Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah dengan seorang buronan, dalam hal ini Paulus Tannos sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP, yang menolak kembali ke Indonesia dengan mengajukan penangguhan penahanan di Singapura.
Dia menilai bahwa tindakan Tannos tersebut bukan sekadar penghindaran hukum, melainkan juga bentuk pelecehan terhadap kedaulatan hukum negara.
"Kasus ini menjadi batu ujian, bukan hanya bagi KPK, tapi bagi seluruh sistem penegakan hukum kita," kata Mafirion saat dihubungi di Jakarta, hari ini.
Untuk itu, dia meminta kepada Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum untuk mengawal proses ekstradisi secara agresif dan strategis, memastikan semua dokumen hukum disiapkan secara rapi dan meyakinkan.
Selain itu, kementerian juga perlu berkoordinasi erat dengan otoritas Singapura, termasuk melalui jalur diplomatik dan hukum, untuk menghadapi permohonan penangguhan yang diajukan oleh Tannos.
Dia juga mengingatkan bahwa pemerintah perlu memanfaatkan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang telah disahkan, sebagai bentuk komitmen bersama dalam melawan kejahatan lintas negara.
Selain itu, dia meminta kepada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk membekukan paspor Tannos dan mencabut seluruh akses dokumen keimigrasian yang berpotensi digunakannya untuk melarikan diri.
"Memperbarui daftar cegah dan tangkal di seluruh pintu imigrasi nasional dan bekerja sama dengan interpol serta otoritas imigrasi Singapura," katanya.
Menurut dia, penyelesaian kasus Tannos bukan sekadar soal hukum, tapi soal wibawa negara. Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan kita sebagai bangsa berdaulat.
"Keberhasilan membawa pulang Tannos akan menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam memerangi korupsi, tanpa kompromi," kata dia.(Ant/P-1)
PERSIDANGAN ekstradisi buron dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP-E, Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po, belum menghasilkan putusan.
Suryopratomo mengatakan, perlawanan Tannos membuat proses ekstradisi tidak akan berjalan cepat. Sidang dimulai lagi dengan agenda mendengarkan saksi dari kubu Tannos, pada 7 Juli 2025.
Kubu tersangka kasus korupsi pengadaan KTP-el itu memiliki banyak alasan atas penolakan tersebut, salah satunya tidak sesuai dengan aturan di Singapura.
Jika mengacu pada jadwal persidangan, Supratman memperkirakan m pada 25 Juni seharusnya sudah keluar hasil putusan sidang.
Lembaga Antirasuah itu mengapresiasi Pemerintah Singapura yang membantu Indonesia menyoba memulangkan Tannos untuk diadili.
Percepatan pemulangan Tannos itu merupakan komitmen perjanjian ekstradisi yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dan Singapura.
Setyo menegaskan bahwa proses pengungkapan kasus mega korupsi KTP-E akan terus berlangsung dengan merujuk pada hasil persidangan terhadap tersangka-tersangka lain.
Pemulangan Tannos juga dinilai penting bagi Singapura untuk membuktikan perjanjian dengan Indonesia berjalan dengan baik.
Pakar HI Hikmahanto Juwana menyampaikan perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura telah berlaku efektif sejak 21 Maret 2024.
Budi mengatakan bahwa KPK mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus berkolaborasi dengan Pemerintah Singapura, dan menyampaikan progres terkait Paulus Tannos.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved