Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Jawa Barat (Jabar) akan mengirimkan berkas perkara permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Alex Denni dalam waktu dua minggu sejak penandatanganan berita acara pemeriksaan PK.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (28/11), telah dilaksanakan penandatanganan berita acara pemeriksaan PK oleh Alex Denni. Tim Advokasi untuk Reformasi Peradilan: Disparitas Putusan selaku Penasihat Hukum Pemohon PK, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. Hal ini menandai bahwa pemeriksaan permohonan PK Alex Denni dan berkas perkara telah selesai.
Ketua Majelis Hakim, Panji Surono, mengatakan pihaknya akan bermusyawarah untuk memberikan pendapat dan kemudian melimpahkan berkas perkara ini ke Mahkamah Agung (MA). “Mudah-mudahan dalam waktu dua minggu kami bisa mengirim ke MA,” tutur Panji sebelum mengetuk palu yang menandai selesainya sidang.
Penasihat Hukum Alex Denni dari Tim Advokasi untuk Reformasi Peradilan: Disparitas Putusan, Gading Yonggar Ditya, berharap Majelis Hakim di PN Bandung bisa sesegera mungkin meneruskan berkas perkara permohonan PK Alex Denni ke MA sehingga dapat segera diperiksa dan diputus oleh MA.
“Kasus Alex Denni ini menjadi salah satu momentum untuk perbaikan sistem peradilan di Indonesia. Jadi kami berharap sebelum dua minggu sudah bisa dikirim ke MA. Itu akan memberikan sinyal bahwa Majelis Hakim menyikapi kasus Alex Denni ini dengan serius dan mendukung terciptanya reformasi peradilan di Indonesia,” terang Gading.
Menurut Gading, kasus yang dialami Alex denni dinilai penuh kejanggalan, baik di tingkat banding maupun kasasi. Ini bertolak belakang dengan putusan terhadap dua terdakwa lain yang merupakan pejabat PT Telkom Indonesia, yakni Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Pancasila, Rocky Marbun, menerangkan berdasarkan eksaminasi yang dilakukan terhadap putusan Agus Utoyo, Tengky Hedi Safinah dan Alex Denni baik di tingkat pertama, banding. Hingga tingkat kasasi, ditemukan sejumlah kejanggalan yang berujung pada terjadinya disparitas putusan. Kejanggalan terjadi baik di level administrasi pengadilan, hukum acara dan pemeriksaan perkara, hingga substansi putusan.
“Sejak awal, perkara Agus Utoyo, Tengku Hedi Safinah dan Alex Denni dipisah alias splitsing, meski ketiganya didakwa pada peristiwa atau perbuatan yang sama dengan unsur penyertaan, yakni tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara,” beber Rocky.
Menurut Rocky, pada tingkat pertama, ketiga perkara diperiksa oleh majelis hakim yang sama. Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah dinyatakan bersalah dan divonis 1,5 tahun penjara. Sementara Alex Denni, selaku konsultan swasta diputus bersalah karena dianggap turut serta dalam rangkaian peristiwa tersebut dengan vonis 1 tahun penjara.
Lalu pada tingkat banding, dua pejabat Telkom tersebut dinyatakan bebas. Tidak bersalah, karena terbukti tidak melakukan penyalahgunaan wewenang dan tidak ada kerugian negara. Namun, dengan alat bukti yang sama, Alex Denni yang merupakan pihak swasta swasta dan tidak punya kewenangan dalam membuat Keputusan, malah tetap dinyatakan bersalah.
“Putusan yang saling bertentangan itu disebabkan susunan majelis hakim yang berbeda. Berdasarkan penelusuran, susunan majelis hakim yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah di tingkat banding berbeda dengan majelis hakim yang memeriksa Alex Denni. Akibatnya, putusan tingkat banding untuk Alex Denni berbanding terbalik dengan putusan untuk Agus Utoyo dan Tengku Hadi Safinah,” terang Rocky.
Pada tingkat kasasi, Rocky menyebutkan, komposisi majelis hakim juga berbeda. Terdakwa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah diperiksa dan diputus oleh Ketua Majelis yang sama. Sedangkan terdakwa Alex Denni diperiksa dan diputus oleh Ketua Majelis yang berbeda. “Setelah saya telusuri, perbedaan majelis hakim tersebut dikarenakan hakim yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah telah pensiun pada 2012,” ucap Rocky.
Perbedaan susunan majelis hakim tersebut, kata Rocky tidak bisa dilepaskan dari kejanggalan perbedaan waktu pemeriksaan di tingkat kasasi antara terdakwa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah dengan terdakwa Alex Denni. Pemberitahuan putusan PT untuk Agus Utoyo maupun Tengku Hedi Safinah dilakukan pada November 2007. Sementara, Alex Denni baru memperoleh pemberitahuan putusan PT pada Februari 2012, meski telah diputus pada 2008.
“Jika pemberitahuan putusan PT dilakukan lebih awal, misal di 2010, hakim yang memeriksa Alex Denni di tingkat kasasi pasti akan sama dengan yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah. Saya melihat, dari teknis administrasi peradilan mulai banding hingga kasasi, ada yang ditutupi supaya hakimnya tetap beda. Ada skenario membedakan hakim sehingga terjadi perbedaan putusan,” sambung Rocky. (N-2)
Menurutnya, pra peradilan bisa dilakukan untuk semua upaya paksa, mulai dari penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat.
MAHKAMAH Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan tujuh terpidana dalam kasus kematian Vina dan Eki di Cirebon, Jawa Barat.
Disparitas putusan dan dugaan kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata menjadi pintu masuk bagi Alex Denni, untuk mengajukan permohonan PK atas putusan kasasi nomor 163 K/Pid.Sus/2013.
Disparitas putusan dan dugaan kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata menjadi pintu masuk bagi Alex Denni, untuk mengajukan permohonan PK atas putusan kasasi nomor 163 K/Pid.Sus/2013.
BPĀ Batam membantah tudingan yang beredar di media massa terkait pengakhiran alokasi lahan Hotel Purajaya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved