Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

MK Tolak Gugatan Terkait Ormas Dapat Jatah Konsesi Tambang

Devi Harahap
04/1/2025 17:00
MK Tolak Gugatan Terkait Ormas Dapat Jatah Konsesi Tambang
Hakim MK, Arsul Sani dan Saldi Isra.(Dok. MI/Usman Iskandar)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) terkait dengan ormas dapat jatah konsesi tambang. Sidang Pengucapan Putusan Nomor 77/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Rega Felix ini, dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Jumat (3/1).

“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.

Sementra itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan hukum Mahkamah terkait dalil  Pasal 6 Ayat (1) huruf j sebagaimana telah diubah berdasarkan Pasal I angka 4 UU Minerba yang dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.

Pada pertimbangannya, Arsul menjelaskan bahwa aturan tersebut memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada Pemerintah Pusat untuk menetapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada ormas keagamaan sebagaimana diatur dalam PP 25/2024.

Terhadap dalil Pemohon ini, Mahkamah mencermati hal yang dipermasalahkan berupa substansi Pasal 83A ayat (1) PP 25/2024 yang merujuk pada ketentuan Pasal 6A ayat (1) UU Minerba. Sehingga kata Arsul, hal yang perlu ditegaskan peraturan pemerintah sebagai pelaksana undang-undang dibentuk untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya.

“Artinya, pembentukan peraturan pemerintah harus konsisten mengikuti ketentuan undang-undang dan tidak diperbolehkan bertentangan atau tidak sejalan dengan materi muatan undang-undang,” jelasnya.

Atas karena dalil Pemohon tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba melainkan berkaitan dengan legalitas peraturan pelaksana UU Minerba, sehingga hal ini bukan menjadi ranah kewenangan Mahkamah untuk menilainya.

“Dengan demikian, dalil permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ucap Arsul.
 
Skema Mendapatkan IUPK

Arsul menjelaskan terkait dalil Pemohon tentang penawaran prioritas WIUPK kepada ormas yang belum memiliki pengalaman teknis dan dianggap merusak lingkungan, Mahkamah melihat bahwa UU Minerba telah menentukan skema untuk mendapatkan IUPK dalam menjalankan usaha bagi usaha swasta yang dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.

“Untuk dapat melaksanakan hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai persyaratan, sedangkan syarat teknis dan pengelolaan lingkungan telah ditentukan badan usaha diwajibkan memiliki pengalaman minimal tiga tahun di bidang pertambangan minerba,” tutur Arsul.

Sementara bagi badan usaha baru yang belum memiliki pengalaman, dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan menjadi syarat wajib agar standar teknis tetap terpenuhi dengan syarat secara absolut tidak boleh mengalihkan hak atau izin kepada pihak lain.

“Tujuannya memastikan pihak yang terlibat memiliki rekam jejak dan kapasitas dalam melaksanakan kegiatan pertambangan,” imbuh Arsul.

Di samping itu, terhadap persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan mewajibkan badan usaha memiliki personil yang berpengalaman minimal tiga tahun di bidang pertambangan dan/atau geologi yang menegaskan pentingnya keahlian teknis sebagai prasyarat mutlak dalam pengelolaan wilayah pertambangan.

Oleh karena itu, sambung Arsul, jika syarat tersebut tidak dipatuhi sama artinya meniadakan asas dalam pengelolaan pertambangan minerba yakni asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

“Artinya, terhadap badan usaha swasta yang diberi izin mengelola minerba wajib mematuhi asas-asas tersebut bahkan untuk menegaskan hal ini dapat uraiannya pada Penjelasan UU 4/2009,” ungkapnya.

Selain itu, peserta lelang diwajibkan menyusun rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) selama kegiatan eksplorasi yang juga menjadi instrumen pengawasan untuk memastikan badan usaha menjalankan kegiatan dengan standar teknis dan lingkungan yang berlaku.

“Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, berkenaan dengan dalil penawaran WIUPK secara prioritas dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba akan berdampak pada kerusakan lingkungan adalah dalil yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” kata Arsul. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya