Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Seleksi Kepemimpinan di Lingkungan MA Jadi Sorotan

Tri Subarkah
16/1/2025 15:59
Seleksi Kepemimpinan di Lingkungan MA Jadi Sorotan
Petugas menggiring mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono (kedua kiri) di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (14/1/2025).( ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan)

SOSOK Rudi Suparmono menambah daftar panjang pejabat pengadilan, baik di lingkungan Mahkamah Agung (MA) maupun peradilan di bawahnya, yang terseret kasus korupsi terkait mafia peradilan. Rudi yang merupakan mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diketahui menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dan atau gratifikasi terkait vonis bebas Ronald Tannur.

Dalam perkara tersebut, tiga anak buah Rudi di PN Surabaya yang merupakan majelis hakim perkara pembunuhan dengan terdakwa Ronald Tannur juga sudah ditersangkakan lebih awal. Selain itu, mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA Zarof Ricar juga ikut terseret di kasus itu.

Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) menyoroti, sebelum Rudi dan Zarof, pejabat di lingkungan MA dan peradilan lain yang sudah menjalani proses hukum antara lain mantan Sekretaris MA, yakni Nurhadi dan Hasbi Hasan, Wakil Ketua PN Bandung Tejocahyono, Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Puro, Ketua PN Kepahiang Janner Purba, dan Ketua PT Manado Sudiwardono.

"Ini menegaskan bahwa posisi strategis pada lembaga peradilan termasuk di MA, masih terlalu sering ditempati oleh individu-individu yang rawan membahayakan integritas lembaga," kata Direktur Eksekutif LeIP Muhammad Tanziel Aziezi kepada Media Indonesia, Kamis (16/1).

Bagi Aziezi, penetapan Rudi sebagai tersangka menjadi alarm keras ihwal krisis kepemimpinan di pengadilan. Ia mempertanyakan mengapa orang-orang bermasalah secara integritas justru dapat mengisi posisi kepemimpinan yang penting dan strategis di lingkungan peradilan Tanah Air. 

Usai menjabat sebagai Ketua PN Surabaya, Rudi diketahui dimutasi untuk mengisi posisi yang lebih strategis, yaitu Ketua PN Jakarta Pusat. Sebagai informasi, PN Jakarta Pusat menjadi tuan rumah diselenggarakannya pengadilan khusus, seperti pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, dan pengadilan HAM di Jakarta.

Bahkan, setelah didapuk menjadi Ketua PN Jakarta Pusat, Rudi sempat dipromosikan menjadi salah satu hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Palembang. Namun, ia belum sempat dilantik lantaran tersandung sanksi dari Badan Pengawas (Bawas) MA setelah terbukti melanggar etik dalam pusaran vonis bebas Ronald Tannur.

"Jika tidak tersandung dan ditangkap, bukan tidak mungkin RS (Rudi) akan terus melaju menduduki jabatan-jabatan penting lainnya di pengadilan dan MA," terang Aziezi.

Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa kasus yang menjerat Rudi merupakan bukti nyata adanya struktur hierarki dalam lembaga peradilan yang masih memungkinkan praktik korupsi lewat penyalahgunaan otoritas dalam pengelolaan perkara dan pemilihan majelis hakim. Menurutnya, MA tidak dapat merespon kasus tersebut dengan biasa-biasa saja.

"MA perlu menjadikan peristiwa penangkapan RS sebagai momentum untuk bersih-bersih lembaga pengadilan dari praktik korupsi," ujarnya.

Aziezi mendorong pimpinan MA saat ini untuk memastikan posisi kepemimpinan di lingkungan peradilan diisi oleh figur yang memiliki rekam jejak bersih. Jika gagal, hal itu justru akan menjadi ancaman serius bagi fondasi kelembagaan dan kredibilitas lembaga peradilan. Apabila tidak segera diatasi, Aziezi menyebut bukan tidak mungkin lembaga peradilan semakin kehilangan legitimasi di mata publik.

Terpisah, juru bicara MA, Yanto, menjelaskan bahwa promosi terhadap Rudi sebagai hakim tinggi di PT Palembang dilakukan sebelum ditemukan peristiwa dugaan suap. Setelah Bawas MA memberikan sanksi nonpalu selama dua tahun, Yanto menyebut pimpinan MA melarang Rudi dilantik.

"Tatkala ada peristiwa di Surabaya, maka pimpinan melarang untuk tidak dilantik. Dan belum dilantik sebagai hakim tinggi, jadi belum jadi promosi," jelasnya.

Selama ini, Yanto mengatakan bahwa mekanisme pemilihan pimpinan di lembaga peradilan dilakukan dengan mekanisme uji kepatutan dan kelayakan. Berikutnya, calon pimpinan menjalani serangkaian tes, termasuk psikotes. Tak cukup sampai di situ, MA juga menggandeng pihak lain untuk melakukan profiling terhadap para calon pimpinan di lingkungan peradilan. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya