Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SEJUMLAH pihak masih menyorot rencana revisi KUHAP dan UU Kejaksaan terkait kewenangan penyidikan dan penuntutan. Prinsipnya, konsep dominus litis (pengendali perkara) dalam revisi tersebut harus dijaga agar fungsi kejaksaan dan kepolisian tetap terpisah secara jelas.
Berdasarkan UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, menurut Guru Besar Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), Jamin Ginting, setiap lembaga penegak hukum memiliki fungsi yang berbeda.
"Jaksa bertugas sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan, sementara penyidikan adalah kewenangan polisi dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS)," ujar Jamin di sela diskusi Dominis Litis dalam RUU KUHAP: Penegakan Hukum atau Absolutisme Kekuasaan?, di Jakarta Selatan, Kamis (27/2). Hadir narasumber lain, yakni Guru Besar Hukum Universitas Pancasila, Agus Surono, dan praktisi filsafat hukum Petrus Bello.
"Ini bertentangan dengan konsep dominus litis. Jaksa tidak boleh melakukan penyidikan karena tugas utamanya adalah menuntut dan melaksanakan putusan pengadilan," ucap Jamin.
Dia juga mempertanyakan Pasal 6 KUHAP yang menyebutkan tentang penyidik tertentu. "Siapa sebenarnya penyidik tertentu ini? Fungsi penyidikan seharusnya dikembalikan kepada polisi dan PPNS, bukan dipegang oleh jaksa."
Menurutnya, jika jaksa diberi kewenangan penyidikan, akan terjadi tumpang tindih fungsi yang dapat merusak sistem peradilan pidana. "Bagaimana mungkin satu lembaga bisa menjadi penyidik sekaligus penuntut umum? Ini tidak sesuai dengan prinsip diferensiasi fungsional," ujarnya.
Ia menyarankan agar kewenangan penyidikan tipidkor (tindak pidana korupsi) dan tipidsus (tindak pidana khusus) dikembalikan kepada lembaga yang memang memiliki kapasitas dan marwah untuk melakukannya, yaitu polisi dan PPNS.
Rencana revisi KUHAP ini dinilai perlu dikaji ulang agar tidak mengaburkan peran dan fungsi masing-masing lembaga penegak hukum. "Kita harus menjaga integritas sistem peradilan pidana dengan memastikan setiap lembaga bekerja sesuai tugas dan kewenangannya," tunkas Jamin Ginting.
Di tempat terpisah, pakar hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Hari Purwadi merekomendasikan keadilan restoratif pada revisi KUHAP yang saat ini dalam proses pembahasan di DPR RI.
Hari mengatakan saat ini semua lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Polri, dan Mahkamah Agung memiliki peraturan sendiri terkait keadilan restoratif. Dalam praktiknya, peraturan dari ketiga lembaga itu memiliki prosedur dan teknik yang berbeda-beda.
"Ke depan aturan keadilan restoratif harus mengatur prosedur, teknik, dan standar hukum yang sama di antara para APH dan Kejaksaan bisa menjadi lembaga yang ikut mengontrol proses penyidikan dan proses keadilan restoratif yang dilakukan oleh polisi," ucap Guru Besar Fakultas Hukum (FH) UNS ini.
Di lain pihak, Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal kritik masyarakat yang meminta agar revisi Undang-Undang Nomor 11/2021 tentang Kejaksaan dibatalkan. Sebab, revisi itu menyangkut penguatan kewenangan Korps Adhyaksa.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, revisi UU Kejaksaan diperlukan untuk membuat kejaksaan di Indonesia menjadi institusi yang kokoh. Revisi kali ini menyasar soal peran kejaksaan sebagai dominus litis atau pengendali perkara.
"Dominus litis itu norma yang bersifat universal di seluruh dunia. Apa kita mau lari dari prinsip universal itu?" kata Harli di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa (18/2).
Ia mengajak seluruh masyarakat untuk berpikir jernih dalam menanggapi upaya perbaikan UU Kejaksaan. "Masyarakat harus berpikir jernih, apalagi teman-teman media sebagai corong di depan. Jangan mau diprovokasi," terang dia. (Ant/P-2)
Penambahan kewenangan jaksa dalam RUU Kejaksaan dinilai membuat alur pengusutan perkara semakin rumit.
Salah satu materi RUU Kejaksaan yang menjadi sorotan, dijelaskan Mahfud, yakni perlunya izin Jaksa Agung sebelum memeriksa jaksa yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana.
Revisi UU Kejaksaani menyasar soal peran sebagai domunius litis atau pengendali perkara.
Pembahasan Revisi KUHAP diminta jangan hanya berkutat pada narasi polarisasi tentang diferensiasi fungsional dan asas dominus litis.
Sistem penegakan hukum di Indonesia saat ini menganut asas diferensiasi fungsional, aktor-aktor penegak hukum memiliki kemandirian masing-masing dan berposisi setara
PAKAR hukum tata negara, Margarito Kamis menyebut penerapan asas dominus litis atau penguasa perkara pada RKUHAP berpotensi memonopoli kewenangan terhadap suatu lembaga
Pembaruan KUHAP harus berbasis pada prinsip keadilan dalam proses pidana.
Usulan kejaksaan memasukkan perluasan asas dominus litis akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan kepolisian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved