Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan bahwa pihaknya optimis faktor kriminalitas ganda (dual criminality) dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-E) yang melibatkan Paulus Tannos dapat dibuktikan oleh pemerintah Indonesia.
Kriminalitas ganda (dual criminality) dalam konteks ekstradisi adalah prinsip yang menyatakan bahwa suatu perbuatan hanya dapat dijadikan dasar permintaan ekstradisi jika perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, baik di negara yang meminta ekstradisi maupun di negara yang diminta untuk melakukan ekstradisi.
“Mengacu pada kerja sama dan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan aparat penegak hukum lain, mayoritas masih optimistis Indonesia akan menang dalam sidang penangguhan penahanan sehingga Tannos akan segera diekstradisi ke Indonesia,” kata Setyo dalam keterangannya, hari ini.
Kendati pemerintah Indonesia telah menyerahkan semua persyaratan dan dokumen yang diminta untuk proses ekstradisi Paulus Tannos, adapun pun yang akan menjadi keputusan dari pengadilan Singapura, lanjutnya, kembali pada sistem hukum yang berlaku di sana.
“Dari dokumen, surat, semuanya kami serahkan. (Kalau) kurang kami tambahin, masih butuh apa pun kami lengkapi,” tukasnya.
Terkait dengan alasan KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menurut pakar tidak diakui di Singapura, Setyo menjelaskan bahwa penyidik KPK pasti melihat dari proses perkembangan pemeriksaan-pemeriksaan yang sebelumnya.
Setyo menegaskan bahwa proses pengungkapan kasus mega korupsi KTP-E akan terus berlangsung dengan merujuk pada hasil persidangan terhadap tersangka-tersangka lain di kasus yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 Triliun itu.
“Dengan kondisi seperti itu, maka penyidik saat itu memutuskan pasal itulah yang tepat,” jelasnya.
Selain itu, Setyo menegaskan bahwa pihaknya akan berusaha untuk membawa Tannos ke Indonesia. Menurutnya, pemulangan Tannos juga akan menjadi bahan evaluasi terkait efektif atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
“Ini merupakan ekstradisi yang pertama, mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud. Sehingga nanti mungkin bisa menjadi sebuah pembelajaran bahwa mungkin DPO (daftar pencarian orang) yang lain bisa akan lebih mudah kalau misalnya posisinya ketahuan dan ada di suatu negara, khususnya Singapura, untuk kami minta ekstradisi,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Hukum mengungkap bahwa Paulus Tannos masih melakukan perlawanan agar tidak diekstradisi ke Indonesia. Buron tersangka kasus korupsi KTP-E itu menolak pulang ke Tanah Air secara sukarela.
“Proses hukum di Singapura masih berjalan dan posisi PT (Paulus Tannos) saat ini belum bersedia diserahkan secara sukarela,” kata Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, Widodo di Jakarta pada Senin (2/6).
Widodo mengatakan Paulus Tannos juga telah mengajukan penangguhan penahanan usai ditahan oleh pemerintah Singapura. Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Singapura tengah berupaya melawan permohonan yang diajukan Tannos.
“Saat ini PT tengah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura,” jelasnya.
Paulus Tannos sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-E dan menjadi buron yang dicari oleh KPK sejak 19 Oktober 2021. Jejaknya sempat terdeteksi di Thailand pada awal 2023, tetapi lolos dari jeratan hukum karena belum ada red notice dari Interpol.
Paulus Tannos ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di negara tersebut pada 17 Januari 2025. Penangkapan buron Paulus Tannos di Singapura tersebut membuka kembali lembaran kasus korupsi megaproyek kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) 2011-2012. (Dev/P-1)
PERSIDANGAN ekstradisi buron dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP-E, Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po, belum menghasilkan putusan.
Suryopratomo mengatakan, perlawanan Tannos membuat proses ekstradisi tidak akan berjalan cepat. Sidang dimulai lagi dengan agenda mendengarkan saksi dari kubu Tannos, pada 7 Juli 2025.
Kubu tersangka kasus korupsi pengadaan KTP-el itu memiliki banyak alasan atas penolakan tersebut, salah satunya tidak sesuai dengan aturan di Singapura.
Jika mengacu pada jadwal persidangan, Supratman memperkirakan m pada 25 Juni seharusnya sudah keluar hasil putusan sidang.
Lembaga Antirasuah itu mengapresiasi Pemerintah Singapura yang membantu Indonesia menyoba memulangkan Tannos untuk diadili.
Percepatan pemulangan Tannos itu merupakan komitmen perjanjian ekstradisi yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dan Singapura.
Pemulangan Tannos juga dinilai penting bagi Singapura untuk membuktikan perjanjian dengan Indonesia berjalan dengan baik.
Pakar HI Hikmahanto Juwana menyampaikan perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura telah berlaku efektif sejak 21 Maret 2024.
DPR meminta Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum untuk mengawal proses ekstradisi secara agresif dan strategis, memastikan semua dokumen hukum disiapkan secara rapi dan meyakinkan.
Budi mengatakan bahwa KPK mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus berkolaborasi dengan Pemerintah Singapura, dan menyampaikan progres terkait Paulus Tannos.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved