tahun dari yang sebelumnya 15 tahun. Zaenur mempertanyakan pengurangan hukuman tersebut, mengingat MA tetap menyatakan mantan Ketua DPR RI itu tetap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor.
"Ini kan perbuatan pidananya terbukti, kemudian juga tidak ada satu hal yang menurut saya bisa menjadi alasan untuk mengabulkan PK-nya. Tidak terlihat bagaimana kemudian ada pertimbangan hukum yang logis yang kemudian menyebabkan kenapa PK ini harus dikabulkan," kata Zaenur kepada Media Indonesia, Rabu (2/7).
Ia mengingatkan, prinsip dasar PK adalah upaya hukum yang dapat ditempuh karena terpidana memiliki bukti baru alias novum. Adapun novum pada PK seharusnya menjadi instrumen penting yang jika diketahui sejak awal kasusnya diusut akan memengaruhi putusan pengadilan di tingkat yang lebih rendah daripada MA.
Sementara, Zaenur berpendapat putusan PK terhadap Setnov yang dikeluarkan MA tidak menjelaskan pertimbangan hukum yang kuat dan logis untuk mengurangi hukuman pidana. Baginya, putusan MA terhadap Setnov ini semakin tidak menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi belakangan ini di tengah sejumlah permasalahan yang menghinggapi MA, termasuk suap pengurusan perkara.
"Menurut saya ini sungguh memprihatinkan. Tentu sangat mengecewakan, bahkan saya katakan ini bikin marah," jelasnya. (P-4)
KUBU Setnov mengaku tidak puas dengan putusan peninjauan kembali yang memangkas hukuman menjadi penjara 12 tahun enam bulan, dari sebelumnya 15 tahun. Setnov dinilai pantas bebas.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi masa tahanan eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyayangkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana kasus korupsi KTP-E Setya Novanto.
Pengurangan hukuman pidana yang diterima mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi KTP-E dapat memberikan efek negatif pada pemberantasan korupsi
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyayangkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana kasus korupsi KTP-E Setya Novanto.
Pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik juga dipangkas menjadi 2,5 tahun yang dihitung saat pidana penjaranya selesai.
Menurutnya, pra peradilan bisa dilakukan untuk semua upaya paksa, mulai dari penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat.
MAHKAMAH Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan tujuh terpidana dalam kasus kematian Vina dan Eki di Cirebon, Jawa Barat.
Ketua Majelis Hakim, Panji Surono, mengatakan pihaknya akan bermusyawarah untuk memberikan pendapat dan kemudian melimpahkan berkas perkara PK Alex Denni ke Mahkamah Agung (MA)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved