Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

AJI: Teror dan Intimidasi Terhadap Suara Kritis Mirip Era Orde Baru

Devi Harahap
25/5/2025 19:22
AJI: Teror dan Intimidasi Terhadap Suara Kritis Mirip Era Orde Baru
Ilustrasi .(MI/Bagus Suryo)

KETUA Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manu Afrida, mengatakan bahwa ancaman pada kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Indonesia saat ini terus mengemuka dan nyata adanya.

“AJI mengecam tindakan teror yang dialami oleh YF. Tindakan ini merupakan bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi dan UU Pers No 40/1999,” kata Nany Afrida dalam keterangannya kepada Media Indonesia, Minggu (25/5).

Neny menilai teror terhadap YF selaku penulis opini bertajuk ‘Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?’ di Media Detik.com bukan hanya serangan terhadap individu dalam hal berekspresi, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan pers, hak publik atas informasi, dan pilar-pilar demokrasi yang sehat.

“Ini juga dialami narasumber dan penulis opini yang menyuarakan kritik terhadap kekuasaan atau kebijakan publik. Pola ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menciptakan efek gentar (chilling effect), agar masyarakat takut menyampaikan pendapat dan media enggan membuka ruang bagi suara-suara kritis,” imbuh Nany.

Neny menekankan bahwa pembungkaman terhadap penulis opini tersebut memperpanjang daftar gelap kasus intimidasi atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia pada pemerintahan Presiden Prabowo.

Ia kemudian menyebut beberapa kasus serupa seperti penarikan lagu Bayar, Bayar, Bayar oleh Band Sukatani, siswa di Kota Bogor yang merekam dan mengkritik porsi MBG namun dipaksa membuat video permintaan maaf, hingga mahasiswa ITB yang ditangkap lantaran membuat meme Jokowi dan Prabowo.

“Melalui Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), berkali-kali suara kritis ini diancam. Ini menunjukkan ruang berekspresi di Indonesia semakin menyempit dan menandakan masalah dalam demokrasi kita,” kata Neny.

Untuk itu, AJI mengajak seluruh media, organisasi jurnalis, masyarakat sipil, dan publik luas untuk bersolidaritas melawan segala bentuk teror dan upaya pembungkaman. Dikatakan bahwa suara-suara kritis adalah oksigen bagi demokrasi. “Ketika satu suara dibungkam, maka yang terancam bukan hanya orang itu, tetapi kita semua,” kata Nany.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung mengatakan teror dan intimidasi yang dialami YF karena dampak dari opininya yang terbit di Detik.com tersebut menunjukkan pola-pola represi seperti era Orde Baru dalam membungkam suara-suara kritis masyarakat.

Erick menegaskan bahwa tindakan tersebut tak bisa dibenarkan. Ia juga menuntut negara harus bertanggung jawab mengusut kasus pembungkaman tersebut.  “Aparat penegak hukum harus mengusut kasus teror dan intimidasi terhadap YF, penulis opini Detik tersebut,” ujar Erick.

Lebih jauh, AJI mendesak beberapa pihak agar mengambil langkah melawan teror pada kebebasan pers dan kebebasan berpendapat.

1. Mendorong Detik.com untuk mengambil sikap tegas dalam melindungi penulisnya. Detik perlu memberikan dukungan terbuka kepada penulis opini yang menjadi korban intimidasi, melaporkan secara resmi kasus teror ini kepada kepolisian dan menyediakan dukungan hukum dan keamanan bagi penulis yang terancam.

2. Meminta Dewan Pers untuk mengingatkan kembali kepada media-media massa bahwa pentingnya melindungi narasumber sebagai bagian dari perlindungan terhadap kebebasan pers.

3. Mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi kasus ini dan memberi pelindungan pada penulis.

4. Mendesak Kapolri dan Kepolisian sebagai aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan serius mengusut kasus teror dan intimidasi ini. Pembiaran terhadap teror semacam ini akan menciptakan preseden buruk yang mengancam kebebasan sipil kita bersama.

5. Menuntut Presiden Prabowo untuk menegaskan komitmennya pada demokrasi, serta menghentikan dan menarik kembali tentara yang menduduki jabatan sipil. (Dev/P-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya