Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
RANCANGAN Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapat kritik tajam. Salah satunya datang dari Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur.
Menurut Isnur, pembahasan RUU KUHAP terkesan tergesa-gesa. Banyak persoalan krusial dalam sistem hukum pidana yang justru diabaikan dalam rancangan regulasi tersebut. “Ketergesa-gesaan akan banyak merusak proses,” ujar Isnur, Senin (14/7).
Isnur menilai, penyusunan RUU KUHAP seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki sejumlah kelemahan fundamental dalam hukum acara pidana.
Akan tetapi, pada kenyataannya justru berbagai persoalan utama tak disentuh sama sekali dalam draf revisi tersebut.
“Banyak hal yang seharusnya dibahas, seperti mekanisme mengevaluasi penyidik yang melanggar, tapi sama sekali tidak ada perumusannya,” kata dia.
Isnur menyoroti salah salah satu hal penting yaitu absennya mekanisme evaluasi terhadap penyidik maupun aparat kepolisian yang kerap melakukan pelanggaran hukum.
“Ini mengindikasikan pembaruan hukum acara pidana tidak didasarkan pada kebutuhan riil masyarakat terhadap perlindungan hukum,” jelasnya.
Ia juga menilai banyak pasal dalam draf RUU KUHAP justru mengandung potensi masalah baru yang bisa memperburuk perlakuan aparat terhadap masyarakat.
“Proses legislasi yang terburu-buru hanya akan menghasilkan produk hukum yang tidak berpihak pada keadilan, dan membuka ruang lebih besar bagi penyalahgunaan wewenang oleh aparat,” tukasnya.
Ia memperingatkan resiko jika pasal-pasal bermasalah dalam RUU KUHAP tetap dipertahankan. Beberapa di antaranya akan membuat masyarakat mudah mengalami pelanggaran hak asasi, intimidasi, dan kekerasan dari aparat penegak hukum.
“Masyarakat lagi-lagi menjadi korban dari aparat. Korban kesewenang-wenangan, korban penganiayaan, korban kekerasan, bahkan korban penyiksaan,” ujarnya.
Di samping itu, Isnur juga mengkritik minimnya partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU KUHAP. Menurutnya. Ia menilai DPR telah melangkahi prinsip partisipatif yang seharusnya menjadi dasar dalam pembentukan undang-undang, terutama yang menyangkut hak dasar warga negara.
“Bagaimana mungkin ribuan pasal hanya dibahas dalam waktu 2 hari? Ini benar-benar menjijikkan. Dalam proses membuat undang-undang, semua dilewati, hak rakyat dilewati,” katanya. (Dev/I-1)
Pasal 5 RKUHAP yang memberikan kewenangan bagi penyelidik melakukan tindakan lain menurut hukum.
DPR menjelaskan bahwa langkah tersebut dilakukan Komisi III DPR RI sebagai wakil rakyat yang harus mengayomi dan melayani seluruh elemen rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi.
Langkah tersebut dilakukan Komisi III DPR RI sebagai wakil rakyat.
Ketum YLBHI Muhammad Isnur menyoroti proses buruk penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tertutup dan terburu-buru.
TNI dilatih dan dididik untuk berperang, bukan untuk menjaga Kejari dan Kejati.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved